Baru-baru ini, netizen di Tanah Air dihebohkan dengan tayangan Layangan Putus. Film berseri dari sebuah aplikasi pemutar film tersebut menyedot perhatian banyak orang karena mengisahkan tentang pengkhianatan seorang suami dalam rumah tangga. Seorang istri yang sabar harus menerima kenyataan bahwa suaminya telah memilih wanita lain untuk dijadikan istri kedua.
Kisah Layangan Putus sebenarnya sempat viral di media sosial beberapa tahun lalu. Kisahnya yang dimuat bersambung di Facebook membuat banyak orang penasaran, siapa sebenarnya di balik kisah memilukan tersebut. Netizen ternyata cerdas. Meskipun postingan sempat dihapus, netizen sudah mengetahui siapa di balik kisah tersebut.
Pernikahan adalah penyatuan dua manusia yang memiliki karakter berbeda. Tak heran jika akan ada riak-riak masalah yang menyertai kehidupan rumah tangga seseorang. Perselisihan demi perselisihan akan terjadi sehingga, menyebabkan pertengkaran-pertengkaran kecil yang menyelingi romantisme sebuah rumah tangga.
Nabi Muhammad Saw. adalah pribadi yang layak menjadi teladan bagi siapa pun yang memimpin sebuah keluarga. Selain dikenal sebagai pemimpin negara yang sukses, Rasulullah juga dikenal sebagai pemimpin keluarga yang berhasil mendamaikan perselisihan di antara istri-istrinya. Beliau adalah pribadi yang bijak dan adil dalam menggauli istri-istrinya.
Nizar Abazah (2014) menyatakan, hari-hari Rasulullah dibagi sama rata untuk semua istrinya. Beliau tidak ingin di antara mereka ada yang mendapat jatah lebih banyak dibanding yang lain, baik dalam hal nafkah maupun pergaulan. Di samping adil dalam segala urusan hidup, beliau juga adil dalam urusan membagi cinta kepada mereka. Beliau berusaha agar masing-masing dari mereka merasakan sentuhan yang sama dari beliau dalam urusan cinta.
Nabi tinggal bersama masing-masing istrinya tanpa dibeda-bedakan. Saking cermatnya keadilan beliau, sampai-sampai kalau mau bepergian atau berperang, beliau mengundi mereka. Siapa yang anak panahnya keluar, dialah yang berhak ikut bersama beliau.
Tulisan ini tidak bermaksud “mendikte” orang-orang yang berpoligami, sebagaimana banyak terjadi di kalangan para tokoh atau publik figur yang pernah viral. Tetapi, agar kita bisa mencontoh pribadi Nabi Muhammad dalam menjalani kehidupan rumah tangga yang tak akan lepas dari berbagai permasalahan.
1. Menyikapi Perselisihan
Rumah tangga adalah bagian dari kehidupan kecil seseorang. Akan ada perselisihan dan pertengkaran yang senantiasa menyertai kehidupan rumah tangga. Namun, perselisihan yang ada bukan berarti harus dibesar-besarkan sehingga melahirkan keputusan yang dibenci oleh Allah Swt.: perceraian. Sekecil apa pun masalah rumah tangga, harus bisa dihadapi dan dicarikan solusinya.
Konon, Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra pernah terdengar berselisih sehingga Ali menjauhi istrinya dan tidur di Masjid Nabawi. Namun, Nabi Saw., sang mertua yang bijak, berhasil mendamaikan dan merukunkan mereka berdua.
Dindin M. Machfudz (2015) menyatakan bahwa, pada perkawinan jilid kedua Nabi Muhammad, rumah tangga beliau juga mengalami pasang surut atau riak-riak, termasuk munculnya blok-blokan antara kelompok istri berusia muda dan kelompok istri berusia matang. Seperti antara Aisyah dan Zainab binti Jahsyi yang masih kerabat Nabi yang perkawinannya atas perintah Allah, serta antara Aisyah dengan Mariah yang melahirkan putra bungsu Nabi bernama Ibrahim.
Dari keterangan di atas begitu jelas bahwa perselisihan suami-istri itu lumrah karena perkawinan menggabungkan dua manusia dari latar belakang karakter kepribadian yang berbeda, tradisi keluarga yang berbeda, hobi berbeda, serta nilai-nilai kehidupan filosofis yang juga berbeda.
Karena itu, perselisihan yang terjadi harus bisa diredam agar pernikahan tetap langgeng. Jika setiap pasangan suami-istri berhasil menghadapi masalah dengan bijak, maka tidak akan ada kasus perceraian atau “Layangan Putus” dalam kehidupan rumah tangga.
Tetapi memang, setiap orang memiliki kapasitas yang berbeda dalam menyelesaikan suatu masalah. Ada yang berusaha tenang saat rumah tangganya diterpa masalah. Tetapi, tak sedikit yang tempramental sehingga api perselisihan semakin berkobar dan berujung pada perceraian.
2. Menjalin Komunikasi yang Baik
Perceraian yang terjadi di antara sepasang suami-istri tidak hanya disebabkan oleh perselingkuhan. Masalah-masalah kecil bisa menjadi penyebab retaknya kehidupan rumah tangga. Perselisihan dengan mertua, misalnya, jika tidak dihadapi dengan tenang, maka akan berujung pada perpisahan.
Di sinilah pentingnya komunikasi antara suami dan istri. Mengelola hubungan dan kehidupan suami-istri harus selalu diperbarui dari waktu ke waktu. Jangan sekali-sekali memandang kehidupan suami-istri sudah final atau semifinal. Dinamikanya harus selalu dikelola dan disikapi dengan cerdas, dewasa, arif, saling percaya, saling berkhidmat, kritis, serta selalu introspeksi dan mengevaluasi.
3. Hindari KDRT
Seorang suami harus bisa menjadi pemimpin rumah tangga yang baik. Istri adalah pakaian bagi suami. Layaknya pakaian, harus bisa saling menutupi kekurangan dan melengkapi ketidaksempurnaan. Jangan sampai kejelekan seorang istri menjadi konsumsi publik. Aib seorang istri, begitu pun sebaliknya, harus disimpan dengan rapi.
Nabi Muhammad adalah contoh seorang pemimpin keluarga yang senantiasa bijak menghadapi berbagai masalah yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Nabi tak pernah bersikap kasar kepada seorang pun di antara istri-istrinya. Meskipun menghukum istri diperbolehkan agama, beliau melarang sebagaimana sabdanya, “Apakah engkau tidak malu memukul istrimu? Siang kamu pukuli, malam kamu kumpuli?”
Seorang istri bukanlah manusia sempurna. Dalam kesehariannya, lazim melakukan berbagai kesalahan. Namun, tidak sepantasnya seorang suami bersikap kasar dan memukul sang istri sedemikian rupa. Dalam memberikan hukuman, Nabi Muhammad lebih memilih sanksi yang menimbulkan efek psikologis, misalnya ditinggal, lama atau sebentar, setelah tidak mempan diberi peringatan atau ditegur baik-baik. Cara ini diakui oleh ahli pendidikan sebagai terapi psikologis yang paling efektif (Nizar Abazah, 2014).
Ketika memutuskan untuk menikah, seseorang harus bisa bertanggung jawab dengan keputusannya. Seorang suami harus bisa memimpin istri dan membimbingnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Jika ada masalah harus bisa diselesaikan dengan baik. Sebagaimana dipraktekkan oleh Nabi Muhammad, kita juga harus bisa menjalani kehidupan rumah tangga dengan penuh cinta kasih sehingga mampu menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah, dan rahmah. (*)