Rabu, Agustus 17, 2022
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kolom
Karena Kepentingan, Masjid Pun Direbut Orang

Karena Kepentingan, Masjid Pun Direbut Orang

Mengkaji Teologi Transformatif

Hatim Gazali by Hatim Gazali
05/04/2021
in Kolom, Tajuk Utama
8 1
0
9
SHARES
172
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Islamina.id – Sampai saat ini Islam tampil dengan dua wajah. Pada satu sisi, Islam mengajarkan solidaritas, keadilan, pembebasan. Hadir dengan ramah, santun dan humanis. Pada sisi lain, Islam hadir dengan angkuh, intoleran, dan menjadi legitimasi terhadap penindasan dan eksploitasi baik yang dilakukan oleh negara ataupun oleh para agamawan.

Hal ini disebabkan karena nilai-nilai universal seperti keadilan, persamaan tidak pernah dipahami oleh pemeluknya. Seorang muslim ataupun agamawan lebih cenderung membahas dan mengkaji persoalan-persoalan ketuhanan dan masalah furuiyah. Islam menjadi agama Tuhan, dan melupakan aspek universalitas (baca: kemanusiaan) dari Islam.

BacaJuga

Sejarah Kemerdekaan yang Tercecer

Memahami Filantropi Islam

Darurat Literasi Islam yang Ramah

Baca juga: Apa Benar Al-Qur’an Menyeru Untuk Jadi Teroris?


Disamping itu, ada penyebab eksternal yang mempengaruhi pemeluk agama, sehingga aspek esensial dari agama terabadikan. Diantaranya, belum adanya rumusan yang jelas antara agama dan negara (kekuasaan), sehingga agama seringkali dijadikan alat kekuasaan atau sebaliknya, yakni negara dijadikan alat misionaris oleh agama. Jika demikian, maka baik agama maupun negara akan kehilangan fungsinya.

Agama tidak lagi menjadi media pembebasan dan negarapun hanya memunculkan ketidakadilan. Bahkan, jika keduanya bekerjasama (dalam arti negatif), maka ketidakadilan yang maha dashyat adalam imbalannya.


Maka pertanyaan yang sangat mendasar adalah benarkah agama lahir sebagai media pembebasan, membela hak-hak rakyat yang tertindas (al-mustadhafiyn) ?. Ataukah agama lahir hanya sekedar pelarian manusia dari ketidaksanggupannya memahami dan merespon gejala alam yang berada diluar dugaan manusia ?.

Tidakkah agama hanya menjadikan manusia sebagai budak-budak Tuhan yang menghilangkan jiwa solidaritas dan tanggungjawab sosial ? Dan, agama seperti apakah yang mampu mengakomodasi dan menjawab persoalan manusia?


Untuk menjawab pertanyaan diatas, perlu kiranya menengok bagaimana sejarah awal Islam serta konsep-konsep dalam Islam mengenai hal tersebut. Islam lahir ditengah komunitas masyarakat Arab yang sangat eksploitatif, piramidal dan patologis. Islam lahir untuk mengubah sistem sosial tersebut menjadi masyarakat yang berdimensi keadilan, persamaan, saling menghargai, pembebasan.

Secara doktrinal, Al-Qur’an menyebutkan bahwa keadilan adalah sendi utama dalam masyarakat (QS. 7:29, 5:8), membela hak-hak rakyat bawah (QS. 4:75). Dan, ternyata kehadiran Islam di muka bumi cukup efektif dan berhasil mengubah tatanan sosial Arab yang eksploitatif.

Baca juga: Islam Melarang Terorisme, Apapun Alasannya


Namun, dalam perkembangan selanjutnya, Islam sudah tidak seampuh zaman Muhammad. Sebab, Islam pasca-Muhammad sudah mengalami stagnasi dan masuk dalam persoalan politik (rezimentasi). Munculnya pelbagai aliran-aliran dalam Islam seperti Khawarij, Mutazilah, Jabariyah, Qadariyah dan sebagainya telah membawa Islam pada dunia yang sama sekali berbeda dengan masa rasul.

