Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpesan kepada ibu-ibu istri anggota TNI-Polri, serta seluruh keluarga besar TNI-Polri agar tidak mengundang penceramah radikal dengan mengatasmakan demorasi saat menggelar pengajian. Pesan itu disampaikan Jokowi pada Rapim TNI-Polri 2022 di Mabes TNI, Cilangkap, Selasa (1/3/2022). Penceramah radikal adalah satu dari empat pesan Jokowi kepada seluruh keluarga besar TNI-Polri.
Menurut Presiden, pesan tersebut berkaitan dengan kondisi terkini yang terjadi di tubuh militer dan kepolisian. Dalam hal ini, Jokowi meminta tidak hanya anggota TNI-Polri yang harus lebih didisiplinkan, tetapi juga ibu-ibu istri anggota TNI-Polri. Presiden menegaskan di lembaga TNI-Polri, segala tindak tanduk keluarga besarnya harus dikoordinir oleh kesatuan, bukan atas nama kemauan kelompok. Hal ini harus benar-benar dicamkan dan diperhatikan.
Presiden menekankan, kedisiplinan di lingkungan TNI dan Polri berbeda dengan kedisiplinan di masyarakat sipil. Soal kedisiplinan tidak hanya untuk para suami di lapangan tetapi juga untuk para istri di rumah.
DPR: Ada Penceramah Katakan Nasionalisme Tak Sesuai Dengan Islam
Pernyataan Presiden Jokowi ini langsung disambut pro dan kontra. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo tersebut. Menurutnya, ini benar-benar harus diterapkan karena penyebaran radikalisme sudah sangat mengkhawatirkan.
Ia mengungkapkan masih banyak kalangan penceramah yang mengatakan nasionalisme itu bentuk lain dari pemerintahan yang toghut dan tidak sesuai dengan agama Islam.
Ace menilai pernyataan Jokowi sebagai upaya antisipasi agar nilai dan semangat nasionalisme yang ada di anggota maupun keluarga TNI-Polri tidak runtuh. Khususnya dari materi ceramah yang tak sesuai.
Ia mengatakan, penetrasi ideologis dari kelompok anti-nasionalisme adalah dengan memasuki nilai-nilai tersebut ke lembaga strategis pemerintahan. Salah satunya adalah TNI-Polri.
Jajaran TNI-AD Siap Bersihkan Diri Penceramah Radikal
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman mengingatkan kepada seluruh jajaran TNI AD baik Panglima Kodam (Pangdam) dan Komandan Korem (Danrem) untuk tak salah memilih penceramah saat menggelar acara keagamaan.
Dudung menekankan jangan sampai paham radikal menyusup ke keluarga besar TNI AD. Ini sangat berbahaya karena jelas TNI AD adalah instusi yang bertugas untuk menjaga NKRI dari berbagai gangguan yang mengancam persatuan dan kesatuan.
Karena itu, TNI AD akan benar-benar waspada dengan mendisiplinkan keluarga besarnya untuk mencegah menyusupkan radikalisme di lingkungan TNI AD. Terutama di pengajian atau majelis taklim yang sering digelar oleh ibu-ibu.
MUI Malah Pertanyakan Kategori Penceramah
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan malah mempertanyakan penceramah radikal yang disinggung Presiden Joko Widodo. Amirsyah berharap ada penjelasan lebih lengkap agar isu ini tidak simpang siur.
Ia meminta penjelasan seperti apa penceramah radikal yang dimaksud presiden. Menurutnya, itu penting agar jelas subyek penceramah radikal yang disebut sering memberikan pengajian di keluarga besar TNI-Polri.
Amisyah mengatakan, radikalisme adalah istilah yang digunakan pada akhir abad ke-18 untuk pendukung gerakan radikal. Dalam sejarah gerakan yang dimulai di Britania Raya ini meminta reformasi sistem pemilihan secara radikal. Gerakan ini awalnya menyatakan dirinya sebagai partai kiri yang menentang partai kanan.
Dengan demikian penjelasan itu menjadi penting apakah penceramah radikal di Indonesia itu apakah radikal kanan atau radikal kiri. Dalam hal ini, pimpinan TNI-Polri harus membeirkan klarifikasi agar lebih paham terkait masalah penceramah radikal yang dimaksud ini. Itu penting agar tidak simpang siur, karena jangan sampai jadi beban presiden, karena tugas presiden sangat berat dalam pemulihan ekonom nasional di masa pandemic.
Di sisi lain, Amirsyah tetap berharap pimpinan TNI Polri dapat melakukan pencegahan terhadap paham radikal yang mengarah pada tindakan ekstrim dan terorisme. Sebab kalau tidak dicegah sejak dini akan mengganggu stabilitas nasional menuju Pemilu 2024.
Ia mengakui, sebelum ini memang belum pernah ada diskusi antara pimpinan TNI Polri untuk meminta masukan MUI terkait pengisian ceramah ini. Namun MUI disebut akan sangat terbuka bila memang nanti kedua institusi ingin membuka dialog. MUI akan terus melakukan pelayanan kepada umat dan bermitra dengan pemerintah.
PA 212 Setali Tiga Uang Dengan MUI
Sementara itu, Ketua Umum Persaudaraan Alumni atau PA 212 Slamet Ma`arif setali tiga uang dengan MUI. Ia menyindir Presiden Jokowi . Slamet mengaku prihatin dan menilai hanya ulama yang pro pemerinta yang boleh berdakwah, sementara yang dianggap radikal tidak diberi ruang.
Ia mempertanyakan apakah yang kritis dan oposisi dianggap radikal. Slamet turut mengingatkan kepada Jokowi untuk menyerahkan persoalan penceramah kepada MUI.