Islamina.id | Islamisme Orde Baru – Di era Orde Baru, umat Islam mulai muncul harapan besar untuk menyelenggarakan pemerintahan yang demokratis. Disaat itu, para politisi Islam mulai dilepaskan dari penjara. Mereka optimis dapat kembali ke kancah politik. Mereka percaya bahwa Orde Baru akan memberikan nuansa kehidupan yang lebih dari Orde Lama (Putra, 2008).
Respon umat Islam ketika Orde Baru bangkit mengikuti tiga corak. Pertama, corak apologi, kemudian diikuti dengan usaha penyesuaian diri dan adaptasi terhadap modernisasi. Kedua, juga melakukan apologi terhadap ajaran-ajaran Islam, tapi menolak modernisasi yang dinilai sebagai westernisasi dan sekularisasi. Ketiga, corak tanggapan yang kreatif dengan menempuh jalan dialogis yang mengutamakan pendekatan intelektual dalam menanggapi modernisasi, (Rahardjo, 1993).
Islamisme Masa Orde Baru
Dalam perjalanannya, masa-masa perjalanan awal Orde Baru mengalami beberapa hal ketidakharmonisan antara pemerintah dengan Islam. Beberapa hal itu antara lain: (1.) Islam percaya sistem demokrasi, (2.) Mayoritas Islam, (3.) Adanya individu-individu Islam garis keras, (4.) hubungan militer dengan kelompok Islam, (5.) Pemerintah yang otoriter, (Abdurahman et.al, 1993).
Kemudian mulai muncul gerakan pembaharuan Islam. Searah dengan perubahan pola kehidupan politik, perkembangan pemikiran Islam condong bersifat rasional dan fungsional.
Hal ini bisa dilihat dalam topik umum pembaharuan pemikiran Islam diseputar reaktualisasi, kontekstualisasi dan pembumian ajaran Islam. Tendensi perubahan di atas memberikan sketsa proses integrasi-birokrasi-santri di masa Orde Baru. Suatu proses yang meruntuhkan mitos politik santri sebagai oposan dan pembangkang (Kuntowijoyo, 1991).
Dengan hilangnya mitos tersebut, perilaku politik Islam condong rasional dengan runtuhnya ideologi politik yang mendasarkan Islam bersamaan dengan tergesernya konsep negara Islam.
Lebih lanjutnya lagi, umat Islam baik dari kelompok tradisionalis dan kelompok modernis masih tetap berkeinginan untuk melestarikan pemikiran-pemikiran formalisme pendidikan. Di samping karena kemauan kalangan elit Muslim yang merindukan kejayaan politik Islam pada masa Orde Lama, juga karena masih tetap berkembangnya pola dasar perspektif miring antara sesuatu yang dianggap sebagai masukan Islam dan masukan non Islam (Barat) ketika mereka sama-sama menghadapi tantangan modernisasi.
Dalam pencarian posisi menurut konstelasi baru dan masih dalam lingkungan teoritis dan intelektual, belum memberikan jawaban tegas dan pasti tentang persepsi keislaman terhadap modernisasi.