Sabtu, Agustus 13, 2022
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kajian
nikah

nikah beda agama 1

Nikah Beda Agama (1)

Roland Gunawan by Roland Gunawan
18/07/2022
in Kajian, Tajuk Utama
1 0
0
1
SHARES
21
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

PROPORSI nikah beda agama meningkat dalam konteks global, yang menciptakan ruang-ruang baru untuk hidup berdampingan, sehingga menyebabkan penurunan sekat-sekat budaya dan agama, dan menjadi tantangan bagi agama-agama, karena menimbulkan pertanyaan yang menggelisahkan tentang kemampuan mereka untuk mengelola hubungan antara kesucian perasaan manusia dan kesucian ajaran agama. Sebagian besar pemuka agama membatasi hak-hak kemanusiaan dengan alasan keimanan. Mereka memperingatkan pemeluk agama, terutama perempuan, agar tidak menikah dengan orang di luar agama yang mereka yakini. Akibatnya, banyak pemeluk agama yang masih bersikap seolah-olah agama adalah kelompok yang tertutup.

Di dalam fikih, seorang laki-laki Muslim boleh menikah dengan perempuan non-Muslim. Namun, menurut fatwa para ulama dan sejumlah lembaga keagamaan, tidak diperbolehkan bagi seorang perempuan Muslim untuk menikah dengan laki-laki non-Muslim dengan alasan “supaya tidak lahir dari rahim seorang perempuan Muslim anak yang tidak memeluk agama Islam”, dan juga untuk mencegah penyebaran orang-orang non-Muslim di kalangan umat Muslim. Dalam konteks yang sama, fikih menerima pernikahan seorang laki-laki Muslim dengan seorang perempuan non-Muslim dengan tujuan untuk memperbanyak jumlah umat Muslim, dan pernikahan ini kadang-kadang dianggap sebagai semacam jihad di jalan Allah (al-jihâd fî sabîlillâh).

BacaJuga

Darurat Literasi Islam yang Ramah

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 037

Jelang 2024, MUI: Tolak Politisasi Agama dan Politik Identitas

Jika agama mengharamkan pernikahan seorang perempuan Muslim dengan laki-laki non-Muslim dengan dalih bahwa laki-laki Kristiani atau Yahudi adalah musyrik atau kafir, lalu bagaimana ia dapat menerima sekaligus pernikahan seorang laki-laki Muslim dengan perempuan Kristiani atau Yahudi dengan alasan bahwa ia dari Ahli Kitab? Jelas, ini adalah adalah kontradiksi yang nyata.

Faktanya, tidak ada teks al-Qur`an yang secara eksplisit membahas masalah ini, tetapi terkait dengan pendapat para ahli fikih, dan mungkin juga dengan budaya. Pendapat ini didasarkan pada pemikiran bahwa peran perempuan dalam pernikahan adalah subordinatif, sehingga pernikahan laki-laki Muslim dengan perempuan Kristiani atau Yahudi dapat diterima atau dibolehkan dengan alasan bahwa laki-lakilah yang akan memaksakan keyakinan terhadap istri dan anak-anaknya, sedangkan sebaliknya tidak diterima atau tidak diperbolehkan.

Pandangan ini menimbulkan sejumlah masalah. Pertama, relasi perkawinan dibangun dalam kerangka prinsip subordinasi, bukan partisipasi dan kesetaraan dalam hak dan kewajiban. Kedua, diasumsikan bahwa salah satu pihak di dalam rumah tangga harus memaksa pihak lain untuk memeluk agamanya. Ketiga, perkawinan dianggap sebagai proyek prokreasi yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah penganut agama tertentu dengan mengesampingkan agama yang lain, seolah-olah itu adalah pertandingan antara dua tim di mana tim yang jumlahnya meningkat lebih banyak akan menang!

Dan yang paling penting adalah mengabaikan fakta bahwa perempuan Muslim adalah manusia yang bebas dengan seluruh haknya, dan bahwa ia memiliki hak untuk memilih pasangan hidupnya terlepas dari interpretasi agama—apakah itu interpretasi yang melarang atau mendukung.

Di sini, sebenarnya, kita tidak berbicara tentang perempuan Muslim di Indonesia secara khusus, tetapi berbicara tentang perempuan Muslim secara umum. Mungkin ada yang mengatakan bahwa perempuan Muslim di Indonesia memiliki banyak pilihan dalam masyarakat mayoritas Muslim dalam hal pernikahan, dan ini mungkin benar, tetapi itu tidak menafikan haknya untuk menikah dengan laki-laki non-Muslim jika ia mau.

