ISLAMINA.ID – Kewajiban manusia di dunia ini tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah. Dalam hal ini ibadah lingkupnya cukup luas, tak hanya shalat, maupun zakat, namun segala perbuatan yang diniatkan untuk mencari ridha Allah, maka akan dicatat sebagai ibadah. Hal ini meliputi ibadah yang berkaitan dengan hati, anggota badan, maupun yang berkaitan harta benda.
Setiap manusia berharap amal ibadahnya diterima oleh Allah Dzat yang Maha Kuasa. Namun berapa banyak orang yang beramal tapi tak mendapatkan apapun dari yang ia lakukan baik urusan dunia atau akhirat dikarenakan tak memiliki ilmu pengetahuan.
Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh manusia agar amal ibadahnya diterima oleh Allah seperti yang dijelaskan oleh Abu al-Lais as-Samarkandi dalam Tanbih al-Ghafilin.
Pertama, mengetahui ilmunya. Ibadah apapun yang dikerjakan tapi tidak didasari dengan ilmu maka tak akan diterima. Maka dari itu sebelum mengerjakan sesuatu harus mengetahui ilmunya terlebih dahulu. Kedua, Harus ada niat saat memulai pekerjaan apapun. Niat sangat penting karena menjadi dasar diterimanya amal perbuatan. Ketiga, sabar dalam menjalankannya.
Hal ini agar manusia merasakan ketenangan hati saat mengerjakan sesuatu hal sampai menjadi sempurna. Keempat, setelah selesai melakukan ibadah atau yang lain maka kita harus mengikhlaskan dengan tak mengungkit-ungkit atau membanggakan amalan yang telah dilakukan.
Keikhlasan ini harus ditanamkan diawal permulaan ibadah dan sampai selesai mengerjakannya. Hal ini bertujuan agar manusia sadar apa yang ia lakukan murni atas izin dari Allah bukan semata-mata dari dirinya sendiri.
Empat Penghalang Menurut Imam Al-Ghazali
Dalam beribadah, setiap manusia pasti akan menghadapi rintangan yang menghadangnya, hal ini bertujuan agar manusia mau, dan mampu memecahkan kendala itu.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin menjelaskan tentang empat penghalang yang selalu menjadi kendala bagi manusia dalam menjalankan ibadah.
Pertama, Urusan dunia. Ini menjadi kendala utama yang seringkali seseorang lupa bahkan malas dalam menjalankan kewajiban, misalnya shalat. Banyak orang meninggalkan shalat Shubuh dengan dalih bangun kesiangan. Saat shalat Dzuhur tiba, ia berargumen sedang kerepotan dalam bekerja. Saat Ashar datang, ia sibuk persiapan pulang kerja. Ketika waktu shalat Maghrib masuk, ia dalam perjalanan. Dan pada akhirnya shalat Isya ditinggalkan gara-gara ketiduran. Ini realita yang terjadi, manusia sibuk dengan pekerjaan sampai melupakan kewajiban.
Kedua, Urusan dengan manusia. Seseorang kadang menghalalkan segala cara demi mencukupi kebutuhan keluarga baik istri maupun anak, bahkan rela meninggalkan urusan ibadah demi mengejar keinginan mereka.
Ketiga, Syaitan. Ia merupakan makhluk yang berusaha dengan berbagai cara agar manusia tersesat jalannya, terutama agar jauh dari Tuhannya, lebih-lebih dalam urusan ibadah. Ia sangat senang bila manusia menjadi penghuni neraka bersama dirinya.
Keempat, hawa nafsu dalam diri manusia selalu mengarahkan kepada hal-hal kejahatan, keburukan. Bila manusia selalu menuruti hawa nafsunya niscaya ia akan menjadi orang yang merugi di dunia dan akhirat.
Keterangan yang telah dipaparkan oleh Imam Al-Ghazali diatas sebaiknya dijadikan peringatan diri kita agar lebih waspada dan berhati-hati dalam menghadapinya karena rintangan ini tidak untuk ditakuti tetapi harus dihadapi dengan ilmu dan keyakinan yang matang sehingga ibadah semakin bermakna dan membawa pengaruh yang positif bagi dirinya dan sekitarnya.
Kriteria Ibadah Yang Diterima Allah
Agar ibadahnya diterima oleh Allah, maka harus memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Syeh Muhammad bin Abdul Karim dalam Mausu’ah al-Kisanzan mengutip perkataan Syeh Abu al-Husen al-Qurasyi yang menjelaskan bahwa:
صفاء العبادات لا ينال إلا بصفاء معرفة أربعة : فأول ذلك : معرفة الله تعالى . والثاني : معرفة النفس. والثالث : معرفة الموت . والرابع : معرفة ما بعد الموت من وعد الله ووعيده . فمن عرف الله تعالى قام بحقه ، ومن عرف النفس استعد لمخالفتها ومجاهدتها ،ومن عرف الموت استعد لوروده، ومن شهد وعيد الله تعالى ينزجر عن نهيه وينتدب لأمره
Ibadah yang akan diterima harus memenuhi empat kriteria ini: Pertama, harus mengenal Dzat yang disembah atau lebih dikenal makrifatullah. Kedua, mengetahaui nafsu dalam diri sendiri. Ketiga, mengingat kematian. Keempat, mengetahui balasan maupun ancaman yang Allah berikan setelah manusia mati. Barangsiapa yang sudah makrifat kepada Allah, maka ia akan sadar akan kewajiban yang harus ditunaikan demi mencapai ridha-Nya, serta orang yang mengerti nafsunya maka ia akan selalu mengarahkan dan berusaha tak mengikutinya. Barangsiapa yang mengetahui kematian akan menjemputnya maka ia akan selalu menyiapkan kedatangannya. Begitu juga orang yang mengetahui ancaman siksaan Allah, maka ia akan menjauhi larangannya serta melakukan hal yang diperintahkan-Nya.