Minggu, Januari 29, 2023
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Peradaban
Sejarah Kemerdekaan yang Tercecer

Sejarah Kemerdekaan yang Tercecer

Sejarah Kemerdekaan yang Tercecer

Aguk Irawan by Aguk Irawan
16/08/2022
in Peradaban, Tajuk Utama
2 0
0
2
SHARES
38
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Perjalanan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka banyak persepektif dan kronologi sejarah heroisme yang berbeda, tulisan ini hanya salah satu versi yang singkat dan menurut saya terpenting dari sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.

Pada sekitar bulan Maret 1962 Belanda bisa merebut Batavia dari kesultanan Cirebon. Di bulan yang sama di tahun berbeda, takdir Allah, pada 5 Maret 1942, Jepang berhasil merebut Batavia dari Hindia Belanda. Kemudian semua Komandan dan prajuritnya lari ke Lembang dan sore hari tanggal 7 Maret 1942 Lembang jatuh ke tangan Jepang. Jepang berhasil memaksa pasukan KNIL (Koninklijk Netherlandsch Indische Leger) di bawah komando Letjen Ter Poorten melakukan gencatan senjata.

BacaJuga

Menyapa Agama-Agama dalam Sejarah dan Teologi (1)

Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan (2)

Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI

Setelah bertekuk lutut, Mayjen JJ Pesman pun mengirim utusan ke Lembang untuk melakukan perundingan. Tetapi dari pihak Jepang, Kolonel Shoji minta agar perundingan dapat dilakukan di Gedung Isola (sekarang dipakai sebagai Gedung Rektorat UPI, Bandung).

Sementara itu, Jenderal Imamura yang dihubungi Kolonel Shoji memerintahkan agar mengadakan kontak dengan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkendborgh Strachouwer untuk mengadakan perundingan di Kalijati, Subang pada pagi hari tanggal 8 Maret 1942. Kemudian Belanda meminta perundingan di Kalijati. Saat itu juga, Ter Poorten dan Tjarda secara resmi menandatangi dokumen kapitulasi atau penyerahan tanpa syarat Hindia Belanda kepada Jepang.

Keesokan harinya, 9 Maret 1942, Belanda menyiarkan penyerahan dirinya lewat radio. Setelah radio dikuasi oleh Jepang, Kolonel Shoji menyiarkan berita amat penting yaitu mengumumkan akan menjadikan Indonesia saudara tuanya dan berjanji sesama Asianya akan membantu memerdekannya dari penjajahan kulit putih Eropa. Satu bulan kemudian, 9 Mei Kiai Haji Hasyim bersedia menjadi mufti (shumubu) 1942.

Orang banyak bertanya, bahkan elit nasionalis saat itu banyak menyayangkan sikapnya dan mengkritik keras keputusan ini, tetapi Mbah Hasyim tetap tak bergeming untuk mundur. Bahkan, ia menunjuk putranya untuk menggantikan posisinya sebagai pelaksana. Namun belakangan baru diketahui bahwa sikap ini adalah sebagai strategi yang luar biasa bagi jalan menuju kemerdekaan.

Sejarah mencatat, Presiden Jepang, tanggal 24 September 1942 secara resmi pernah berjanji akan memerdekakan bangsa Indonesia, tetapi janji tetap janji. Hal inilah yang dimanfaatkan Mbah Hasyim untuk terus konsolidasi dan menjalankan strateginya. Diantaranya dengan meminta Jepang untuk memberi pendidikan yang memadai pada pribumi dan memintanya untuk melatih militer.

Jepang tidak keberatan, karena mereka sudah mencium Belanda dan sekutu akan kembali mengambil alih kekuasaannya pada rencana agresi militer kedua. Ini bagian dari keputusan negara antar bangsa di Wina pada 2 September 1942. Jadi pelatihan militer pada pribumi akan menguntungkannya untuk menghadapi NICA. Tapi bagi Mbah Hasyim pengetahuan dan pelatihan ini adalah langkah pertama untuk menggapai cita-cita kemerdekaan. Sebab baginya, jika rakyat sudah terlatih, tidak ada sulitnya mengusir Jepang yang hanya segelintir itu.

