Dunia heboh setelah Paus Fransiscus menyebut kelaparan yang melanda umat manusia di dunia ini merupakan tindakan kiriminal dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Paus juga menyinggung kemajuan tekhnologi yang justru digunakan untuk mengeksploitasi alam, serta memperkaya diri sendiri.
Pernyataan Paus tersebut membuat ramai negara-negara maju untuk bersikap proaktif dalam menanggulangi kelaparan. Pasalnya, negara-negara maju yang menjadi pelopor gerakan sosial berskala besar dituntut lebih tanggap terhadap peristiwa kelaparan yang justru kian meroket akibat pandemi Covid-19.
Paus yang dipandang sebagai tokoh agama terbesar di dunia memiliki pengaruh besar dalam bersuara di negara-negara maju. Selain mereka yang mengklaim dirinya sebagai pelopor Hak Asasi Manusia, kesetaraan, keadilan dan kesejahteraan. Ini menarik dijadikan kritik untuk Islam dalam merespon peristiwa kalaparan.
Dalam konteks ini banyak ulama yang mengklaim bahwa Islam sebenarnya lebih dulu responsif terhadap Hak Asasi Manusia. Muhammad Athiyyah al-Abrasyi termasuk salah satu ulama yang mengklaim komitmen ini dengan menjadikan visi misi kenabian sebagai representasi dari perhatian terhadap HAM.
Tidak tanggung-tanggung, Al-Abrasyi juga membantah pengakuan negara-negara Barat yang mengklaim dirinya adalah pelopor Hak Asasi Manusia. Al-Abrasyi membuktikan sekian fakta sejarah bahwa Islam lah yang semula mengangkat hak-hak untuk manusia, baik hak hidup, hak merdeka, hak tentram, hak memiliki kekayaan dan lain sebagainya.
Menurutnya, misi Islam seperti itu hadir di tengah-tengah masyarakat yang sedang berada dalam penindasan sosial maupun ekonomi akibat keserakahan sebagian umat manusia. Mereka yang kuat akan semakin kuat dengan mengalahkan sistem ekonomi yang sangat berpengaruh pada kehidupan kelompok lemah.
Selanjutnya juga akan berpengaruh pada tingkat keadilan, dan hak mendapatkan perlindungan hukum. Dulu, kata Al-Abrasyi, di era sebelum Islam datang, ketika masyarakat lemah mengadu pada penguasa terkait kondisi mereka yang mendapatkan penindasan dari kelompok kuat, justru mereka akan dihadapkan pada pemerasan dari penguasa. Tidak mendapat keadilan tetapi justru akan ditimpa bencana bertubi.
Lain cerita ketika Islam datang. Mereka yang kelaparan mendapat hak menerima sedekah, perlindungan, dan setara di depan hukum. Demi keadilan akibat merampas harta orang lain, Rasulullah dengan tegas mengatakan, “Seandainya putriku Fatimah yang mencuri tetap saya potong tangannya.”
Pernyataan Rasulullah tersebut bisa dipahami dalam rangka untuk keadilan hukum. Karena beliau tidak tanggung-tanggung kalau memberikan contoh untuk kemaslahatan bersama dalam skala yang luas. Jika yang dijadikan contoh adalah keluarga atau orang yang dicintai, pasti ketegasan akan lebih tampak.
Islam juga sangat menjunjung tinggi kemerdekaan dan kesejahteraan. Dalam konteks ini, Hudlari Beik memberikan contoh misi utama Islam di antaranya adalah menghapus perbudakan. Bahkan memerdekakan budak termasuk bagian dari penebusan dosa atau denda ketika melakukan kesalahan, seperti melanggar sumpah, membunuh dengan sengaja dan lainnya.
Untuk menanggulangi kelaparan, Al-Qur’an juga menyebutnya sebagai jalan kebajikan yang memang sangat sukar dilaksanakan bagi orang-orang yang berhati sempit. Dalam surah Al-Balad ayat 12-16 telah disinggung dengan gamblang.
“Tahukah kamu apa jalan terjal sukar itu? Yaitu menghapus perbudakan atau memberi makan pada saat terjadi kelaparan. Kepada anak-anak yatim yang masih kerabat atau orang-orang miskin terdekat.”
Misi tersebut, memberi sedekah juga dijadikan sebagai salah satu rukun Islam. Salah satu prinsip esensial yang harus dilakukan bagi siapapun yang mengaku menjadi muslim. Pasalnya tidak hanya taat melakukan bentuk ibadah vertikal tetapi juga horizontal. Spiritual dan sosial.
Bisa dipahami bahwa Islam sangat responsive terhadap peristiwa kelaparan, khsususnya yang terjadi di masyarakat terdekat. Meskipun sudah banyak lembaga-lembaga filantropi yang dipelopori oleh umat muslim, tetapi fakta yang dihasilkan masih perlu ditingkatkan. Tidak hanya kepedulian ketika terjadi peristiwa-peristiwa di luar, tetapi juga lebih tanggap terhadap bencana yang ada di sekitar kita. Ini yang lebih dikehendaki.