Yakni suatu zaman dimana Islam mulai memasuki wilyah politik. Karena itulah, politisasi terhadap Islam seringakali terjadi. Islam menjadi legitimasi ketidakdilan, pembunuhan dan kekuasaan.


Tanpa mengecualikan dampak positif, perpecahan baik secara politis maupun teologis membawa ekses negatif yang sangat besar. Jargon ikhtilafu ummati rahmatun (perbedaan diantara umatku adalah rahmat) seringkali dijadikan legitimasi perbedaan tanpa pernah berfikir betapa banyak nyawa yang melayang dan harta hilang sebagai akibat dari munculnya perbedaan itu.

Memang, perbedaan adalah sunnatulah dan seharusnya membawa rahmat. Namun dalam kenyataannya, perbedaan selalu memakan banyak korban. Hal ini karena tidak adanya kesadaran pluralisme dan relativisme diantara mereka. Yang ada hanyalah truth claim, vinalitas, double standar dan kepentingan kelompok.


Karena itulah menghadirkan semangat Islam yang transformatif sebagaimana pada masa rasul menjadi niscaya. Hal ini bukan berarti hendak kembali kemasa nabi. Akan tetapi mengambil spirit dan semangat perjuangan nabi, sehingga Islam tidak kehilangan signifikansinya dan mampu membawa perubahan, liberatif, emansipatif dan transformatif. Islam yang pro status qou, mapan, konservatif harus segera dikesampingkan sembari menghadirkan Islam yang dicita-cita kita semua termasuk oleh Muhammad.

Sebuah Islam yang membawa perdamaian, keselamatan, petunjuk hidup, toleran dan kontekstual. Untuk mencapai cita-cita ini ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan.


Pertama, pemahaman tentang Islam. Artinya, kita harus sepakat bahwa Islam yang kita pahami adalah Islam yang menyejarah. Aspek historitas Islam beserta varian didalamnya juga turut mengkonstruk Islam yang ada sekarang ini. Sehingga, Islam bisa ditafsirkan sesuai dengan semangat zamannya dan menemukan kontekstualitasnya.

Tanpa memperhatikan konteks dan lokalitas tertentu, tentu Islam akan kehilangan “akar”nya ditengah-tengah masyarakat. Karena itulah, finalitas (kesempurnaan) Islam dengan berprinsip pada firman Tuhan bahwa Islam telah sempurna, final (QS.05; 03) perlu ditafsirkan ulang.


Kedua, perlu adanya kesepahaman bahwa Islam adalah salah satu fasilitas Tuhan untuk merubah tatanan dunia yang vandalistik, eksploitatif, jahiliyah. Ada banyak cara dan media bagi Tuhan untuk merubah dunia, misalnya melalui agama Kristen, Yahudi, atau kehadiran —misalnya–seorang Sidharta Gautama, Mahatma Ghandi, Karl Marx, bahkan Soekarno (QS. 35; 24).

Dan, semua media Tuhan itu mengandung pesan yang sama, yakni keselamatan dan pembebasan. Sehingga kita tidak boleh menutup mata akan kepelbagaian media yang digunakan oleh Tuhan. Kesemuanya itu pada dasarnya adalah sama (QS.05; 48, 2; 25).

Jika demikian, semua firman Tuhan harus ditafsirkan dalam kerangka pembebasan dan transformatif. Tuhan menurunkan Islam bukan untuk melanggengkan status qou, penindasan dan kemiskinan. Ia hadir tidak lain demi kemaslahatan manusia.
Ketiga, mempertegas relasi Islam dengan kekuasaan.

Dalam catatan sejarah, ketika agama “mesra” dengan kekuasaan seringkali tidak membawa dampak positif terhadap agama. Agama yang seharusnya menjadi medium protes sosial justru sebagai legitimasi bagi kepentingan penguasa.

