Kamis, Februari 2, 2023
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kajian
Laki Laki Perempuan dalam Lembaga Pendidikan

Laki Laki Perempuan dalam Lembaga Pendidikan

Perlukah Pemisahan Laki-Laki – Perempuan dalam Lembaga Pendidikan?

Misbahul Huda by Misbahul Huda
28/05/2022
in Kajian, Tajuk Utama
22 2
0
24
SHARES
477
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Pilihan yang diambil antara menerapkan segregasi (baca: pemisahan) gender maupun non-segregasi gender (dalam pembelajaran) oleh lembaga pendidikan Islam menjadi salah satu aspek yang kerap disorot. Berbeda dengan lembaga pendidikan umum yang tidak terlalu memperdulikan antara segregasi gender dan non-segregasi gender. Tiap lembaga pendidikan Islam merasa dirinya perlu meninjau apakah program serta kebijakan pendidikan yang ditempuhnya telah sesuai dengan ajaran Islam atau belum. Termasuk dalam hal menerapkan pola segregasi atau non-segregasi.

Menurut Islam

BacaJuga

Menyapa Agama-Agama dalam Sejarah dan Teologi (1)

Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan (2)

Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI

Menurut Laili dalam Adakah ABK di Kelasku? (2013), kelompok belajar (kelas) terbagi atas dua model, yaitu kelompok belajar homogen dan heterogen. Kelas homogen adalah kelas yang terpisah antara laki-laki dan perempuan (tunggal gender), sedangkan kelas heterogen adalah kelas campuran antara laki-laki dan perempuan. Karena dalam kelas heterogen terjadi percampuran antara laki-laki dan perempuan dalam satu tempat, maka kelas heterogen bisa termasuk dalam kategori istilah fikih yang dikenal dengan sebutan ikhtilath.

Said Al-Qatthani dalam Al-Ikhtilath, menyebut ikhtilath sebagai bertemunya laki-laki dan perempuan (bukan mahrom) di suatu tempat yang bercampur baur dan terjadi interaksi diantara laki-laki dan wanita itu (misal: bicara, bersentuhan, ngobrol dan sebagainya). Imam Nawawi dalam syarah Al–Muhadzdzab, mengungkap ikhtilath antara laki-laki dan perempuan jika bukan khalwat adalah sesuatu yang bukan haram”. Lebih khusus Abdul Karim Zaidan dalam Al-Mufassol Fi Ahkam Al-Mar’at mengatakan bahwa perkumpulan laki-laki dan wanita dalam suatu majlis ilmu (pengajian) itu diperbolehkan. 

Syekh Ibn Hajar Al-Haitamy dalam Al-Fatawa Al-Kubro juga mengatakan bahwa ikhtilath ada yang boleh dan ada yang tidak boleh (haram). Ikhtilath yang boleh adalah yang tanpa adanya persentuhan antara tubuh dan bukan khalwat (berdua-duaan) yang diharamkan. Sementara ikhtilath yang diharamkan adalah yang terdapat persentuhan, berbaur hingga bersentuhan, (baca: berdesakan) antara laki-laki dan perempuan.

Dengan demikian, pada akhirnya hukum ikhtilat antara peserta didik laki-laki dan perempuan sangat tergantung pada ada atau tidaknya aturan syariat yang dilanggar, jika ada aturan syariat yang dilanggar maka haram, tetapi jika tidak ada aturan syariat yang dilanggar maka tidak haram. Unsur-unsur yang perlu dijaga dalam masalah ikhtilath ini adalah menjaga pandangan, memelihara aurat, bersuara dengan nada yang sepantasnya, menjauhi khalwat (menyendiri) dengan laki-laki atau wanita lain. 

Sejauh yang ditemui, banyak lembaga pendidikan Islam yang menerapkan kelas heterogen. Terutama ini diwakili oleh banyak lembaga pendidikan Islam kecil. Tetapi lembaga pendidikan Islam yang menerapkan pola segregasi gender umumnya berpegang pada Q.S An-Nur, ayat 30. Dengan tujuan pokok demi terjaganya pergaulan antara laki laki dan perempuan sehingga peserta didik lebih fokus pada pembelajaran (Imam Ahmadi, 2015). Selain tentu saja, pemisahan gender didasarkan pada beberapa alasan seperti agama, pragmatis, darurat, emansipatoris dan budaya (Evi Muafiah, 2018).