Melalui Shumuka-cho (kantor cabang Shumubu di daerah) Mbah Hasyim dan sejumlah kiai membuat barisan komando perang, seperti Barisan Hizbullah, Sabilillah, Pandu Hizbul Wathon dan lain sebagainya. Setiap hari kiai dan santri bersama PETA (militer buatan Jepang) dilatih perang oleh tentara Jepang dalam komando kolonel Shoji (Disinilah sejarah TNI dididirikan). Kelak, setelah mereka sedikit mahir dan Mbah Hasyim dimasukan ke penjara selama empat bulan karena menolak kebijakan Seikirai. Selama itu pula bagaimana pemberontakan demi pemberontakan kaum santri bergolak dimana-mana. Sehingga Jepang terpaksa melepaskan Mbah Hasyim.

Tidak hanya melepaskan, karana mereka terdesak akhirnya Jepang menunaikan janjinya pada tanggal 9 Maret 1942, yaitu segera “memberi” kemerdekakan Indonesia, yaitu dengan membentuk BPUPKI pada tanggal 29 April 1945

Kemudian 1-10 Mei 1945 elit politis negeri ini mengundang semua elemen bangsa, dan ketika ingin membahas dasar negara secara lebih serius, terlalu banyak keinginan dan gagasan, bahkan sampai deadlock, maka untuk menindaklanjuti ini BPUPKI membentuk tim kecil yang berisi sembilan tokoh yang dianggap mewakili dua kelompok penting tersebut, yakni nasionalis sekuler dan nasionalis agama.

Terpilah sembilan tokoh, mereka adalah Ir Sukarno, Mohammad Hatta, Mr AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H Agus Salim, Mr Achmad Subardjo, KH Wahid Hasyim, dan Mr Muhammad Yamin. Salah satu hasilnya adalah berhasil membuat naskah pembukaan undang-undang dasar dan rumusan dasar negara meski ada sedikit perbedaan, misalnya dengan apa yang dipidatokan oleh Sukarno pada 1 Juni 1945.

Meskipun hanya sembilan orang, perdebatan sengit berhari-hari tak menemukan titik temu. Karena kubu yang menginginkan Indonesia menjadi negara Islam, buntut dari Kongres Jamiatul Khair 1913 di Surakarta sama kuatnya dengan yang menginginkan Indonesia nasionalis sekuler. Sehingga sidang discoring, dan dilanjutkan di akhir bulan Mei.

Pada sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945. Kiai Haji Wahid Hasyim meminta waktu untuk berpidato menyampaikan uraian tentang piagam (shahifah) Madinah. Piagam Madinah yang dideklarasikan Rasul Saw ini terdiri atas empat bagian. Dalam bagian pertama ini, dinyatakan semua pertikaian yang tidak terselesaikan dengan musyawarah akan diambil pemimpin sidang berdasarkan banyak pertimbangan.

Bagian kedua, mengatur hubungan antara umat Islam dan golongan non muslimsecara lebih teperinci. Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilitas masyarakat Madinah yang bersatu. Adapun bagian ketiga terkait dengan Perjanjian Hudaibiyah, yaitu tentang hak dan kewajiban warga negara, termasuk bebas menjalankan keyakinannya tanpa paksaan (lakum dinukum waliyadin). Bahkan, siapapun yang menetap di pinggiran negara Madinah itu boleh menuntut hak bertetangga.

Setelah piagam Madinah dibacakan, Soepomo berdiri dan mengatakan bahwa “Indonesia tidak perlu menjadi negara Islam, tetapi cukup menjadi negara yang memakai dasar moral yang luhur yang dianjurkan oleh agama Islam.” Sambil terharu dan menangis Bung Karno selalu pemimpin sidang memutuskan Indonesia adalah negara nasional-relegius. Kemudian dibuatlah Piagam Jakarta atas usulan Bung Yamin, sebagai jalan tengah dan segara dibacakan sebagai declaration of independent.

