Islamina.id – Bulan Muharram ialah bulan yang penuh dengan berkah. Menjadi awal perjalanan tiap muslim mengarungi tahun baru, Muharram menyimpan pelbagai keistimewaan tersendiri. Tak pelak di dalamnya juga sering kita jumpai kisah-kisah unik nan magis dari ulama salaf terkait bulan pertama dalam sistem kalender hijriah tersebut. Terutama hari istimewa yang menjadi salah satu hari di mana umat Islam mengenangnya sebagai hari sejuta kisah.
Ya, hari tersebut adalah hari Asyura. Peristiwa seperti diselamatkannya Nabi Nuh As dan kaumnya dari banjir bandang, diselamatkannya Nabi Musa As dan kaumnya dari kejaran Fir’aun ataupun kisah-kisah lainnya. Kali ini saya akan mengisahkan sebuah cerita tentang pengorbanan seorang fakir pada hari Asyura yang sampai-sampai membuat bidadari tersipu malu.
Kisah Athiyah bin Khalaf
Alkisah, di Mesir hiduplah seorang pedagang kurma bernama Athiyah bin Khalaf. Ia termasuk saudagar kaya di kotanya. Namun, karena suatu kondisi ia mengalami kebangkrutan. Membuatnya menjadi seorang fakir yang tidak mempunyai apapun kecuali sehelai kain yang ia kenakan.
Pada suatu hari, kebetulan hari tersebut bertepatan dengan tanggal 10 Muharram, hari Asyura. Athiyah melaksanakan shalat shubuh di Masjid Amr bin ‘Ash. Dan kebetulan pula, diantara kebiasaan masjid tersebut perempuan diberi hak istimewa pada hari Asyura. Masjid tersebut hanya boleh diisi oleh perempuan tatkala hari Asyura tiba untuk berdoa.
Athiyah menyendiri dari keramaian masjid. Ketika di saat yang sama datanglah seorang perempuan membawa beberapa anak.
Perempuan itu berkata: “Wahai tuanku, demi Allah tolonglah aku, berilah aku sesuatu untuk memberi makan anak-anak ini. Mereka telah ditinggal wafat oleh ayah mereka dan tidak meninggalkan harta. Aku adalah Syarifah dan aku tidak tahu harus pergi ke siapa untuk meminta bantuan. Hari ini aku keluar karena keadaan yang memaksaku”.
Kemudian dalam hati, Athiyah membenak: “Aku tidak memiliki apapun selain kain yang aku pakai ini. Jika aku berikan bajuku ini maka auratku akan terbuka. Jika aku tolak, apa alasanku ketika bertemu Nabi Muhammad Saw nanti”.
Athiyah berkata kepada fulanah: “ Baik bu, mari ikuti aku. Aku ingin memberi sesuatu”. Fulanah mengikuti Athiyah ke rumah dan menghentikannya ketika tepat di depan pintu rumah. Athiyah masuk melepas baju, mengambil kain hordeng pintu dan menjadikannya sarung. Kemudian ia memberikan bajunya kepada fulanah dari celah pintu itu.
“Semoga Allah memakaikanmu pakaian dari perhiasan-perhiasan surga, terima kasih atas pemberiannya”, perempuan tersebut berdoa untuk Athiyah. Athiyah merasa senang sebab doa yang dipanjatkan perempuan tersebut. Lalu ia mengunci pintu, masuk rumah, berdzikir hingga larut malam dan tertidur.
Athiyah bin Khalaf Bermimpi bertemu bidadari
Dalam tidurnya ia bermimpi bertemu bidadari yang cantik nan rupawan. Ia tidak pernah melihat perempuan yang secantik bidadari tersebut sebelumnya. Sang bidadari membawa buah apel yang wanginya semerbak mengisi langit dan bumi. Bidadari tersebut membelahnya menjadi dua kemudian muncul darinya beberapa perhiasan surga. Sang bidadari kemudian mengalungkan perhiasan tersebut kepada Athiyah dan mendudukan Athiyah di pangkuannya.
“Siapa engkau”, tanya Athiyah. Sang bidadari tersipu malu dan berkata dengan lirih: “Aku adalah Asyura, istrimu di surga”, jawab sang bidadari. “Bagaimana aku bisa memperolehnya” ujar Athiyah. “Sebab doa yang dipanjatkan perempuan yang engkau santuni anak-anaknya kemarin” bidadari menimbalinya.
Kemudian Athiyah terbangun dari tidurnya dalam keadaan diliputi kebahagiaan. Aroma wangi masih tercium di rumahnya. Ia berwudhu dan melaksanakan shalat dua rakaat sebagai wujud syukur atas apa yang ia alami. Athiyah mengangkat matanya ke langit dan berkata: “Wahai Tuhanku, jika memang mimpiku benar dan perempuan tersebut ialah istriku di surga maka segeralah engkau ambil diriku”. Belum selesai Athiyah memanjatkan doa, dikabulkanlah doanya tersebut.
Kisah tersebut merupakan satu diantara banyak kisah yang menceritakan keberkahan Asyura. Semoga kita termasuk yang mendapatkan keberkahannya. Amiin
(Kisah tersebut disadur dari kitab Irsyad al-Ibad karya Syekh Zain ad-Din Al-Malibari).