Rabu, Agustus 10, 2022
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Biografi
Teungku Fakinah Perempuan Aceh

Teungku Fakinah Perempuan Aceh

Peran Perempuan di Panggung Pendidikan (1)

Tengku Fakinah dari Aceh

Saidun Fiddaraini by Saidun Fiddaraini
24/06/2022
in Biografi, Peradaban, Tajuk Utama
1 0
0
1
SHARES
28
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Tengku Fakinah adalah salah seorang ulama perempuan, pendidik, dan sekaligus pejuang kemerdekaan Indonesia asal Lam Beunot Mukim Lam Krak, Aceh, yang lahir pada tahun 1856 dari pasangan Tengku Datuk dan Cut Fatimah. Karier intelektualnya diperoleh secara langsung dari keluarganya. Fakinah kecil dididik oleh kedua orang tuanya  dengan penuh kesungguhan dan kedisiplinan.

Menarik, Fakinah kecil tak hanya belajar tentang ilmu-ilmu keagamaan seperti, baca-tulis Arab, Al-Quran, fikih, tasawuf, akhlak, tafsir, hadis, dan lain-lain. Tetapi juga diajari keterampilan wanita lainnya; jahit-menjahit, membuat kerawang sutera, dan kasab. Ketika memasuki usia remaja, Fakinah sudah menjadi sosok perempuan yang ahli kerawang, selain juga alim di bidang ilmu keagamaan. Saking alimnya, maka tidak heran jika rekan-rekan dan masyarakat sekitar menjuluki Fakinah dengan sebutan Tengku Faki atau Tengku Fakinah.

BacaJuga

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 036

Tradisi Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 035

Pada tahun 1872 dan usia Tengku Fakinah sudah dewasa, ia kemudian dinikahkan dengan seorang laki-laki bernama Tengku Ahmad dari daerah Aneuk Glee, Indrapuri. Karena adat perkawinan di Aceh berpola matrilokal (suami harus bertempat tinggal di rumah keluarga istri), maka Tengku Ahmad pun berdomisili di kampung istrinya, Lam Beunot. Dan, masyarakat sekitar memanggil suami Tengku Fakinah dengan penuh kehormatan, yaitu Tengku Aneuk Glee.

Setelah menikah, Tengku Fakinah memulai kiprahnya dalam dunia pendidikan dengan membangun Dayah (lembaga pendidikan untuk agama Islam) di desa Lam Beunot. Ia bersama suaminya, Tengku Aneuk Glee mengembangkan Dayah tersebut dengan dibiayai oleh mertuanya, Tengku Datuk yang diberi nama Dayah Lamdiran. Perkembangan Dayah ini begitu pesat. Murid-muridnya tidak hanya berasal dari daerah Lam Beunot, melainkan dari luar.

Pada mulanya yang mengajar di Dayah ini hanya dua orang, yaitu Tengku Fakinah dan suaminya. Murid laki-laki diampuh oleh Tengku Aneuk Glee, sementara perempuan dididik langsung Tengku Fakinah. Selain mengajarkan ilmu keagamaan, Tengku Fakinah juga mengajarkan tentang keterampilan seperti membuat kerawang dan jahit-menjahit sebagaimana pernah diajarkan kedua orang tuanya.

Namun, keharmonisan dan romantisme rumah tangga Tengku Fakinah bersama suaminya tampaknya tidak berjalan mulus sebagaimana yang didambakan. Pada tahun 1873, ketika kolonialisme Belanda melakukan ekspedisi pertama ke daerah Aceh, maka Tengku Aneuk Glee suami Tengku Fakinah tewas dalam satu peperangan tatkala menghadang laju pergerakan dari para penjajah Belanda di Aceh.

Kondisi pahit yang dialami Tengku Fakinah dengan statusnya sebagai janda, ia kemudian memutuskan dan memusatkan kiprahnya untuk berjuang dalam mengusir penjajah Belanda. Salah satu terobosan Tengku Fakinah untuk melawan kolonial Belanda, adalah dengan membentuk organisasi bernama Badan Amal Sosial. Yakni suatu perkumpulan atau kelompok yang beranggotakan perempuan terutama para janda. Salah satu aktivitasnya adalah mengumpulkan perbekalan dari masyarakat berupa padi, uang, dan bahkan sebagian anggotanya menjadi juru masak.

Tak hanya membentuk Badan Amal Sosial, Tengku Fakinah juga menakhodai pembentukan sebuah kuta pertahanan yang memfokuskan kegiatannya seperti membuat pagar, menggali parit, dan memasang ranjau-ranjau. Kesemuanya itu dilakukan oleh Tengku Fakinah bersama para perempuan lain. Setelah pembuatan kuta pertahanan tersebut, ia menikah lagi dengan Tengku Badai seorang alim ilmu keagamaan dari Kampung Langa, atas saran pemuka masyarakat kala itu. Mengingat perjuangan untuk membela Tanah Air sangat berat.

