Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata”Merdeka” mempunyai beberapa arti, Pertama berarti bebas dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya. Kedua, mempunyai arti tidak terkena atau lepas dari tuntutan. Ketiga tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu.
Dari penjelasan arti yang pertama menjadi jelas bahwa bangsa Indonesia sudah lepas dari penjajahan atau imprialisme dari Negara lain. Namun bila ditinjau dari arti yang kedua dan ketiga, dirasa masih sulit menghilangkan bayang-bayang atas ketergantungan terhadap pihak lain, seperti dalam urusan sosial, ekonomi, keamanan, dan sebagainya.
Untuk mewujudkan sebuah kemerdekaan dari penjajahan, membutuhkan pengorbanan, mulai fisik, materi, bahkan nyawa taruhannya.
Semua elemen anak bangsa bersatu tanpa memandang ras atau perbedaan kulit, bahkan keyakinan sekalipun, karena mereka merasa memiliki satu bangsa yang sedang dianiaya oleh para penjajah yang tak berperikemanusiaan.
Belajar dari para penjajah yang telah mengahancurkan bangsa ini, mereka membuat strategi jitu dengan menerapkan politik pecah belah atau dikenal dengan devide et impera.
Stategi ini sangat manjur karena para penjajah sadar bahwa jumlah mereka tak sebanding dengan rakyat yang ia kuasai, serta mereka menggunakan alat yang lebih canggih sesuai perkembangan zaman.
Lika-liku perjalanan menuju kemerdekaan tak semudah yang dibayangkan, bila dianalisa menggunakan kitab Hikam karya Ibnu Atho’illah al-Iskandari, terutama kaedah yang berbuyi:
مَتَى فُتِحَ لَكَ بَابُ اْلفَهْمِ فِيْ المنْعِ صَارَ اَلْمَنْعُ عَيْنُ اْلعَطَاءِ
Artinya: ketika engkau dibukakan pintu pemahaman tentang hakikat kegagalan, maka kegagalan itu berbuah sebuah kesuksesan atau keberhasilan.
Kaidah ini mengisyaratkan tentang kondisi bangsa kita sebelum merdeka, terpecah belah, kurang bersatu sebagai akibat penjajahan.