Sabtu, Agustus 13, 2022
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kolom
Damai

Fitrah Damai dan Ejawantah Kerukunan

Fitrah Damai dan Ejawantah Kerukunan

Muhammad Itsbatun Najih by Muhammad Itsbatun Najih
11/06/2022
in Kolom, Tajuk Utama
1 0
0
1
SHARES
18
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Perayaan Idul Fitri dan seremoni Syawalan memang telah usai. Semarak Halal bihalal sebagai laku lampah khas masyarakat Indonesia, senyatanya menunjukkan karakter dasar (fitrah) manusia untuk kembali merajut damai dan persaudaraan. Nuansanya menyesap melintas batas keyakinan. Ada tamsil keberagaman yang meneduhkan: melihat spanduk ucapan selamat Idul Fitri terpasang di sejumlah gereja dan vihara di Kudus, Jawa Tengah. Nuansa kerukunan antar pemeluk agama juga bisa  dilihat di Kabupaten Semarang. Di Dukuh Tekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, diadakan silaturahmi antarwarga di jalanan dukuh di depan masjid pada 1 Syawal. Hajatan massal ini menjadi kegiatan bersama yang juga dihadiri warga penganut Kristen, Katolik, dan Buddha.  

Ada tamsil yang menghentak sanubari dari guru bangsa kita, Gus Dur. Ketika ditanya apakah dirinya memaafkan kepada pihak-pihak yang pernah menzaliminya, Gus Dur sontak mengatakan: Maaf ya, lupa tidak! Jawaban Gus Dur amat menyejukkan, diplomatis, sekaligus manusiawi. Sejuk karena Gus Dur mau memaafkan kepada yang telah menzalimi. Kebesaran hati beserta kesadaran religius yang tinggi, yang kiranya menjadikannya memilih jalur damai: memaafkan sekaligus menihilkan potensi konflik akar rumput. Gus Dur menempuh jalan nirkekerasan demi mewujudkan persatuan masyarakat Indonesia. Sekaligus eksplisit mengajarkan bahwa persatuan dan perdamaian di atas segala-galanya.  

BacaJuga

Darurat Literasi Islam yang Ramah

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 037

Jelang 2024, MUI: Tolak Politisasi Agama dan Politik Identitas

Jawaban Gus Dur juga diplomatis dengan kesadaran bahwa segala bentuk tragedi dan konflik antar sesama tidak bisa dihilangkan dari ingatan. Salah besar bila ada yang hendak menghapus ingatan atas sebuah tragedi kemanusiaan. Justru dengan mencoba menghapus memori tentangnya, semakin tertancap kuat dalam alam bawah sadar dan secara tidak langsung memelihara bara dalam sekam. Maka, yang menarik dari Gus Dur, adalah menjadikan tragedi/konflik sebagai pengingat untuk evaluasi diri dan pembelajaran bagi generasi selanjutnya agar tidak mengulang atas kesalahan yang sama. 

Lantas apakah manusia disorongkan untuk seakan-akan tidak boleh marah dan senantiasa tersenyum meski disakiti? Ada petuah Nabi Muhammad Saw yang begitu menarik perihal resolusi konflik antarsesama. Yakni, ada semacam masa tenggang selama tiga hari untuk mendiamkan bagi yang sedang berselisih. Kebolehan ini sebagai upaya penyaluran emosi yang sifatnya natural. Dalam tempo tiga hari, agama bermaksud agar masing-masing pihak yang bertikai bisa meredam munculnya emosi yang lebih besar. Pun, mengevaluasi diri dan berpikir panjang. Sehingga potensi konflik berkepanjangan bisa ditangkal. 

Kita juga mengenal Nelson Mandela. Ia beserta rakyatnya mengalami tragedi kemanusiaan bertahun-tahun. Mendekam lama di penjara, dan kala begitu menghirup udara kebebasan, Mandela menampilkan langkah damai. Perjuangannya berupa penghapusan diskriminasi rasial berhasil. Namun, ia tidak lantas menghukum balik kepada pihak-pihak yang pernah menzaliminya. Padahal bisa saja dilakukannya saat duduk di kursi kekuasaan. Terbukti, sebagaimana Gus Dur, langkah Mandela sukses mewujudkan persatuan dan persaudaraan masyarakat Afrika. Bagi Mandela, warna kulit hanyalah tampilan luaran sebagaimana ragam bentuk fisik manusia. Jati diri manusia terletak pada dimensi kemanusiaannya itu sendiri yakni, pribadi cinta damai.  

