Presiden Joko Widodo telah mengirim surat ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu yang lalu. Isi surat tersebut merupakan rekomendasi bakal pengganti Hadi Tjahjanto yang akan berakhir masa jabatannya sebagai Panglima TNI. Tersebutlah nama Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Andika Perkasa. Namun, penulis disini sekedar mengingatkan bahwa sosok Panglima TNI haruslah dari pribadi yang inklusif dan mampu menafsirkan “jiwa korsa” nya.
Setiap menjelang ada pergantian Panglima TNI, publik selalu menantikan sosok yang bakal menjadi orang nomor wahid di militer Indonesia. Jika melihat tradisi (dari era Soekarno sampai Soeharto), sejarah mencatat pucuk pimpinan TNI selalu didominasi oleh matra Angkatan Darat. Barulah era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang berani merotasi tradisi itu.
Saat itu, Gus Dur melihat selama ini TNI mengalami citra yang buruk. Adanya praktek Dwi Fungsi ABRI yang menyalahi konsepsi awal dan tuntutan reformasi menjadi beberapa hal kenapa Gus Dur berani mengambil kebijakan. Kemudian di era Gus Dur juga TNI dan POLRI dipisahkan secara instansi.
Panglima TNI yang Harus Bagaimana?
Publik yakin bahwa siapa saja yang menjadi Panglima TNI, tentu akan selalu dihormati. Di kalangan umat Muslim Indonesia khususnya, sosok Panglima TNI mempunyai tempat tersendiri di hati. Akan tetapi, dari sekian banyak Muslim Indonesia, hanya sedikit yang tak acuh perihal ini.
Masih ingat peristiwa terakhir di tahun 2020, penyerangan 67 mantan anggota TNI AD ke Polsek Ciracas. Dibalik penyerangan itu mereka beraksi atas dasar jiwa korsa. Namun, persoalan tersebut adalah kesalahan besar dari TNI yang tidak mampu menjaga profesionalisme di TNI.
Belum lagi persoalan “keracunan” ideologi luar yang membuat TNI semakin rapuh di dalam. Analisa penulis ini perlu ditimbang dan dijadikan referensi bagi Panglima TNI kedepan. Temuan selama ini yang terjadi adalah oknum TNI Muslim yang masih labil dan belum kuat dari segi moderasi beragamanya.
Banyak dari militer kita, gairah untuk belajar keagamaannya sangat tinggi. Kasus ini sudah umum, tetapi perlu diberi atensi khusus. Belajar agama tanpa menghadirkan guru agama yang kompeten, berakibat fatal.
Mudahnya untuk mengakses konten-konten Islami, merupakan hal yang wajar dalam kehidupan saat ini. Tetapi tidak ada yang sadar, konten-konten Islami mana yang dikonsumsi oleh anggota TNI tersebut. Jika konten itu dari kelompok Muslim eksklusif, bisa dikategorikan bahwa oknum TNI itu telah keracunan. Faktor ini bisa menyebabkan anggota TNI hilang wibawanya.
Penulis optimis, bahwa siapa saja Panglima TNI yang akan datang mampu menciptakan lingkungan militer yang inklusif. Persoalannya adalah terkait pemahaman keagamaan dari anggota TNI sendiri. Apakah cenderung moderat atau eksklusif yang dapat menimbulkan kontra?. Kita tunggu saja!
Baca Juga:
Karena Perempuan, Umar bin Khattab Ubah Strategi Militer
Referensi:
Abdulsalam, Husein. “Gus Dur Memelopori Rotasi Panglima TNI dari Tiap Angkatan”, artikel diakses dari https://tirto.id/cBiv
Haramain, A. M. Abdurrahman Wahid: Militer dan Politik. (Yogyakarta: LkiS 2004).
Sidik Wibowo, Ahmad. Reformasi di Militer: Studi Pengangkatan Panglima TNI pada Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2002). (Jakarta: FISIP UIN Syarif Hidayatullah, 2016).
Sukarno Putra, Adam, dkk.. “The President’s Political Policy Abdurrahman Wahid About Indonesian Military Years 1999-2001”. Jurnal Historica Vol. 3 No. 1 (2019).