Jumat, Agustus 12, 2022
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kolom
‘id Yang Membahagiakan

‘id Yang Membahagiakan

‘Id Yang Membahagiakan

Ahmad Rusdi by Ahmad Rusdi
04/08/2020
in Kolom
0 0
0
0
SHARES
6
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Jika kita membuka kitab fiqh, biasanya ada kupasan tentang makna “Id”. Misal kitab al-Fiqh al-Manhajiy ‘ala al-Mazhab al-Imam al-Syafii atau al-Fiqh al-Syafii al-Muyassar. Kata ‘id berasal dari ‘aud‘ yang berarti kembali. Mengapa kembali? karena ‘id selalu kembali atau berulang setiap tahun (al-Fiqh al-Syafii al-Muyassar, Syaikh Wahbah al-Zuhailiy, juz 1, Dar al-Fikr, 2008, hal.284), atau karena dengan kedatangannya —umat Islam—kembali bergembira atau berbahagia (al-fiqh al-Manhaji ‘ala al-Mazhab al-Imam al-Syafii, Juz 1, dar al-‘Ulum al-Insaniyah, 1989, hal.221).

Oleh karena itulah kita sering menyebutnya hari raya, karena memang hari itu kita diperintahkan untuk merayakannya dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Yang namanya merayakan biasanya identik dengan kegembiraan. Sedangkal pengetahuan dan pengalaman, saya belum pernah tahu ada satu perayaan yang disengaja untuk merayakan kejadian yang menyedihkan. Kalau memang benar ada yang melakukannya akan terasa aneh ya?.

BacaJuga

Tradisi Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram

Hijrah Kolektif dari Narasi Kebencian dan Pemecah Belah

Kenapa Masih Ada Kekerasan Seksual di Pesantren?

Kehadiran Islam di dunia ini adalah untuk memberikan keselamatan dan kebahagiaan bagi umatnya di dunia dan juga di akhirat. Karena itulah agama Islam sangat memperhatikan aspek ini. Semua ibadah yang dilakukan—bila kita renungkan lebih dalam—sejatinya megantarkan umat Islam ke arah sana. Apakah itu kebahagiaan yang terkait dengan individu umat Islam melalui ibadah individualnya, maupun kebahagiaan sebagai dampak dari ibadah sosial yang dilakukannya. Hanya memang tidak semua umat Islam bisa langsung merasakan kebahagiaan dalam semua rangkaian ibadah yang dilakukannya di dunia ini. Hal tersebut tergantung pada tingkat ketakwaan, keikhlasan, kekhusyuan dan pemahaman keislaman pada masing-masing individu muslim.

Oleh karenanya kita tidak perlu heran bila ada orang yang sholat ia merasa tidak betah apalagi bila berjamaah dengan imam yang agak lama yang sebenarnya bagi orang kebanyakan ya biasa saja, tapi bagi dia sholat itu seperti beban berat yang ada dipundaknya, jadi dia tidak menikmatinya dan tidak bahagia. Begitu pula ibadah puasa, saat Ramadhan datang, ada yang mengeluh: “ kok udah Ramadhan lagi, perasaan baru banget…udah puasa lagi.”. Bila sudah seperti itu kondisinya bagaimana ia akan bahagia dengan ibadahnya. Meskipun demikian, nanti ketika id —saya yakin— ia termasuk orang yang bergembira atau berbahagia, walaupun puasanya bolong-bolong dan sholat lima waktunya lebih banyak tidaknya, apalagi tarawihnya. Nah itulah indahnya ‘id yang membawa suasana kegembiraan dan kebahagiaan pada siapa saja, meski tidak puasa dan sholat. He he.

Belajar dari ‘id yang memberikan kegembiraan dan kebahagiaan dengan kehadirannya, sejatinya kita umat Islam bisa melakukan hal tersebut. Kehadiran kita hendaknya bagaikan id buat orang lain, yaitu bisa memberikan rasa gembira dan bahagia kepada orang lain. Pelaksanaan ‘id apakah itu ‘id al-fithri atau ‘id al-adha tidak bisa dilepaskan dari amaliyah yang membuat orang lain gembira dan bahagia terutama fakir miskin.

Sebelum ‘id al-fithri kita diperintahkan untuk berzakat fitri dan sebelumnya dianjurkan untuk memperbanyak sedekah di bulan Ramadhan, dan saat ‘id al-adha kita juga diperintahkan untuk berbagi dalam bentuk hewan kurban sehingga bisa memberikan kegembiraan dan kebahagiaan pada orang lain. Itulah indahnya ajaran Islam yang mengajak kita untuk tidak gembira dan bahagia sendirian tapi mengajak orang lain untuk bergembira dan berbahagia bersama.

