Hal-hal pokok dalam Islam tidak pernah berubah. Apa yang ada dalam al-Qur’an dan hadist Nabi adalah kebenaran, tak pernah mengalami perubahan. Karena ia adalah absolut (qath’i). Mengubah kedua sumber tersebut adalah kesalahan besar.
Tetapi, tafsir atau interpretasi terhadapnya terus mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan ruang dan waktu. Ia bersifat relatif (dhanny). Di bidang tafsir, kita memiliki beragam jenis kitab tafsir yang antara satu dengan lainnya tak pernah sama persis. Di bidang hukum Islam atau fikih, kita juga memiliki –sekurang-kurangnya—4 madzhab (aliran) yang berbeda-beda; Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal. Karena bersifat relatif, tak ada satu tafsir yang lebih benar dari tafsir lainnya.
Cara mempelajari Islam pun berkembang. Di masa Nabi SAW, Islam diajarkan langsung oleh Nabi melalui metode hafalan dan persaksian (pengamatan) langsung terhadap perilaku Nabi yang belakangan berbentuk hadist dan sunnah. Ketika Nabi SAW. menerima wahyu, para sahabat diminta untuk menghafalkannya dan menuliskannya. Sebagai panutan dan pedoman, apa yang didengarkan dan dilihat dari Nabi adalah menjadi sumber hukum yang harus dipatuhi. Melalui pendengaran dan penglihatan sahabat terhadap nabi itulah yang kemudian disebut sebagai hadist.
Seiring dengan perkembangan zaman, muncullah masalah-masalah baru yang sebelumnya belum pernah ada di masa nabi. Dengan tetap berpegang teguh kepada kedua sumber tersebut, para sahabat melakukan terobosan berupa ijtihad sehingga masalah-masalah baru dapat dipecahkan.
Islam terus semakin menyebar ke belahan dunia lainnya. Orang-orang yang mempelajari Islam pun makin banyak. Ilmu-ilmu dalam keislaman pun terus berkembang pesat. Transmisi pengetahuan yang paling massif saat itu melalui tulisan yang tersebar ke dalam sejumlah literatur tentang keislaman yang orang pesantren menyebutnya kitab kuning, sebuah buku yang menggunakan kertas berwarna kecil, menggunakan Bahasa arab tanpa harokat. Itu adalah satu-satunya sumber ilmu pengetahuan saat itu.
Belakangan ini, sumber ilmu pengetahuan tak lagi terpusat ke dalam format teks berupa tulisan dalam buku dan kitab-kitab, melainkan juga berupa format video, foto dan bentuk multimedia lainnya. Akibatnya, dalam mengajarkan dan mempelajari Islam tidak bisa hanya berpatokan kepada satu format sumber belajar. Melainkan harus menggunakan segala bentuk format yang memudahkan seseorang belajar.
Terlebih, generasi Z ini memiliki karakteristik belajar yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Karena itulah, penting kiranya mengetahui bagaimana karakteristik generasi Z, dan bagaimana memanfaatkan sumber belajar tersebut secara maksimal.
Karena itulah, bagian ini mengulas tentang 1) Ciri dan karakteristik generasi Z, 2) Bagaimana mengajarkan Islam kepada Gen-Z ini dengan memanfaatkan sumber belajar sehingga dalam mempelajari Islam tidak terkesan menoton dan membosankan tetapi mengasyikkan dan bermakna sekaligus.
Ciri dan Karakteristik
Adalah Karl Mannheim melalui bukunya yang berjudul The Problem of Generation yang mula-mula memperkenalkan teori generasi. Menurutnya, setiap manusia akan saling mempengaruhi dan membentuk karakter yang cenderung sama karena menghadapi dan melewati sosio-sejarah yang sama. Artinya, manusia yang mengalami perang Dunia I akan berbeda karakternya dengan manusia yang menghadapi perang dunia II. Begitu seterusnya.
Dari teori inilah, para sosiolog Amerika Serikat membagi generasi manusia ke dalam beberapa generasi yang didasarkan pada waktu lahirnya. Generasi Era Depresi, Generasi Perang Dunia II, Generasi Pasca-PD II, Generasi Baby Boomer I, Generasi Baby Boomer II, Generasi X, Generasi Y alias Milenial, lalu Generasi Z.