Kelebihan dan Kekurangan 

Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan, segregasi kelas berbasis gender dapat membuat prestasi belajar lebih tinggi dibanding sekolah yang menerapkan sistem non segregasi kelas berbasis gender (Nita Mustafa, 2015). Sistem segregasi gender membuat pembelajaran menjadi lebih nyaman dan lebih mandiri. Siswa laki-laki juga lebih bertanggung jawab meski dari segi nilai mereka masih belum menyamai siswa perempuan (Indi Puspitasari, 2017). 

Sikap laki-laki dengan pembelajaran yang menerapkan segregasi lebih percaya diri dan memiliki semangat yang lebih besar daripada siswi dalam ranah ekstrakurikuler (Muhammad Toriq, 2017). Sistem pengajaran terpisah berdampak pada hasil belajar peserta didik yang lebih konsen dalam belajar dan dapat  menjaga akhlak pergaulan antara lawan jenis (Umi Churiatun, 2017). Temuan juga menunjukkan bahwa ruang kelas dengan satu jenis kelamin di sekolah umum menunjukan hasil belajar yang meningkat dalam aspek afektif dan kognitif (Phyllis Fatima Morrell, 2009).

Selain itu, kesimpulan penelitian lain mengungkap bahwa manajemen kelas berbasis gender tunggal memiliki beberapa kelebihan, yakni; sekolah mempunyai ciri khas, daya tarik dan daya jual, kelas menjadi bersih dan rapi apabila dikelola oleh peserta didik putri, guru mudah mengkondisikan dan mengelola iklim, serta lingkungan kelas, terjaganya pergaulan, pembelajaran terasa aman dan nyaman, peserta didik fokus dalam belajar, aktif dalam bertanya dan menjawab, lebih mandiri, berkesempatan menjadi pemimpin, tercipta adil gender, serta meningkatkan hasil belajar dan prestasi peserta didik (Uum Humairoh, 2020).

Meski memiliki banyak kelebihan, pembelajaran dengan sistem segregasi gender menurut Uum Humairoh (2020) juga memiliki banyak kekurangan. Kekurangannya adalah sekolah harus mengeluarkan banyak dana (lokal), kelas menjadi kotor dan tidak rapi apabila dikelola oleh peserta didik putra, guru perempuan sulit mengelola dan mengkondisikan kelas putra, karena ekstra tenaga dan ekstra suara, terbentuk rasa canggung dengan lawan jenis, dan sulit bersosialisasi. Sistem segregasi gender juga membuat peserta didik laki-laki tidak ragu-ragu dalam melanggar beberapa peraturan saat jam pembelajaran. Perbandingan hasil belajar ranah kognitif menunjukkan rata-rata nilai rapot laki-laki di bawah nilai perempuan (Muhammad Toriq, 2017).

Selain itu, pembelajaran dengan model segregasi gender membutuhkan usaha yang tidak mudah dalam pelaksanaanya. Tidak mengherankan kemudian kebanyakan institusi atau lembaga pendidikan saat ini (termasuk lembaga pendidikan Islam?) menerapkan kebijakan belajar mengajar tanpa memisahkan peserta didik (kelas) berdasar jenis kelamin tertentu, hanya sebagian kecil saja yang menerapkan kebijakan segregasi gender dalam kegiatan belajar mengajarnya (KBM). 

Bahkan, hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Myra Pendleton menunjukan bahwa pembelajaran dengan sistem tunggal gender tidak terlalu berpengaruh pada perilaku peserta didik. Jika sistem tunggal gender tidak memberikan efek perubahan perilaku peserta didik, maka sistem tunggal gender tidak bisa diharapkan meningkatkan prestasi peserta didik (Myra Pendleton, 2015). 

Pengarusutamaan Gender

Dari segi output pendidikan, pola segregasi maupun non-segregasi, keduanya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Sedangkan dari segi fikih, menerapkan pola segregasi gender dalam pembelajaran dapat lebih menjaga diri dari terjatuh pada keharaman. Tetapi lembaga yang menerapkan non-segregasi atau kelas heterogen dalam pembelajaran juga tidak masalah selagi bisa menjaga kaidah dan aturan syariat jangan sampai ada yang dilanggar.

Menerapkan segregasi maupun non-segregasi, yang terpenting dan seharusnya dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam adalah melakukan pengarusutamaan gender. Hal ini agar seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program dan kegiatan di seluruh sektor lembaga pendidikan Islam telah benar-benar memperhitungkan dimensi atau aspek gender, yaitu peserta didik laki-laki dan perempuan yang setara dalam akses, partisipasi dan kontrol atas pendidikan serta dalam memanfaatkan hasil pendidikan.