Dalam sejarah bangsa ini, perjalanan antar suku, agama, budaya, juga tidak sepi dari konflik dan selisih. Banyak korban jiwa akibat tikai yang mewarnai sejarah Republik ini. Ada sesal? Pasti! Dengan kata lain, konflik berbasis SARA yang boleh dikata sulit dihindari, tetapi secara beriringan juga membuka pintu untuk rekonsiliasi. Di Indonesia, tidak saja di Ambon yang terdapat Gong Perdamaian Dunia, melainkan terdapat pula di sejumlah daerah: Bali, Palu, Blitar, Ciamis, Jepara. Simbolisasi ini adalah penanda pentingnya antar sesama menjaga persaudaraan dan menjadikan tikai-konflik masa lalu sebagai pembelajaran berharga agar tidak terulang.

Penanda untuk terus merawat kemajemukan mutlak diperlukan. Basis ini mengalamatkan urgensi bahwa/memang konflik tidak bisa dihindari, tetapi sekaligus resolusi konflik pun mesti dicari/diupayakan. Orang Ambon punya prinsip hidup atas keberbedaan yang menyatukan dengan adagium Katong samua basudara. Sedangkan Orang Sukabumi berprinsip reugreug pageuh, repeh rapih, kacai jadi saleuwi kadarat jadi salegok: hidup ingin selalu damai dan tentram dengan siapa pun, tidak memedulikan latar belakang; sehingga saling menyayangi. 

Lewat bukunya, Humankind: A Hopeful History, Rutger Bregman menyimpulkan bahwa manusia meski dalam perjalanan hidupnya diwarnai saling tikai dan menegasikan, tetapi secara fitrah, manusia adalah makhluk yang cinta damai. Sedangkan masyarakat Indonesia merupakan kumpulan aneka suku, etnis, dan beragam agama/kepercayaan. Masing-masing identitas kesukuan mempunyai sebentuk kearifan lokal sebagai khazanah bangsa untuk kemudian bisa saling jumpa-menghargai. Tidak patut menganggap sukunya paling maju dan suku lain  terbelakang. 

Warna-warni masyarakat Indonesia seyogianya menjadi kesadaran kolektif bersama  merawat modal besar ini dari ancaman konflik. Para bijak bestari memberikan resep mujarab mewujudkan kelanggengan ikatan perdamaian. Tak ada cara lain selain lebih banyak melihat hamparan persamaan ketimbang mencari-cari titik-titik perbedaan. Bakda Idul Fitri, jiwa-jiwa bersih mesti dijaga dari kotoran hasutan dan debu provokasi. Berfitrah damai alias menjadi manusia yang senantiasa mengedepankan laku lampah damai sembari mengikis nuansa kebencian-permusuhan. 

  

Tags: damaiHalal bi HalalIdul FitriKerukunan BeragamaperdamaianRekonsiliasiSARA
Previous Post

Tidurnya Orang-Orang Saleh

Next Post

Politisasi Agama di Era Post-Truth

Muhammad Itsbatun Najih

Muhammad Itsbatun Najih

RelatedPosts

Darurat Literasi Islam yang Ramah Islamic Book Fair
Kolom

Darurat Literasi Islam yang Ramah

12/08/2022
thumbnail bulletin jum'at al-wasathy
Bulletin

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 037

12/08/2022
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan
Kabar

Jelang 2024, MUI: Tolak Politisasi Agama dan Politik Identitas

10/08/2022
bulletin jum'at
Bulletin

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 036

05/08/2022
muharram
Kolom

Tradisi Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram

01/08/2022
Bulletin Jum'at Al-Wasathy
Bulletin

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 035

29/07/2022
Next Post
Post Truth

Politisasi Agama di Era Post-Truth

Life Skills

Penguatan Life Skills, Mencegah Remaja Terpapar Radikalisme

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

Darurat Literasi Islam yang Ramah Islamic Book Fair

Darurat Literasi Islam yang Ramah

12/08/2022
Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar dan Ketua Umum Mathlaul Anwar KH Embay Mulya Syarief

Ormas Keagamaan Harus Ikut Masifkan Media Sosial Dengan Konten Perdamaian

12/08/2022
thumbnail bulletin jum'at al-wasathy

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 037

12/08/2022
Anwar Sanusi

Stop Perdebatan Narasi Konfrontasi Antara Pancasila dan Agama

11/08/2022
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan

Jelang 2024, MUI: Tolak Politisasi Agama dan Politik Identitas

10/08/2022

Trending Artikel

  • Pribadi Nabi Muhammad Saw Yang Introvert

    Pribadi Nabi Muhammad SAW yang Introvert

    81 shares
    Share 32 Tweet 20
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    62 shares
    Share 25 Tweet 16
  • Cara Islam Mengatasi Rasa Insecure

    53 shares
    Share 21 Tweet 13
  • Disebut Jokowi di Pengukuhan PBNU, Ini Profil Ainun Najib

    49 shares
    Share 20 Tweet 12
  • Definisi Dai, Ustadz, Mufti, Murobbi dan Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.