Beberapa waktu terakhir, publik Indonesia digegerkan dengan kemunculan sebuah Ormas Islam bernama Khilafatul Muslimin. Kelompok ini akhir Mei lalu menyita perhatian banyak kalangan karena melakukan konvoi sambil mengibarkan bendera dan membawa poster bertuliskan “Sambut kebangkitan Khilafah Islamiyyah,” di beberapa kawasan Jakarta. Sontak, tindakan mereka menuai atensi publik. Ada yang menganggap itu tindakan biasa saja. Ada pula yang mempermasalahkan.
Mereka yang biasa saja menilai apa yang dilakukan Khilafatul Muslimin wajar sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam negara demokrasi. Sedangkan mereka yang mempermasalahkan memandang tindakan tersebut berbahaya karena apa yang dikampanyekan Khilafatul Muslimin bertentangan dengan Pancasila.
Mana pendapat yang benar biarkan publik dan hukum yang menilai sendiri. Satu hal yang pasti, polisi kini telah menangkap beberapa pimpinan Khilafatul Muslimin, seperti Abdul Qadir Hasan Baraja dan beberapa lainnya. Fakta hukum dalam persidangan yang nantinya akan membuktikan apakah memang kelompok ini berbahaya atau tidak bagi eksistensi Indonesia sebagai negara Pancasila.
***
Beriringan dengan ramainya perbincangan mengenai Khilafatul Muslimin di media sosial, berhembus desas-desus bahwa kehadiran kelompok ini merupakan upaya untuk menyambut kebangkitan Khilafah Islamiyah yang ke 100 tahun. Para anggota Khilafatul Muslimin disinyalir percaya kalau di tahun 2024 akan segera lahir Khilafah Islamiyah yang bakal membawa kesejahteraan dalam kehidupan umat Islam.
Mengapa 2024 yang dijadikan patokan? Menurut kabar yang beredar, 2024 dipilih karena angka tersebut bertepatan dengan momentum 100 tahun keruntuhan Turki Usmani sebagai Khilafah Islamiyah terakhir di muka bumi. Para aktivis Khilafatul Muslimin meyakini bahwa berbarengan dengan 100 tahun keruntuhan Turki Usmani itu, Khilafah Islamiyah yang selama ini terkubur akan bangkit kembali dan jalan untuk kebangkitan ada di Indonesia.
Narasi demikian sebenarnya aneh dan problematik. Pasalnya, mendirikan Khilafah bukanlah perkara sederhana. Butuh perencanaan matang dan sumber daya pendukung yang tidak sedikit untuk mewujudkan Khilafah. Sejarah mencatat bahwa pendirian pemerintahan Islam dalam dinamika sejarah peradaban tidaklah dilalui dengan mudah. Butuh waktu sekian lama untuk sampai berhasil mendirikan Khilafah Islamiyah. Artinya cita-cita untuk mendirikan Khilafah tidak bisa dijalankan dengan sekejap semudah membalikkan telapak tangan.
Ketika Khilafatul Muslimin bermimpi di tahun 2024 akan berdiri Khilafah baru sebagai pengganti Turki Usmani, hal demikian tak ubahnya mimpi di siang bolong. Sangat tidak masuk akal Khilafah dapat berdiri dalam tempo dua tahun bila dikontekstualisasikan dengan kenyataan yang ada.
Penelitian yang dilakukan Penelitian Pusat Pengkajian Islam, Demokrasi dan Perdamaian (PusPIDeP), Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2019 lalu menunjukan bahwa tidak seluruh umat Islam Indonesia setuju dengan Khilafah.
Dalam riset yang kemudian dimuat dalam buku Ulama dan Negara Bangsa: Membaca Masa Depan Islam Politik di Indonesia (2019), dikatakan bahwa 71,56 persen ulama atau tokoh muslim Indonesia menerima konsep negara-bangsa di Indonesia. Sementara mereka yang menolak hanya berjumlah 16,44 persen dan sisanya tidak teridentifikasi.
Sebagaimana jamak diketahui, dalam kehidupan umat Islam Indonesia, ulama menempati kedudukan yang tinggi. Ulama menjadi penyokong sekaligus penentu arah kehidupan umat muslim. Artinya suara ulama bisa dibilang menjadi representasi suara umat Islam secara keseluruhan.
Karena itulah hasil riset di atas menjadi penting untuk menjadi gambaran nyata pandangan umat Islam Indonesia secara umum tentang Khilafah. Ketika mayoritas para ulama menerima negara bangsa sebagai bentuk negara Indonesia, secara tidak langsung konsep Khilafah Islamiyah dengan segala variasinya, entah yang model Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atau Khilafatul Muslimin tertolak dengan sendirinya di tanah air.
Berangkat dari kondisi di atas, klaim Abdul Qadir Hasan Baraja dan pengikutnya yang optimis bahwa Khilafah akan tegak di Indonesia di tahun 2024 menjadi sesuatu yang tidak berdasar. Mayoritas Umat Islam Indonesia pada faktanya tidak setuju apabila Khilafah diterapkan di Indonesia..