Peristiwa perintah kurban dalam syariat Islam diklaim mengikuti syariat Ibrahim yang semula mendapat perintah dari Allah melalui mimpi untuk menyembelih anaknya, Ismail. Kisah tersebut juga direkam Al-Qur’an dalam surah al-Saffat ayat 102-108. Penekanannya ada pada ayat 108, disebutkan bahwa Ibrahim telah diabadikan untuk umat-umat yang datang setelahnya.
Namun menarik melihat ayat 106, Al-Qur’an menyebut perintah Allah yang diberikan kepada Nabi Ibrahim melalui mimpi itu sebagai balak (inna hadza lahuwal balaaul mubin). Artinya, sesungguhnya ini benar-benar merupakan ujian (balak) yang nyata.
Untuk mengetahui rahasia itu, perlu untuk menelusuri maksud dan tujuan dari digunakannya kata balak. Karena dalam Al-Qur’an, kata balak digunakan untuk dua maksud yang bisa dikatakan kontradiktif. Di satu sisi untuk makna kenikmatan, di sisi yang lain untuk ujian.
Untuk makna pertama, yaitu kenikmatan. Misalnya digunakan dalam surah Al-Baqarah ayat 49. Ayat tersebut mengisahkan ketika bani Israil diselamatkan oleh Allah dari siksaan Firaun dan rezimnya. Mereka mendapatkan diskrimiasi social, dijadikan budak, anak-anak laki-laki disembelih dan hanya perempuan yang disisakan untuk dijadikan sebagai pembantu. Penyelamatan tersebut oleh Al-Qur’an disebut sebagai balak.
Dalam surah yang sama ayat 124, kata balak digunakan untuk menyebut ujian. Yaitu mengisahkan ketika Nabi Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat. Kalau ditelusuri ujian-ujian yang diberikan kepada Nabi Ibrahim, tampaknya makna balak dalam konteks “ujian” ini sangat tepat. Sebab balak yang diberikan kepada Nabi Ibrahim itu bukanlah kenikmatan secara kasat mata sebagaimana yang diberikan kepada bani Israil saat diselamatkan oleh Allah dari rezim kekuasaan Firaun.
Ambil contoh, ketika Nabi Ibrahim harus menghadapi hukuman dibakar karena dituduh telah melecehkan tuhan-tuhan ayahnya dan kaumnya. Ia harus diasingkan dan menghadapi hukuman pedih. Cerita ini juga dikisahkan dalam Al-Qur’an surah Al-Anbiya’ ayat 68. Balak lain yang dihadapi Ibrahim, ketika ia mendapatkan perintah melalui mimpi agar menyembelih anak kebanggaannya, Ismail sebagaimana telah disinggung sebelumnya.
Pesan Penting
Para ulama sepakat pelajaran berkurban yang diambil dari kisah pengorbanan Nabi Ismail ini memiliki pelajaran penting, baik dari sisi moral maupun spiritual. Dalam sisi moral, penggambaran Nabi Ismail sebagai seorang anak yang sabar ketika ia mendapat berita dari ayahnya terkait mimpi untuk menyembelihnya.
Redaksi ayatnya mengatakan, “wahai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan melihatkan termasuk orang-orang yang sabar.” Dalam ayat ini digunakan kata al-Shabirin, yang terjemah dasarnya adalah orang-orang sabar. Sifat sabar ini telah disematkan untuk Ismail dalam rumpun kisah ini dengan dua bentuk kata.
Pertama dapat dilihat di ayat sebelumnya, yaitu ayat 101, ketika Allah memberikan kabar gembira dengan anugerah seorang anak yang sangat sabar. Di sana untuk menunjuk sifat sabar digunakan kata halim. Sedangkan di ayat setelahnya, yaitu ayat 102, ketika Ismail merespon perintah ayahnya, digunakan kata shabirin.
Di sinilah para ulama Bahasa mulai mencari titik bijaknya yang bisa jadi merupakan rahasia besar Al-Qur’an. Karena tidak mungkin Al-Qur’an tanpa sengaja menggunakan redaksi berbeda untuk satu kisah yang sama. Para ulama Ulumul Quran seperti Manna’ Khalil dan al-Suyuthi sangat menaruh perhatian dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut untuk dicarikan makna besarnya.
Tentu makna besar yang dikehendaki tersebut selaras dengan prinsip para ulama belakangan terkait orientasi Al-Qur’an sebagai hudan, petunjuk bagi manusia. Adapun terkait dengan rahasia digantikannya Ismail dengan kambing, ini mengisaratkan sebagai balasan atas kesabaran yang ada di dalam diri Ismail maupun Ibrahim.
Karena dua-duanya menyandang gelar sebagai halim. Sedangkan Ibrahim dilukiskan dalam Al-Qur’an sebagai seorang Nabi yang banyak mengeluarkan permintaan kepada Allah. Mulai dari mencari Tuhan, hingga ia minta kepada Allah agar namanya terus dikenang dan dari keturunannya ada manusia yang terpilih.
Di era Pandemi seperti ini, meneladani kesabaran itu sangat dibutuhkan. Karena Nabi sendiri mengatakan bahwa ketika ada wabah (pandemic) menjadi ujian bagi seluruh orang beriman. Bagi mereka yang wafat berpahala syahid dan mereka yang bersabar akan menjadi rahmat.
Sabar sembari berusaha sekuat tenaga untuk tetap bisa bertahan, menjaga kehidupan, menjaga kesehatan, memperbanyak zikir kepada Allah, dan upaya-upaya lain untuk menanggulangi menularnya wabah ini.