Akhir-akhir ini media digegerkan dengan berita hengkangnya salah satu personil Grup Band Noah yaitu Mohammad Kautsar Hikmat atau Uki. Uki merupakan Gitaris Band Noah sekaligus orang yang memiliki andil besar dalam kemajuan Grup Band Noah, tak ayal jika keputusannya untuk keluar dari Grup Band Noah atau tepatnya hengkang dari dunia Industri musik menjadi perbincangan hangat di media.
Yang lebih menjadi perhatian publik ialah soal pengakuan dirinya yang memutuskan keluar dari dunia Industri musik. Pasalnya Uki mengatakan bahwa “Musik adalah pintu maksiat”, ungkapannya tersebut semakin menjadi sorotan pengguna media.
Sebenarnya sah-sah saja jika personil Noah itu memutuskan untuk keluar dari industri musik dan berpendapat seperti apa yang ia katakan, karena setiap orang berhak untuk memutuskan dan berpendapat. Namun yang membuat heboh pengakuan tersebut merupakan perdebatan hangat dan akan selalu hangat di kalangan masyarakat Indonesia khususnya kaum Muslim tentang kehalalan dan keharaman musik dalam pandangan Islam. Lalu bagaimana sebenarnya musik dalam pandangan Islam?
Hukum Musik dalam Islam
Jika yang dikatakan hanya “musik saja” berarti cakupannya masih umum, maka tidak bisa langsung secara mutlak dikatakan haram perlu dikaji terlebih dahulu. Ada satu hadits yang dianggap paling sahih dalam menghukumi musik yaitu Hadits Riwayat Imam Bukhari:
لَـيَـكُوْنَـنَّ مِنْ أُمَّـتِـيْ أَقْوَامٌ يَـسْتَحِلُّوْنَ الْـحِرَ ، وَالْـحَرِيْرَ ، وَالْـخَمْرَ ، وَالْـمَعَازِفَ. وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَـى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوْحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَـهُمْ ، يَأْتِيْهِمْ –يَعْنِيْ الْفَقِيْرَ- لِـحَاجَةٍ فَيَـقُوْلُوْنَ : ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا ، فَـيُـبَـيِـّـتُـهُـمُ اللهُ وَيَـضَعُ الْعَلَمَ وَيَـمْسَـخُ آخَرِيْنَ قِرَدَةً وَخَنَازِيْرَ إِلَـى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
“Akan ada sekelompok umatku (Kata Rasullullah) mereka itu akan menghalalkan perzinahan, sutera, khamar, dan menghalalkan معازف (alat musik dipukul), dan beberapa kelompok orang sungguh akan singgah di lereng Gunung dengan binatang ternak mereka, lalu seseorang mendatangi mereka yaitu (orang fakir) untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata; ‘ kembalilah kepada kami esok hari’. kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagaian dari mereka menjadi kera dan babi sampai hari kiamat“.
Berangkat dari hadits tersebut, kita harus memahami terlebih dahulu konteksnya. Apakah semua alat musik itu diharamkan? Mengutip dari kajian Buya Yahya tentang hukum musik menurut para ulama. Dalam hadits tersebut dikatakan hal-hal yang secara mutlak diharamkan oleh Allah yaitu, minum-minuman keras, dan zina, kemudian jika ada yang menghalalkan kedua hal tersebut maka orang tersebut keluar dari agama. Sedangkan alat musik sendiri tidak bisa secara mutlak dikatakan haram, alat musik yang dimaksud dalam hadits tersebut ialah alat musik yang menjadi kebiasaan orang-orang fasik sehingga mendatangkan kelalaian dan lupa terhadap Allah swt, seperti orang-orang yang melakukan kebiasaan mabuk-mabukan di diskotik.
Karena mereka yang mabuk-mabukan, dan berzina di diskotik pada umumnya menggunakan musik, maka musik di sini secara mutlak hukumnya haram. Adapun musik atau alat musik yang tidak mendatangkan kelalaian dan tidak menjadikan kita lupa pada Allah maka sah-sah saja. Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Tirmidzi no.3690 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam sahih al-Tirmidzi (2913). Diceritakan ketika Rasulullah Saw baru saja pulang dari perang ada seorang perempuan mendatanginya dan mengatakan “Wahai Rasulullah saya pernah bernadzar bahwasanya jika engkau menang dalam perang saya akan memukul rebana di atas kepalamu”, dan Rasulullah Saw sendiri memperbolehkan perempuan itu memukul rebana dan kemudian perempuan itu memainkannya.
Pendapat lain tentang kehalalan dan keharaman musik sebagaimana Imam Ghazali mengomentari orang-orang yang mengkritik para Sufi pada eranya. Ghazali mengatakan bahwa musik itu menyentuh jiwa dan dalam jiwa manusia terdapat unsur hewani, setan dan malaikat. Jika dengan mendengarkan atau memainkan alat musik yang bangkit itu Hasrat hewani atau setan maka hukumnya haram.
Tetapi jika kita mendengarkan musik justru membuat kita mengingat Allah atau bahkan membuat kita semakin menyatu dengan Allah seperti yang dilakukan para sufi itu hukumnya halal. Adapun jika kita mendengarkan musik tidak membangkitkan ‘hasrat’ apa-apa dalam jiwa kita maka hukumnya boleh. Kembali lagi pada ungkapan Uki, mungkin maksudnya musik yang mendatangkan maksiat atau yang membangkitkan hasrat-hasrat hewani dan setan.