Kitab al-Turats wa al-Tajdid ditulis oleh Hasan Hanafi (w. 2021). Ia merupakan salah satu sosok ulama berkebangsaan Mesir yang memiliki pandangan-pandangan progresif untuk menafsirkan teks. Dalam kitab tersebut terlihat Hanafi hendak mendobrak tradisi lama yang begitu abai dengan warisan intelektual dari ulama-ulama terdahulu, padahal di dalamnya tersimpan “misteri” keilmuan yang besar.
Dalam kitab ini, pada bagian pertama, Hanafi membentangkan pertanyaan menohok seputar apa itu yang dimaksud dengan al-Turats wa al-Tajdid? Dengan lihai, Hanafi memberikan definisi bahwa yang dimaksud dengan turats itu sendiri adalah segala yang sampai kepada kita yang berasal dari zaman yang mapan secara intelektual, maka hal itu secara langsung merupakan problem yang diwariskan dan juga menjadi problem bagi penerima karena sudah melalui masa yang panjang.
Menurut Hanafi yang jadi pokok permasalahan bukanlah pada konteks turats dan memperbaruinya. Sebab turats sendiri perlu diperbarui dalam rangka menjaga kontinyuitas suatu tradisi dan juga partsipatif dalam melakukan perubahan yang ada di tengah masyarakat. Pada dasarnya ia merupakan pijakan dasar sebagai halnya bertanggung jawab atas berdirinya suatu peradaban.
Oleh karena itu, pembaharuan (al-Tajdid) sama halnya melakukan penafsiran ulang terhadap turats dengan cara dan hasil yang sesuai untuk kebutuhan zaman. Pada hakikatnya, turats itu hanyalah wasilah sedangkan pembaharuan adalah tujuan yang selalu beriringan pada realitas yang selalu berkembang. Dengan demikian, adanya pembaharuan diharapkan dapat menyingkap demarkasi-dermakasi yang menghalangi perkembangan serta membuka kunci majunya peradaban.
Tawaran demikian tampaknya sangat konsisten dilakukan oleh Hanafi. Dalam karyanya yang lain, Hanafi secara spesifik menjadikan realita masyarakat sebagai starting point dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Menurutnya, dalam menafsirkan ada dua langkah yang bisa dilakukan oleh penafsirnya. Yaitu, dari teks ke peristiwa (min an-Nash ila al-Waqi’), dan dari peristiwa ke teks (min al-Waqi’ ila an-Nash).