Kita bisa belajar dari suri tauladan kita, Rasulullah SAW. Dimana saat beliau sudah bertemu Rabb-nya di sidratul muntaha, yang sesungguhnya merupakan kebahagiaan yang tiada tara bagi seorang hamba Allah saat berjumpa dengan Rabb-nya—bukankah kebahagiaan yang paling indah nanti di akhirat saat kita bertemu dan memandang Allah SWT, Wujuhun Yawmaidzin Nadhirah ila Robbiha Nazhirah—, tapi beliau kembali ke dunia untuk mensyiarkan risalahnya untuk mengajak umat manusia memperoleh kebahagiaan. Dan memang begitulah Rasulullah SAW, beliau sangat tidak ingin umatnya megalami penderitaan.

لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. ( Q.S. al-Taubah : 128).

Begitulah akhlak Rasulillah SAW yang selalu ingin memberikan kebahagiaan dan tidak ingin umatnya mengalami penderitaan. Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, RA Rasulullah SAW juga juga memotivasi kita untuk bisa memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan kepada sesama.

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا

“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.” (HR. Thabrani)

Di akhir renungan, sama-sama kita ketahui dan fahami bahwa setelah ‘Id al-Adha ada rangkaian hari Tasyriq (تشريق) selama tiga hari, hari yang kita masih diperkenankan untuk melakukan pemotongan hewan kurban. Kata “tasyriq” berasal dari “Syaraqo” (شرق) yang dalam derivasi katanya memiliki beragam arti antara lain membikin dendeng, menyinari dan bersinar atau bercahaya. Dari rangkaian makna kata tersebut pada hari ‘id al-adha ini kita diharapkan bisa menyinari orang-orang yang membutuhkan dengan berbagi daging hewan kurban kepada mereka sehingga mereka bisa membuat dendeng atau yang semisalnya dan dengan demikian hati dan wajah kita yang memberi dan mereka yang menerima bersinar dan bercahaya karena bergembira dan berbahagia.

أَسْعَدُ النَّاسِ مَنْ اَسْعَدَ النَّاسَ

“orang yang paling bahagia adalah orang yang membahagiakan orang lain.”

Wallahu a’lam bi al-Showab.
Semoga Bermanfaat.

Previous Post

Menjadi Muslim yang Cinta Tanah Air

Next Post

Ikhlas atau Ridho

Ahmad Rusdi

Ahmad Rusdi

RelatedPosts

muharram
Kolom

Tradisi Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram

01/08/2022
hijrah
Kolom

Hijrah Kolektif dari Narasi Kebencian dan Pemecah Belah

28/07/2022
kekerasan seksual
Kolom

Kenapa Masih Ada Kekerasan Seksual di Pesantren?

26/07/2022
ukhuwah wathaniyah
Kolom

Pentingnya Ukhuwah Wathaniyah di Bumi Indonesia

18/07/2022
perempuan bercadar
Kolom

Perempuan Bercadar di Indonesia Tak Semuanya Eksklusif

04/07/2022
pendidik
Kolom

Menegaskan Kembali Peran dan Tanggung Jawab Seorang Pendidik

29/06/2022
Next Post
Ikhlas Atau Ridho

Ikhlas atau Ridho

Pelajaran Agama Islam, Untuk Apa?

Syeh Nawawi Al Bantani Diuji Keberaniannya Saat Hendak Mengarang Kitab Tafsir Marah Labid

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

thumbnail bulletin jum'at al-wasathy

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 037

12/08/2022
Anwar Sanusi

Stop Perdebatan Narasi Konfrontasi Antara Pancasila dan Agama

11/08/2022
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan

Jelang 2024, MUI: Tolak Politisasi Agama dan Politik Identitas

10/08/2022
Musdah Mulia

Kikis Intoleransi, Jangan Ada Lagi Pemaksaan Jilbab di Sekolah

07/08/2022
bulletin jum'at

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 036

05/08/2022

Trending Artikel

  • Pribadi Nabi Muhammad Saw Yang Introvert

    Pribadi Nabi Muhammad SAW yang Introvert

    81 shares
    Share 32 Tweet 20
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    62 shares
    Share 25 Tweet 16
  • Cara Islam Mengatasi Rasa Insecure

    53 shares
    Share 21 Tweet 13
  • Disebut Jokowi di Pengukuhan PBNU, Ini Profil Ainun Najib

    49 shares
    Share 20 Tweet 12
  • Definisi Dai, Ustadz, Mufti, Murobbi dan Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.