Secara historis, Islam sempat berada di tampuk kejayaannya (750-1258 M) menjadi inisiator atas berkembangnya ilmu-ilmu pengetahuan. Tentunya kenyataan ini tidak dapat ditampik dari catatan sejarah. Masa tersebut dapat dikatakan sebagai genealogi pertama akan majunya ilmu pengetahuan saat ini.
Sayangnya kejayaan tersebut tidaklah berlangsung hingga kini. Kemunduran ini tampak setelah terjadinya penyerangan bangsa mongol terhadap Baghdad secara brutal dan kejam. Peristiwa tersebut telah memberikan dampak traumatis bagi kaum muslim dan awal hancurnya peradaban Islam baik secara fisik, sosial psikis dan politik.
Di sisi lain, bangsa barat mengalami kemajuan yang signifikan (renaissance) sejak abad 14 hingga 17 Masehi. Di sinilah ilmu pengetahuan subur dan mulai dikembangkan kembali. Hanya saja perkembangan ilmu pengetahuan di barat ini terlihat kurang sehat, ia lahir dari perseteruan antara ilmu pengetahuan dan agama.
Maka tak heran jika saat ini fenomena agama dan ilmu pengetahun sering kali terlihat konfrontatif, tegang dan bertolak belakang. Padahal tidak ada riwayat pertikaian antara agama dan ilmu pengetahuan yang terjadi sebelumnya di masa Islam klasik.
Pertentangan ini dimulai tatkala dominasi gereja telah memonopoli kebebasan masyarakat, hingga menimbulkan ketegangan dan diskriminasi terhadap para saintifik (inkuisisi). Pada akhirnya perseteruan itu dimenangkan oleh ilmu pengetahuan, maka dari sinilah bibit pertentangan mulai muncul ke permukaan.
Kajian Kontemporer dan Semangat Ajaran Islam
Lajunya era globalisasi telah membawa sains pada puncaknya. Hampir seluruh lini kehidupan modern tidak terlepas dari berbagai macam metodologi keilmuan. Hanya saja, sikap traumatis orang barat akan sejarahnya, berdampak pada upaya konfrontasi antara ilmu pengetahuan dan ajaran-ajaran agama pada saat ini.
Bentuk pertikaian ini membenturkan antara rasionalitas dan regionalitas. Penyanjungan mereka terhadap ilmu pengetahuan telah menutup mata terhadap dedikasi agama. Tak khayal perbincangan antara keduanya menjadi semakin rumit dan sengit.
Pada para cendikiawan muslim berupaya mengembalikan bangunan intelektual yang relevan dalam dunia modern. Demikianlah kajian Islam yang ilmiah dirasa perlu dikembangkan sebagai pemikiran Islam kontemporer guna merespon tantangan zaman.
Kajian Islam ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih banyak terhadap pembangunan budaya, dengan tetap menyelaraskan dan konsisten terhadap semangat nilai-nilai ajaran Islam.
Seperti yang dilakukan oleh Prof. Abd Salam peraih Nobel Fisika 1979, berhasil menemukan teori penyatuan gaya elektromagnetik dan gaya nuklir, ia mengaku terinspirasi dari al-Qur’an. {baca : Agama Saintifik}
Ikhwal ini perlu dilihat sebagai hubungan yang harmonis antara agama dan ilmu pengetahuan. Kendati keduanya berbeda, bukan berarti selamanya bertentangan. Setidaknya para cendikiawan muslim berusaha mengambil jalan tengah (moderat) untuk menemukan titik relasi antara keduanya.
Semangat ini tentunya berangkat dari akar sejarah yang kokoh. Di mana para filsuf Muslim seperti Ibn Rusyd, al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan lain-lain, adalah tokok pemikir yang mempersonifikasikan rasionalitas dan religiusitas sekaligus, tanpa perpisahan antara keduanya.{baca : Peradaban Islam}
Menyikapi Akar Sejarah Ilmu Pengetahuan
Jika dilihat dari kacamata sejarah, kenyataannya sebagian besar perkembangan ilmu pengetahuan ini berporos pada kejayaan Islam di masa klasik. Dalam melihat kenyataan ini, seorang muslim hendaknya tidak merasa pongah dan nyaman akan kenyataan sejarah di masa lalu.
Bagaimana pun itu umat Islam saat ini masih tertinggal oleh bangsa barat dalam bidang ilmu pengetahuan. Namun tidak perlu menyesali sedimikian rupa sehingga kehilangan harapan akan hadirnya kejayaan Islam di masa depan.
kemunduran ini dapat dilihat sebagai wujud operasi sunnatullah yang memiliki hukum mengenai prinsip perputaran (al-Mudawalah). Suatu prinsip bahwa nasib manusia itu berputar di antara mereka, tinggi dan rendah, maju dan mundur, terjadi secara bergilir. Ada kalanya umat Islam menang dan unggul, adakalanya juga di bawa (kalah, tertinggal). Sejalan dengan firman-Nya.
وَ تِلْكَ الأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
“Demikian hari-hari kami putar diantara kalian”
Di sisi lain, semangat untuk kembali membumikan ajaran Islam tidak boleh berhenti hanya karena sempat merasakan kejayaannya dan hilangnya harapan. Perlunya menumbuhkan upaya rekonstruktif terhadap keilmuan-keilmuan di masa lalu untuk diinovasikan pada saat ini. Sebab Islam telah memiliki pangkal dan akar yang kuat untuk membina bangunan intelektual dalam tradisi keilmuan masa lalu peradaban kita.
Kegiatan kajian Islam ini merupakan hal yang penting dilestarikan untuk merespon tuntutan zaman. Dengan cara menghilangkan sikap kemiskinan intelektual dan lebih menghargai warisan dari peradaban sendiri. Lebih dari itu, usaha menjaga keotentikan dengan masa lampau dan menjaga otentisitas intelektual yang menjadi bekal untuk kemantapan umat Islam itu sendiri.