Sebab, “ayat-ayat” agama dipandang cukup efektif dalam membius kesadaran dan kritisisme masyarakat. Maka tidaklah mengherankan manakala Marx mengatakan agama sebagai opium of society, Nietzsche berteriak lantang tentang kematian Tuhan (Death of God) dan Karen Amstrong dengan rasa skiptis mempertanyakan adakah masa depan bagi Tuhan.

Seorang teolog radikal, Thomas Altizer mengatakan bahwa kita harus menyadari bahwa kematian Allah merupakan kejadian historis, bahwa Allah telah wafat di dunia, dalam sejarah dan keberadaan kita.


Akhirnya, berkutat pada Islam klasik tanpa melakukan interpretasi terhadapnya adalah salah satu bentuk dari kejahatan, sebab mereduksi dan mendistorsi secara besar-besaran terhadap Islam itu sendiri. Wallahu A’lam

Tags: Teologiteologi transformatiftransformatif
Previous Post

Islam Melarang Terorisme, Apapun Alasannya

Next Post

Melumpuhkan Teroris Berlebihan? Catatan untuk Munarman dan Refly Harun tentang Penyerangan Mabes Polri

Hatim Gazali

Hatim Gazali

Pemimpin Redaksi Islamina.id | Dosen Universitas Sampoerna | Ketua PERSADA NUSANTARA | Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah PBNU

RelatedPosts

Sejarah Kemerdekaan yang Tercecer
Peradaban

Sejarah Kemerdekaan yang Tercecer

16/08/2022
memahami filantropi islam
Kolom

Memahami Filantropi Islam

14/08/2022
Darurat Literasi Islam yang Ramah Islamic Book Fair
Kolom

Darurat Literasi Islam yang Ramah

12/08/2022
thumbnail bulletin jum'at al-wasathy
Bulletin

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 037

12/08/2022
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan
Kabar

Jelang 2024, MUI: Tolak Politisasi Agama dan Politik Identitas

10/08/2022
bulletin jum'at
Bulletin

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 036

05/08/2022
Next Post
Melumpuhkan Teroris Berlebihan? Catatan Untuk Munarman Dan Refly Harun Tentang Penyerangan Mabes Polri

Melumpuhkan Teroris Berlebihan? Catatan untuk Munarman dan Refly Harun tentang Penyerangan Mabes Polri

Infiltrasi Wahabisme Di Indonesia | Bulletin Islamina Vol. 2 No. 13

Infiltrasi Wahabisme di Indonesia | Bulletin Islamina Vol. 2 No. 13

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

Sejarah Kemerdekaan yang Tercecer

Sejarah Kemerdekaan yang Tercecer

16/08/2022
memahami filantropi islam

Memahami Filantropi Islam

14/08/2022
Darurat Literasi Islam yang Ramah Islamic Book Fair

Darurat Literasi Islam yang Ramah

12/08/2022
Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar dan Ketua Umum Mathlaul Anwar KH Embay Mulya Syarief

Ormas Keagamaan Harus Ikut Masifkan Media Sosial Dengan Konten Perdamaian

12/08/2022
thumbnail bulletin jum'at al-wasathy

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 037

12/08/2022

Trending Artikel

  • Pribadi Nabi Muhammad Saw Yang Introvert

    Pribadi Nabi Muhammad SAW yang Introvert

    81 shares
    Share 32 Tweet 20
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    62 shares
    Share 25 Tweet 16
  • Cara Islam Mengatasi Rasa Insecure

    53 shares
    Share 21 Tweet 13
  • Disebut Jokowi di Pengukuhan PBNU, Ini Profil Ainun Najib

    49 shares
    Share 20 Tweet 12
  • Definisi Dai, Ustadz, Mufti, Murobbi dan Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi

    40 shares
    Share 16 Tweet 10
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.