Kemajuan teknologi membuat kehidupan menjadi lebih mudah, terutama dalam mengakses informasi. Bahkan, teknologi menjadi bagian penting sebagai media untuk berdakwah dan memudahkan seseorang belajar, memahami dan mendalami ajaran-ajaran keagamaan. Kondisi itulah yang mengharuskan para santri untuk memanfaatkan kemajuan teknologi untuk berdakwah.
“Untuk itulah pentingnya bagi para santri berdakwah di media sosial. Karena menurut survey PPIM tahun 2021 yang menyebutkan bahwa 60% orang Indonesia mencari ilmu pengetahuan khususnya termasuk didalamnya ilmu agama melalui media digital. Karena itu penting dakwah di era digital ini melalui perangkat digital,” ungkap Habib Husein Ja’far Al Hadar saat ditemui pada kegiatan Workshop dan Pelatihan Santri melalui Bidang Agama dan Multimedia di Ponpes Tebuireng, Jombang, Rabu (15/6/2022).
Menurutnya, media sosial dalam urusan konten agama sering diisi oleh orang atau kelompok yang memiliki popularitas. Padahal dia tidak punya kapasitas, apalagi otoritas, sehingga menurutnya harus ada orang yang tepat.
“Santri adalah orang-orang yang memiliki kapasitas dan otoritas untuk berbicara agama tapi mereka sering tidak hadir di media sosial. Seharusnya dengan konten-konten yang popular bisa membuat orang menonton atau membaca konten mereka,” jelasnya.
Media sosial harus menjadi wadah bagi para santri berdakwah untuk menyampaikan pemikiran-pemikirannya yang moderat yang mereka dapat saat menimba ilmu di Ponpes.
“Saya yakin bahwa seorang santri mempunyai pemahaman yang mendalam sehingga dia bisa mendakwahkan Islam yang moderat dan toleran. Karena inti dari ajaran Islam kalau dipelajari secara mendalam adalah salah satunya moderasi dan toleransi,” sambungnya
Lebih lanjut Habib Husein mengatakan bahwa para santri yang mondok yang tinggal di dalam Ponpes tetap harus bisa mengeksplor media digital serta mengikuti perkembangan agar tidak ketinggalan zaman.
“Karena itu pelatihan digital semacam ini dalam bentuk audio, video, tulisan, gambar dan desain sangat dibutuhkan oleh para santri. Karena otoritas dan kapasitas yang dimiliki santri bisa ditunjang dengan kreatifitas sehingga mereka bisa menjadi popular di media digital untuk juga mengembangkan konten-konten digital yang moderat dan toleran,” jelasnya.
Habib Husein menilai, walaupun para santri mondok dan harus tinggal lingkungan pesantren, hal itu tidak membuat mereka menjadi kehilangan ide dan kreatifitas untuk berdakwah di medsos.
Ia tidak memungkiri bahwa para santri akan menghadapi tantangan saat berdakwah di media sosial. Untuk itu Habib Husein berharap melalui workshop ini akan muncul konten creator dari kalangan santri yang diterima dikalangan masyarakat.
“Konten creator digital moderat jumlahnya 3x lipat lebih sedikit dari yang tidak moderat. Konten yang tidak moderat menguasai 60% lebih konten keagamaan di dunia digital sedangkan konten moderat hanya 20an%. Saya rasa kalau para santri ini bisa menjadi youtuber, tiktoker atau konten creator di platform lain itu saya rasa sudah memiliki pengaruh yang besar,” ujarnya
Ia berharap setelah kegiatan ini para santri tetap akan mendapat pendampingan dari para fasilitator.
“Puluhan santri yang dilatih hari ini harus terus mendapatkan pendampingan, karena kreatifitas tidak bisa hanya dilatih, tetapi harus didampingi. Kita berharap ini bisa berlanjut pada pendampingan,” harapnya.
Habib Husein menambahkan bahwa media sosial adalah cara mendakwahkan ilmu paling mudah, paling murah dan paling efektif sehingga itu akan menjadi keberkahan bagi kita untuk mendapatkan ilmu.
“Santri bukan hanya didik untuk jadi pribadi yang berilmu tapi juga mendakwahkan ilmunya. Untuk itu saya mendorong untuk para santri semangat menebarkan ilmu,” tutupnya.