Sebagian umat Islam seringkali menempatkan amar ma’ruf dan nahi munkar sebagai hal niscaya yang tidak bisa ditawar. Memang iya, amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan kewajiban setiap Muslim untuk menjalankannya. Selain al-Qur’an, hadits Nabi SAW. tentang perintah itu sangat jelas. “Jika kalian melihat terhadap kemunkaran hendaknya diubah dengan dengan tangan. Jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisan. Dan jika tidak mampu maka ubahlah dengan hati. Yang paling akhir ini merupakan paling lemahnya iman.” Demikian bunyi hadits Nabi tentang itu.
Namun dalam penerapannya tidak semudah itu. Syekh ‘Abdul Qadir Jailani menjelaskan lengkap dalam kitabnya yang berjudul “al-Gunyah li Thaliby Thariqil Haqq ‘Azza wa Jalla”. Ada satu bab khusus dalam kitab ini yang memuat tentang masalah amar ma’ruf nahi munkar yang harus diketahui. Bab itu berbunyi “bab fil amri bil ma’ruf wal nahyi ‘anil munkar”. Karena jamak diketahui bahwa para kelopok radikal sering kali melakukan upaya pengrusakan sosial dengan alasan demi menegakkan amar makruf dan nahi munkar, seolah-olah perintah Allah itu tanpa pertimbangan sedikit pun.
Karena itulah, rupanya Syekh Abdul Qadir Jailani menulis satu bab khusus tentang amar ma’ruf dan nahi munkar agar tidak disalah pahami kemudian salah dalam bertindak. Dalam bab ini disebutkan bahwa melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan kewajiban bagi umat Islam. Namun demikian ada syarat dan ketentuan yang berlaku dalam menjalankannya.
Syarat Sebelum Nahi Munkar
Menurut Abdul Qadir Jailani, ada enam syarat yang harus diketahui sebelum melakukan nahi munkar. Pertama, sosialisasi amar ma’ruf. Setiap umat Islam wajib memberikan pemahaman kepada seluruh orang tanpa terkecuali. Pendidikan tentang baik buruk, ajaran-ajaran, dan semua hal yang berkenaan dalam agama sudah diterima oleh semua orang. Jika ternyata ada yang belum memahami tentang larangan dan anjuran dalam agama maka tidak dapat dilakukan nahi munkar. Karena mereka belum dikatakan baligh. Yakni tersampaikannya ajaran Islam.
Kedua, tidak mengakibatkan kerusakan dan menyakiti orang lain (la yuaddi ila fasadin ‘adzimin). Nahi munkar tidak boleh mengakibatkan kerusakan di muka bumi, baik kerusakan fisik, harta, apa lagi nyawa. Sekali pun nahi munkar ini dilakukan oleh seorang penguasa jika mengakibatkan kerusakan yang fatal maka tergolong haram, apa lagi dilakukan oleh satu orang.