Beberapa hari belakangan ini nama Akidi Tio sontak membuat orang penasaran tentang siapa sosok yang telah berderma sebesar 2 Triliun rupiah untuk kemanusiaan itu. Nama Akidi Tio terus jadi perbincangan hatangat di beberapa media. Rating pencarian tentang profil pribadi, jabatan, usaha, keluarga bahkan agamanya terus tranding di mesin pencarian google.
Mungkin apa yang dilakukan Akidi Tio itu tidak biasa lagi bagi masyarakat Indonesia yang sudah dikenal dunia sebagai bangsa dermawan. Di tengah-tengah genting, pontang panting akibat wabah pandemi muncul sosok yang belum pernah dikenal publik berdonasi sebesar itu.
Beberapa kroni muncul. Ada yang coba mencari tahu siapa sosok Akidi Tio itu sebenarnya. Dahlan Iskan termasuk tokoh yang menguber Akidi Tio. Dalam salah satu esainya, ia bercerita bahwa desa yang ditinggali Akidi Tio pernah dia kenal sebagai daerah pelosok yang jarang kemewahan ada di sana. Bos media itu juga tidak tanggung-tanggung dalam menelisik. Bahkan ia menerjunkan para jurnalisnya untuk menguber siapa sang dermawan itu.
Dalam Islam, kedermawanan Akidi Tio ini menarik untuk dibicarakan. Selain konteksnya yang tepat dengan kondisi kehidupan sebagian masyarakat mengalami krisis secara ekonomi maupun kesehatan, bantuan materiil sebesar itu tentu bisa membantu banyak pihak yang membutuhkan. Inilah yang di dalam Al-Qur’an disebut sebagai al-‘Aqabah yang sering ditafsirkan sebagai jalan terjal yang sulit ditempuh. Yaitu dengan memerdekakan budak dan memberi makan pada fakir miskin pada saat terjadi musim kelaparan.
Tidak bisa membayangkan jika orang yang tidak populer kemudian memiliki uang dua ribu miliyar rupiah itu. Di saat seperti ini sedang anjlok-anjloknya harga properti mewah, mobil dijual murah bahkan aset-aset kekayaan banyak yang diobral. Seandainya uang sebesar itu digunakan untuk ambil kesempatan memborong saham atau memborong obralan murah akibat terhantam pandemi, mungkin bisa menumpuk gunung emas untuk diwariskan hingga tujuh turunan.
Sedangkan Akidi Tio maupun keluarganya tidak memilih cara itu. Mereka lebih memilih menepati permintaan almarhum yang konon sudah wafat pada 2009 lalu. Ternyata harta itu juga tidak disembunyikan dari keluarganya. Anak-anak almarhum semuanya tahu tentang keberadaan uang 2 triliun yang tersimpan untuk donasi kemanusiaan di bank Singapura.
Seperti inilah yang dikehendaki Islam. Ciri bersedekah yang baik adalah ketika tangan kanan memberi dan tangan kiri tidak mengetahui. Komitmen ini sebagaimana disampaikan dalam hadis Nabi bahwa ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan di hari kiamat nanti, di antaranya yaitu orang, siapapun dia yang ketika bersedekah, tangan kanannya memberi tangan kirinya tidak mengetahuinya.
Sebagai prinsip kedermawanan, donasi yang dilakukan Akidi Tio ini memang menarik. Karakter seperti inilah yang menjadi antitesa dari sifat Qarun yang diabadikan oleh Al-Qur’an. Disampaikan dalam surah al-Qashas ayat 76, Al-Qur’an hanya memberikan gambaran melimpahnya harta Qarun yang kunci gudangnya saja sangat berat jika dipikul oleh orang-orang kuat.
Tetapi karena dikenal kikir dan membanggakan hartanya serta abai terhadap perintah-perintah Tuhannya, ia pun berakhir dengan hukuman pedih. Dalam kaidah ilmu Al-Qur’an yang bisa diambil dari cerita Qarun ini adalah karakternya, bukan Qarunnya yang sudah berakhir di era nabi Musa.
Namun pesan terpenting adalah karakter kikir saat memiliki harta mewah itu sangat dikecam oleh Allah. Prinsip inilah yang melatarbelakangi Islam sangat menjunjung tinggi ibadah-ibadah sosial selain ibadah ritual. Selain ada shalat terdapat zakat yang harus dikeluarkan setahun sekali. Tetapi sedekah bisa dilakukan kapan saja. Artinya jumlah yang ditabur menyesuaikan yang akan dituai nanti.
Dalam konteks ini, Akidi Tio telah mengajarkan menjadi manusia sosial yang sesungguhnya. Popularitas dan kemewahan untuk pribadi tidak terlalu dikedepankan. Justru yang terpenting adalah ketika bisa memberikan kemaslahatan untuk orang banyak.