Islamina.id – Saat ini, banyak golongan Sayyid yang diberi gelar Habib, yang secara bahasa berarti keturunan Rasulullah yang dicintai. Adapun, habaib adalah kata jamak dari habib. Jadi tidak semua keturunan Rasulullah bisa disebut Habib. Tapi setiap Habib harus Sayyid, tetapi setiap Sayyid belum tentu Habib.
Seorang Sayyid, lanjutnya, tidak bisa mengatakan bahwa dirinya sendiri adalah Habib. Sama halnya dalam penyebutan Kyai, pengakuan Habib harus melalui komunitas dengan berbagai persyaratan yang sudah disepakati. Di antaranya cukup matang dalam hal umur, harus memiliki ilmu yang luas, mengamalkan ilmu yang dimiliki, memiliki akhlak dan keteladanan yang baik dalam tingkah lakunya.
Baca juga: Pentingnya Meneladani Moralitas Habaib
Ringkasnya, Habaib itu adalah kelompok ulama yang kita kenal memiliki ilmu agama yang cukup luas dan karena dikenal alim maka memiliki pengikut yang cukup banyak serta melahirkan banyak guru dan muballig. Seperti Habib Ali bin Abdurrahman Kwitang, Habib Ali bin Husein Alatas di Cikini, Habib Abdullah bin Muchsin Alatas di Bogor dan lain sebagainya.
Habib Ali Kwitang
Habib Ali bin Abdurrahman Kwitang adalah keturunan dari Ahmad Bin Isa Al-Muhajir yang berpindah dari Bashrah ke Hadhramaut. Dan Ahmad Bin Isa tersebut adalah cucu tingkat ke-6 dari cucu Rasulullah Husain Bin Ali Bin Abi Thalib.
Saat ini, kita mengharapkan bahwa golongan Sayyid atau Habaib yang melanjutkan kiprah para leluhurnya dalam dakwah dan perkembangan Islam di Indonesia.
Sebagaimana disebutkan tadi, kiprah Majelis Taklim yang dibina oleh Habib Ali bin Abdurrahman di Kwitang adalah fenomenal. Majelis Taklim Kwitang ini dapat bertahan selama lebih dari satu abad. Inti ajaran Islam yang diajarkannya berlandaskan tauhid, kemurnian iman, solidaritas sosial, serta akhlakul karimah.
Ajaran dakwah Habib Ali ini berupa pelatihan kebersihan jiwa, tasawuf mu’tabarah dan dialog antara makhluk dengan al-Khalik serta antara sesama mahluk.
Kita jarang mendengar Habib Ali, atau lebih dikenal dengan Habib Kwitang ini, pernah mengajarkan ideologi kebencian, berpolitik, iri, dengki, ghibah, fitnah dan namimah atau adu domba.
Baca juga: Mengenal Istilah Rabbani
Habib Ali mengembangkan tradisi kakek-kakeknya dari keluarga Ahlul Bait (keluarga Nabi SAW) yang intinya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, menghormati hak-hak setiap manusia tanpa membedakan manusia atas latar belakang status sosial mereka.
Habib Ali bin Husin Alatas
Habib Ali bin Husin Alatas, misalnya, seorang guru yang tawadhu’ dan sederhana, berhasil mencetak murid-murid yang menjadi ulama besar seperti KH Abdullah Sjafi’ie, pimpinan majelis taklim Assyafi’iyah, KH Tohir Rohili, pimpinan majelis taklim Attahiriyah, KH Syafi’i Hadzami, dan puluhan ulama lainnya.
Intinya, dari para Habaib inilah lahir guru dan mubaligh di berbagai daerah di Indonesia. Kita mengenal juga Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi yang buku Mauludnya Simtuddrurar dibaca setiap malam Jum’at di seluruh Indonesia.
Begitupun Habib Abdullah bin Alawi Alhaddad dengan wirid dan ratibnya yang terkenal luas di sini. Habib Abdullah Alhaddad juga menulis puluhan buku yang bahkan sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris yang bertema spiritual Islam.
Para Habaib ini mengutamakan kebersihan moral dan semua upaya mareka dibimbing oleh Tasawuf Imam al-Ghazali yang menjadi salah satu dasar dari tarekat yang dikenal sebagai Tariqah Alawiyah.
Baca juga: Potret Islamisme di Indonesia
Saya kira, metode dakwah sufistik para Habaib seperti inilah yang mengedepankan akhlak yang mulia sejak zaman dahulu dan kemudian diikuti oleh para Walisongo dan dai pendahulu lainnya yang berhasil mengislamkan Nusantara. Semestinya kita mengembalikan dan terus menjaga marwah para Habaib ini di Nusantara.