Kesalahpahaman terjadi ketika kita menganggap bahwa setiap manusia yang lahir pada tahun tertentu kemudian pasti menjadi kelompok generasi tertentu. Misalnya, generasi yang lahir di rentang 1977-1995 pasti dianggap generasi millennial. Kenapa dianggap kesalahan, karena ia hanya mengidentifikasi berdasarkan tahun lahir bukan pada sosio-sejarah yang membentuknya.
Jika kita konsisten pada teori generasi di atas bahwa pembagiannya berdasarkan pada sosio-sejarah yang membentuk, maka seseorang yang lahir pada periode 1997-1995 di satu negara tertentu akan berbeda karakteristiknya dengan di negara yang lain. Misalnya, sama-sama lahir pada periode 1996-2010, anak yang lahir dengan di pedesaan yang sangat terbelakang dengan anak yang lahir di perkotaan yang sudah maju, hasilnya akan berbeda.
Singkatnya, pembagian generasi tersebut tidak serta hanya berdasarkan pada waktu lahir, tetapi juga harus memperhatikan sosio-sejarah pembentuknya, sehingga tidak perlu generalisasi. Untuk itu, generasi Z tidak cukup hanya dicirikan berdasarkan tahun lahir, melainkan juga sosio-historis yang dihadapinya. Salah satu ciri yang sangat kuat dari generasi Z adalah akses dan ketergantungan terhadap teknologi, gadget dan pelacakan informasi secara acak. Mereka bukan generasi yang secara tekun membaca suatu narasi melalui buku-buku cetak. Sebaliknya, mereka lebih enjoy terhadap informasi yang bertebaran di dunia internet, terutama yang berbentuk visual dan gambar.
Mari kita fokus kepada generasi Z yang sedang kita hadapi di kelas-kelas di mana kita mengajar. Seperti apa karakteristik mereka? Secara sederhana, mereka memiliki karakteristik
- Multi-Tasking. Generasi Z ini dapat mengerjakan beberapa pekerjaan secara bersamaan, mereka bisa mengetik di laptop sembari mendengarkan lagu dari internet, mengakses media sosial melalui gawai, mencari referensi penting untuk menyelesaikan tugas, dan menonton TV.
- Teknologi. Mereka adalah generasi yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap teknologi, terutama berbasis internet. Rata-rata per hari mereka bisa menghabiskan waktu 3-5 jam untuk mengakses media sosial.
- Terbuka. Berkat media sosial tersebut, mereka adalah generasi yang terbuka terhadap hal-hal baru, suka penasaran terhadap kebaruan termasuk mencoba hal-hal baru.
- Audi-visual. Mereka adalah generasi yang lebih menikmati audio dan visual ketimbang teks tulisan, sehingga gambar, video, grafis dan bentuk audio-visual lainnya lebih disukai.
- Kreatif. Banyaknya informasi yang didapatkan melalui gadget yang dimilikinya, menjadikan mereka sebagai sosok yang kreatif.
- Inovatif. Mereka adalah sosok yang tidak puas dengan keadaan hari ini, karena itulah, ia berusaha untuk memunculkan inovasi-inovasi yang dapat mempermudah hidupnya.
- Kritis. Dengan teknologi digenggamannya, mereka dapat mengakses beragam informasi secara acak, sehingga menjadikan mereka kritis dalam membaca sesuatu karena sumber yang dibaca tidak pernah tunggal.
- Kolaborasi. Di tangan mereka, era kompetisi seakan berakhir. Mereka lebih menikmati kolaborasi sesama generasi mereka untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Karena ciri dan karakteristiknya yang demikian, menghadapi generasi Z tidak bisa sama dengan menghadapi generasi sebelumnya. Para guru atau dosen seringkali mengeluh dan membandingkan apa yang dialaminya dulu sewaktu Sekolah dengan siswa yang dihadapinya. Mereka seringkali lupa bahwa zaman terus bergerak, dan kita seringkali gagap untuk mengikuti perkembangan zaman tersebut.