Tetapi bagaimana dengan perempuan Muslim di dalam masyarakat non-Muslim, semisal di Amerika Serikat, di mana umat Muslim berjumlah sekitar 1% dari populasi. Ini berarti bahwa perempuan Muslim di Amerika Serikat akan bertemu 99 laki-laki non-Muslim berbanding 1 laki-laki Muslim dalam hidupnya. Atau di negara-negara seperti Lebanon, di mana ada beragam aliran agama, dan dengan keragamannya, peluang untuk terjalinnya hubungan di antara para anggota aliran-aliran ini sangat besar.

Bagaimana jika seorang perempuan Muslim ingin menikah dengan laki-laki non-Muslim? Bukankah ia setidaknya berhak secara hukum untuk melakukannya? Di sini kita sebaiknya berhenti berbicara tentang pernikahan sebagai masalah agama, dan membicarakannya dari perspektif sipil dan hak asasi manusia. Perkawinan sebagai masalah agama tunduk pada interpretasi dan aturan-aturan para ulama, yang berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Tunisia, misalnya, membolehkan pernikahan seorang perempuan Muslim dengan laki-laki non-Muslim, sementara di Mesir masih tidak diperbolehkan dari sudut pandang hukum syariat, menurut pandangan ulama Al-Azhar.

Perkawinan adalah hak asasi manusia yang diatur dalam Konvensi Internasional dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dalam Pasal 16 yang mengakui hak untuk menikah dan membentuk keluarga bagi laki-laki dan perempuan, tanpa batasan ras, kebangsaan, atau agama.

Dengan demikian, seorang perempuan, apakah ia Muslim atau Kristiani, atau apa pun agamanya, adalah manusia dewasa dengan hak penuh, dan salah satu haknya adalah memilih pasangan hidupnya, meskipun ini tidak sesuai dengan interpretasi lembaga keagamaan. Dengan demikian, peran negara hanyalah memungkinkannya untuk menggunakan hak ini melalui perkawinan sipil. Persoalannya di sini bukanlah penafsiran teks-teks agama melainkan pengakuan hak-hak ini oleh negara dan masyarakat.

Bersambung . . .

Tags: FikihKeyakinanNikahNikah Beda AgamaPernikahan
Previous Post

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 033

Next Post

Pentingnya Ukhuwah Wathaniyah di Bumi Indonesia

Roland Gunawan

Roland Gunawan

Wakil Ketua LBM PWNU DKI Jakarta

RelatedPosts

Darurat Literasi Islam yang Ramah Islamic Book Fair
Kolom

Darurat Literasi Islam yang Ramah

12/08/2022
thumbnail bulletin jum'at al-wasathy
Bulletin

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 037

12/08/2022
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan
Kabar

Jelang 2024, MUI: Tolak Politisasi Agama dan Politik Identitas

10/08/2022
bulletin jum'at
Bulletin

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 036

05/08/2022
muharram
Kolom

Tradisi Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram

01/08/2022
Bulletin Jum'at Al-Wasathy
Bulletin

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 035

29/07/2022
Next Post
ukhuwah wathaniyah

Pentingnya Ukhuwah Wathaniyah di Bumi Indonesia

nikah beda agama 2

Nikah Beda Agama (2)

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

Darurat Literasi Islam yang Ramah Islamic Book Fair

Darurat Literasi Islam yang Ramah

12/08/2022
Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar dan Ketua Umum Mathlaul Anwar KH Embay Mulya Syarief

Ormas Keagamaan Harus Ikut Masifkan Media Sosial Dengan Konten Perdamaian

12/08/2022
thumbnail bulletin jum'at al-wasathy

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 037

12/08/2022
Anwar Sanusi

Stop Perdebatan Narasi Konfrontasi Antara Pancasila dan Agama

11/08/2022
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan

Jelang 2024, MUI: Tolak Politisasi Agama dan Politik Identitas

10/08/2022

Trending Artikel

  • Pribadi Nabi Muhammad Saw Yang Introvert

    Pribadi Nabi Muhammad SAW yang Introvert

    81 shares
    Share 32 Tweet 20
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    62 shares
    Share 25 Tweet 16
  • Cara Islam Mengatasi Rasa Insecure

    53 shares
    Share 21 Tweet 13
  • Disebut Jokowi di Pengukuhan PBNU, Ini Profil Ainun Najib

    49 shares
    Share 20 Tweet 12
  • Definisi Dai, Ustadz, Mufti, Murobbi dan Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.