Sebagai umat muslim tentunya kita harus mengikuti sunnah Rasulullah. Salah satunya adalah menikah. Sebelum pernikahan dimulai, biasanya ada proses yang dilakukan untuk memberi tahu kepada lawan jenis yang bersangkutan bahwa ia tertarik dan ingin menikahinya. Proses inilah yang dinamakan melamar atau khitbah dalam Bahasa arab. Melamar atau pinang merupakan proses awal untuk menuju rumah tangga. Melalui peminangan ini, seorang yang meminang dan dipinang dapat mengenal lebih dalam.
Peminangan dalam Islam dikenal dengan istilah khitbah, yaitu kehendak, kalimat, dan keramahan, baik melalui Tindakan atau pun ucapan yang dilakukan oleh seseorang yang meminang (Masduki, 2019). Khitbah berarti mengekspresikan permintaan untuk menikahi pria dengan Wanita atau sebaliknya atau hanya pelaksanaan melalui perantara yang terpercaya (Darussalam, 2018)
Proses peminangan ini hendaknya dilakukan secara rahasia atau menyembunyikan dari orang banyak. Seperti yang telah disampaikan oleh Ummu Salamah yang berkata bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Rahasiakan peminangan dan kumandangkan pernikahan”. Proses peminangan ini bisa berupa sindiran, bisa dengan kalimat jelas dan lugas, dan bisa disampaikan langsung kepada pihak yang diinginkan serta diwakilkan.
Seperti halnya dalam surah Al-Baqarah ayat 235, yang artinya, “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang Wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu…..”
Menikah berarti mengamalkan ajaran Rasul dan salah satu bentuk ibadah yang mulia dan suci. Namun, jumlah perempuan yang jauh lebih banyak dibandingkan jumlah laki-laki terkadang menjadi sebuah problem. Banyak perempuan yang belum menikah bahkan berstatus janda yang ingin menikah tetapi tidak ada keberanian untuk menawarkan dirinya karena takut dianggap memalukan dan murahan. Bahkan dalam beberapa masyarakat hal ini masih dianggap tabu.
Lantas, Bagaimanakah sebenarnya hukum perempuan meminang laki-laki dalam Islam? Jika seorang perempuan datang dan berkata kepada lelaki, “apakah anda berkenan untuk menikahi saya?” Apa pandangan anda? Pasti akan terlintas di benak anda, “Alangkah tidak punya malu perempuan ini..”
Apabila pihak perempuan yang memulai Langkah pertama, masyarakat akan memandang negatif bahkan menyebarkan tanggapan-tanggapan yang kurang baik. Seolah-olah sudah menjadi suatu kepastian bahwa pihak lelaki yang berhak untuk meminang. Ini adalah suatu tanggapan yang salah. Akibatnya, banyak kalangan Wanita yang terpaksa duduk menunggu dijemput pinangan dari pria.
Di dalam Islam ternyata membolehkan atau tidak melarang perempuan meminang laki-laki untuk menjadi suaminya. Islam tidak membatasi yang boleh mengajukan peminangan hanya laki-laki, namun perempuan juga bisa mengajukan diri untuk meminang laki-laki. Dalam artian jika itu dilakukan untuk kebaikan, sebagai contoh, ingin mendapat suami sholeh dan bisa mengajarkan agama, bukan termasuk tindakan tercela. Artinya, bukan semata karena latar belakang dunia.
Dalam Al-Quran surah Al-Qashash, ayat 27 dinyatakan kisah seorang ayah yang menawarkan anaknya kepada Nabi Musa a.s. untuk dikawini. Sang ayah sangat memahami bahwa anak perempuannya sangat mengagumi Musa. Dengan tanpa segan, sang ayah berkata “Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini…”
Hal yang pernah terjadi juga pada zaman Nabi Muhammad SAW. Adalah ketika Khadijah berani melamar Nabi SAW. dan ia mengutus perantara untuk menyampaikan niatnya kepada Nabi SAW. Dalam Tarikh Ibn Hisyam disebutkan, Khadijah berkata, “Wahai anak saudara pamanku, sesungguhnya aku telah tertarik kepadamu dan keluargamu, sikap amanahmu, kebaikan akhlakmu, dan benarnya kata-katamu.” Keindahan akhlak Nabi Muhammad-lah yang membuat Khadijah semakin mempunyai keberanian dan keteguhan hati untuk melamar.
Lamaran Khadijah disetujui oleh Nabi SAW. dan kedua belah pihak. Mereka pun akhirnya menjadi suami istri. Kisah tersebut tidak ditujukan kepada Rasul saja, akan tetapi bisa menjadi tauladan bagi Wanita Muslimah bahwa Wanita boleh menawarkan diri kepada lelaki shalih dan mengharap berkah dari Allah serta tidak menimbulkan fitnah.
Selain itu dikisahkan dalam hadist Riwayat Ibnu Majah, Tsabit berkata bahwa ia pernah duduk bersama Anas bin Malik, dan di sebelahnya adalah puterinya. Anas berkata, “Ada seorang perempuan datang kepada Nabi SAW menawarkan dirinya kepada beliau, ia (perempuan itu) berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau mau menerimaku?’ lantas putrinya (Anas) berkata, ‘Betapa sedikitnya rasa malu yang dimiliki perempuan itu!’ kemudian Anas berkata, ‘Bahkan ia lebih baik darimu, ia menyukai Rasulullah SAW, lalu menawarkan dirinya kepada beliau’”
Setelah mengetahui bahwa hukum perempuan meminang laki-laki ternyata boleh dalam Islam, seharusnya masyarakat mampu mengubah pandangan miring tentang hal ini. Rasa malu memang perlu dijaga, namun untuk melakukan hal kebaikan maka harus disegerakan. Seperti dalam Q.S. Al-Maidah, “Dan bersegeralah kamu dalam kebaikan.”
Baca Juga: Meninjau Ulang Relevansi Wali Mujbir di Era Kontemporer (2)