Pernah mendengar ada dua saudara yang bertengkar dan berakhir dengan pertumpahan darah? Atau, seorang anak yang menuntut orangtuanya ke pengadilan karena masalah harta warisan? Ya, berita semacam itu sering kali berseliweran menghiasi pemberitaan media massa. Harta warisan sering kali menjadi perantara putusnya silaturahmi antara dua saudara, bahkan antara anak dan orangtua.
Sebagai agama yang senantiasa menjunjung nilai-nilai kemaslahatan, Islam mengatur segala sendi kehidupan dan berbagai masalah yang menyertainya, termasuk harta warisan yang ditinggalkan orangtua. Masalah pembagian warisan telah diatur sedemikian rupa dan harus diimplementasikan dengan baik dan adil sesuai tuntutan syariah.
Dalam kitab Al-Mawaris fi Syari’ah al-Islamiyah, Muhammad Ali ash-Shabuni menjelaskan dengan lengkap masalah pembagian warisan yang sesuai syariat Islam. Kitab ilmu waris ini penting dipelajari agar kita bisa mengetahui dan mempraktikkan ilmu waris dengan baik.
Dalam Al-Quran Surat an-Nisa’ ayat 11 dijelaskan, “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan, jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan)….”
Petikan surat an-Nisa’ ayat 11 di atas adalah salah satu ayat yang membahas tentang pembagian waris. Dalam ayat lain juga disebutkan yakni an-Nisa’ ayat 12 dan 76.
Dalam ayat-ayat waris di atas, Al-Quran dengan begitu gamblang menjelaskan bagian setiap ahli waris yang berhak mendapatkan warisan. Juga memberi petunjuk tentang besar warisan yang didapat setiap ahli waris beserta syarat-syaratnya. Hal itu agar tidak ada konflik atau masalah yang terjadi karena harta warisan.
Pentingnya Belajar Ilmu Faraid
Ilmu waris adalah salah satu cabang ilmu hukum yang penting dipelajari. Hal ini penting agar semua orang tahu hak-hak yang diperoleh jika ada keluarga atau kerabat yang meninggal dunia. Jika tidak diatur hukum, tidak tertutup kemungkinan warisan bisa menjadi masalah dan perselisihan di antara keluarga ahli waris.
Pentingnya membelajari ilmu faraid ini dijelaskan dalam hadis Rasulullah Saw., “Pelajarilah ilmu faraid serta ajarilah orang-orang ilmu itu karena aku adalah orang yang akan direnggut (mati), sedang ilmu itu bakal diangkat dan fitnah akan bermunculan, sehingga bertengkar dua orang tentang pembagian warisan, lalu mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup melerai mereka.”
Apa yang dikhawatirkan Nabi Muhammad, sebagaimana tersirat di dalam hadis di atas, sudah sering terjadi di zaman sekarang. Tak sedikit konflik terjadi karena harta warisan yang tidak diberikan secara adil dan sesuai aturan syariah.
Hak Anak Laki-laki dan Perempuan
Bagi sebagian orang, adil berarti sama. Termasuk dalam hal warisan yang harus diserahkan kepada ahli waris. Padahal, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran, perempuan mendapat setengah dari bagian laki-laki. Artinya, laki-laki berhak mendapatkan bagian lebih banyak.
Jika ditelisik, syariat Islam membedakan keduanya dalam masalah waris karena adanya hikmah yang sangat banyak. Hikmah yang perlu direnungkan agar kita memahami mengapa laki-laki mendapatkan lebih banyak dari perempuan.
Ada beberapa alasan yang perlu diketahui dan ini penting untuk dipahami bersama agar tidak ada kesalahpahaman perihal hak waris.
Pertama, biaya dan kebutuhan hidup perempuan telah dijamin. Kewajiban menafkahinya dibebankan kepada anak laki-laki, ayah, saudara laki-laki, atau kerabatnya yang lain. Kedua, perempuan tidak dibebani menafkahi siapa pun, berbeda dari laki-laki yang dibebani kewajiban menafkahi keluarga, sanak saudara, dan orang-orang yang diwajibkan untuk dinafkahi olehnya. Ketiga, jumlah nafkah yang harus dikeluarkan laki-laki lebih gemuk dan kewajiban-kewajiban finansialnya lebih banyak sehingga kebutuhan akan harta jauh lebih besar daripada perempuan.
Dari beberapa uraian di atas begitu jelas bahwa kebutuhan hidup dan kewajiban mengeluarkan harta jauh lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Perbedaan pembagian warisan tidak seharusnya menjadi masalah apalagi pertengkaran yang tidak ada ujung. Syariat Islam telah mengatur pembagian warisan, dan umat harus bisa menerima segala peraturan yang ditetapkan sesuai ajaran syariah.
Masalah ini diperjelas dalam firman Allah Swt, “(Tentang) orangtuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.”
Ada banyak pembahasan perihal warisan dalam kitab ini yang dijelaskan dengan lengkap dan pembahasan yang mudah untuk dipahami. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Turos (2022) dengan judul Al-Mawaris fi Syariah: Bagi Waris Nggak Harus Tragis. Selain membaca kitab asli, mungkin kita juga perlu membaca versi terjemahannya untuk lebih memahami hal-hal yang dianggap sulit di dalam kitab aslinya.
Baca Juga: Dialektika Fikih dan Hukum Positif tentang Pencatatan Nikah