Namun, nasib mujur tampaknya belum berpihak kepada sepasang kekasih antara Tengku Fakinah dan suami keduanya ini. Dalam pertempuran melawan penjajah Belanda, Tengku Badai pun tewas. Sementara Tengku Fakinah sempat berhasil menyelamatkan diri walaupun keberadaannya masih tercium oleh pasukan Belanda. Ia pun mengungsi ke Lammeulo. Kemudian pindah lagi ke Tangse dan membangun tempat tinggal di Balang Peuneuleun.

Pada tahun 1910 Tengku Panglima Polem menganjurkan Tengku Fakinah kembali ke kampung halamannya untuk membuka kembali Dayah yang pernah didirikannya, agar masyarakat Aceh memperoleh pendidikan agama kembali. Ia pun menerima saran tersebut. Setelah sampai di kampung halamannya, Dayah tersebut didirikan dan disambut sangat baik oleh masyarakat setempat. Murid-muridnya pun bertambah banyak, baik dari lingkungan sekitar maupun dari luar daerah. Bahkan muridnya melampaui dari awal pertama kali didirikan.

Pada tahun 1914 Tengku Fakinah berkeinginan hendak menunaikan ibadah haji. Karena itu, ia berniat untuk menikah kembali agar memiliki seorang mahram ketika berangkat ke Mekkah. Lalu, menikahlah dengan Tengku Ibrahim, dan mereka berangkat ke Mekkah diantar oleh para santrinya sampai ke Subang.

Di Mekkah, Tengku Fakinah dan suaminya tidak sekadar menjalankan ibadah haji, tetapi mereka juga memperdalam beragam ilmu-ilmu keislaman kepada beberapa guru/syekh, baik yang dari Mekkah maupun Madinah. Sayang, di tahun 1918 Tengku Fakinah menjanda untuk ketiga kalinya. Tengku Ibrahim meninggal dunia di Mekkah. Setelah itu Tengku Fakinah pun kembali ke Tanah Air penuh duka dan luka mendalam.

Tampaknya, ilmu pengetahuan yang diperoleh Tengku Fakinah di Mekkah memberikan pengaruh signifikan terhadap dirinya, khususnya tentang strategi melawan dan mengusir penjajah. Adalah tidak cukup melawan penjajah bermodalkan senjata dan perang semata. Akan tetapi, haruslah dilengkapi dengan ilmu pengetahuan.

Sekembalinya ke Aceh, Tengku Fakinah mengajarkan seluruh ilmu pengetahuan yang diperoleh dari Mekkah dengan penuh kesungguhan hingga akhir hayatnya. Kemudian, pada tahun 1938 ia pun menghembuskan nafas terakhirnya di kampung halaman sendiri setelah beberapa tahun mengasuh dan mengabdikan diri untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara, khususnya melalui pendidikan.

Tags: AcehPerempuanPerempuan AcehTeungku Fakinah
Previous Post

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 030

Next Post

Sikap Toleransi Gus Dur: dari Didikan hingga Perjumpaan

Saidun Fiddaraini

Saidun Fiddaraini

Alumni PP. Nurul Jadid, Paiton dan sekarang mengajar di PP. Zainul Huda, Arjasa, Sumenep.

RelatedPosts

bulletin jum'at
Bulletin

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 036

05/08/2022
muharram
Kolom

Tradisi Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram

01/08/2022
Bulletin Jum'at Al-Wasathy
Bulletin

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 035

29/07/2022
al-Qur'an Sunnah
Gagasan

Ijtihad dan Gagasan Kembali kepada al-Qur’an Sunnah (2)

28/07/2022
hijrah
Kolom

Hijrah Kolektif dari Narasi Kebencian dan Pemecah Belah

28/07/2022
al-qur'an sunnah
Gagasan

Ijtihad dan Gagasan Kembali kepada al-Qur’an Sunnah (1)

27/07/2022
Next Post
toleransi gus dur

Sikap Toleransi Gus Dur: dari Didikan hingga Perjumpaan

disinformasi

Era Teknologi dan Masifnya Disinformasi

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

Musdah Mulia

Kikis Intoleransi, Jangan Ada Lagi Pemaksaan Jilbab di Sekolah

07/08/2022
bulletin jum'at

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 036

05/08/2022
muharram

Tradisi Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram

01/08/2022
Bulletin Jum'at Al-Wasathy

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 035

29/07/2022
al-Qur'an Sunnah

Ijtihad dan Gagasan Kembali kepada al-Qur’an Sunnah (2)

28/07/2022

Trending Artikel

  • Pribadi Nabi Muhammad Saw Yang Introvert

    Pribadi Nabi Muhammad SAW yang Introvert

    80 shares
    Share 32 Tweet 20
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    62 shares
    Share 25 Tweet 16
  • Cara Islam Mengatasi Rasa Insecure

    52 shares
    Share 21 Tweet 13
  • Disebut Jokowi di Pengukuhan PBNU, Ini Profil Ainun Najib

    49 shares
    Share 20 Tweet 12
  • Definisi Dai, Ustadz, Mufti, Murobbi dan Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.