Maka sebelum melakukan pengarusutamaan gender, analisis gender merupakan tahap awal yang harus dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam. Analisis gender dilakukan dengan mengkaji perbedaan dampak proses pendidikan terhadap peserta didik perempuan dan laki-laki. Untuk melakukan analisis gender, tentu diperlukan alat analisis (tool) yang dapat membantu secara mudah dan efektif mengidentifikasi isu-isu gender dan merekomendasikan solusinya. 

Salah satu alat analisis yang dapat digunakan adalah Gender Analysis Pathaway (GAP). GAP bisa dijadikan sebagai instrumen analisis gender yang berfungsi untuk menganalisis kebijakan, program, kegiatan lembaga pendidikan Islam dengan menggunakan perspektif gender. Dalam hal ini, analisis bertujuan untuk merumuskan indikator-indikator yang dapat mengatasi kesenjangan gender dalam akses, partisipasi, kendali/kontrol, dan manfaat pendidikan.

Berdasarkan indikator GAP, terdapat empat tahapan evaluasi manajemen segregasi gender peserta didik, yaitu analisis kebijakan, reformulasi kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan tahap terakhir adalah monitoring dan evaluasi. Pada tahap analisis kebijakan, data dan informasi yang ada di lapangan dikumpulkan. Khususnya dalam perumusan kebijakan terkait manajemen peserta didik dengan perbandingan laki-laki dan perempuan. Dari sana akan tampak beberapa kebijakan pemberlakukan segregasi gender antara laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan kesenjangan gender maupun tidak. 

Pada tahap reformulasi kebijakan, lembaga pendidikan Islam dapat memanfaatkan agenda rapat rutin sebagai sarana untuk mengevaluasi beberapa kebijakan apakah sudah setara gender atau perlu dievaluasi ulang. Sedangkan pada tahap pelaksanaan kebijakan, misalnya pada proses pembelajaran dan kebijakan terkait tata tertib peserta didik apakah sudah responsif gender atau belum. Lalu pada tahap akhir yaitu tahap monitoring dan evaluasi, segala kebijakan dan pelaksanaan dipantau dan dievaluasi jika terdapat kendala atau masalah yang ditemui terkait pengarusutamaan gender.

Previous Post

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 026

Next Post

Kekeliruan Kelompok Teroris dalam Memahami Surga

Misbahul Huda

Misbahul Huda

RelatedPosts

Menyapa Agama Agama dalam Sejarah dan Teologi
Kajian

Menyapa Agama-Agama dalam Sejarah dan Teologi (1)

26/01/2023
Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan
Peradaban

Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan (2)

24/01/2023
Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI
Kajian

Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI

19/01/2023
Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan Hari
Peradaban

Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan (1)

16/01/2023
Fenomena Mualaf Menjadi Ustadz
Kajian

Fenomena Mualaf Menjadi Ustadz

12/01/2023
Pesantren Kontinuitas dan Perubahan (3)
Kajian

Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan (3)

06/01/2023
Next Post
kelompok teroris memahami surga

Kekeliruan Kelompok Teroris dalam Memahami Surga

Islam dan Stoisisme

Keselarasan Islam dan Stoisisme

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

Menyapa Agama Agama dalam Sejarah dan Teologi

Menyapa Agama-Agama dalam Sejarah dan Teologi (1)

26/01/2023
Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan

Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan (2)

24/01/2023
Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI

Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI

19/01/2023
Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan Hari

Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan (1)

16/01/2023
Fenomena Mualaf Menjadi Ustadz

Fenomena Mualaf Menjadi Ustadz

12/01/2023

Trending Artikel

  • Pribadi Nabi Muhammad Saw Yang Introvert

    Pribadi Nabi Muhammad SAW yang Introvert

    110 shares
    Share 44 Tweet 28
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    106 shares
    Share 42 Tweet 27
  • Cara Islam Mengatasi Rasa Insecure

    72 shares
    Share 29 Tweet 18
  • Definisi Dai, Ustadz, Mufti, Murobbi dan Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi

    61 shares
    Share 24 Tweet 15
  • Disebut Jokowi di Pengukuhan PBNU, Ini Profil Ainun Najib

    54 shares
    Share 22 Tweet 14
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.