Piagam ini mengandung lima sila yang menjadi bagian dari ideologi Pancasila, dengan sila pertama yang mencantumkam frase “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam.” Tetapi A. A Maramis sebagai wakil non dan Indonesia bagian Timur mempersoalkan kata syariat Islam.

Sidang kembali discorsing dan kembali dilanjutkan secara maraton yang berlangsung selama sepekan, mulai 10-16 Juli 1945. Pada kesempatan itu Kiai Wahid Hasyim memberi pendapatnya, dengan ditambah frase, “bagi pemeluknya. Tapi Kiai Kahar Muzakkar protes, tidak boleh ditambah, begitu juga wakil dari Muhammadiyah yang dipanggil Bung Karno, yaitu Ki Bagus Kusuma keberatan dengan tambahan frase, bagi pemeluknya.

Belum selesai soal tambahan frase ini Mohammad Hatta yang pada malam sebelumnya menerima kabar dari seorang perwira angkatan laut Jepang bahwa kelompok nasionalis dari Indonesia Timur sudah dipastikan lebih memilih mendirikan negara sendiri jika kata syariat islam tersebut tidak dihapus, dan memberi jalan tengah mengusulkan Ketuhanan yang Maha Kuasa dan menghapus tujuh kata tambahan.

Tetapi Ki Bagus Kusuma tetap kekeh dengan pendapatnya. Kemudian, Bung Karno meminta Kasman Singodimedjo sebagai karibnya untuk memahamkannya. Dari lobi yang dilakukan Kasman, Ki Bagus akhirnya melunak dan kemudian membuat keputusan penting. Yakni, menyetujui penghapusan tujuh kata-kata bernapas islami dalam Piagam Jakarta itu demi keutuhan dan persatuan bangsa. Namun, dengan syarat ada penambahan frasa ‘Yang Maha Esa’ setelah Ketuhanan.

Kiai Wahid Hasyim setuju dengan usulan Ki Bagus Kusuma, penggantian kalimat dari Maha Kuasa ke Maha Esa. Karena Esa mengandung nilai-nilai ketauhidan yang itu kedudukannya lebih fundamental dari menjalankan syariah. Bung Karno menyetujui dan perubahan yang sangat penting itu akhirnya terjadi pada 18 Agustus 1945.

Wallahu’alam bishawab
Kasongan, 16 Agustus 2022

*Artikel ini juga diposting di www.rumahkata.id

Tags: BPUPKIKemerdekaanKH. Hasyim AsyariKH.Hasyim Asy'ariPancasilapiagam madinahSejarah Kemerdekaan IndonesiaSoekarno
Previous Post

Memahami Filantropi Islam

Next Post

Mengapa Indonesia Bukan Negara Islam?

Aguk Irawan

Aguk Irawan

Pengasuh Pesantren Kreatif Baitul Kilmah Yogyakarta

RelatedPosts

Menyapa Agama Agama dalam Sejarah dan Teologi
Kajian

Menyapa Agama-Agama dalam Sejarah dan Teologi (1)

26/01/2023
Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan
Peradaban

Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan (2)

24/01/2023
Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI
Kajian

Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI

19/01/2023
Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan Hari
Peradaban

Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan (1)

16/01/2023
Fenomena Mualaf Menjadi Ustadz
Kajian

Fenomena Mualaf Menjadi Ustadz

12/01/2023
Pesantren Kontinuitas dan Perubahan (3)
Kajian

Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan (3)

06/01/2023
Next Post
Mengapa Indonesia Bukan Negara Islam

Mengapa Indonesia Bukan Negara Islam?

Maimoen Zubair

Algoritma Kemerdekaan Perspektif Syaikhuna Maimoen Zubair

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

Menyapa Agama Agama dalam Sejarah dan Teologi

Menyapa Agama-Agama dalam Sejarah dan Teologi (1)

26/01/2023
Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan

Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan (2)

24/01/2023
Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI

Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI

19/01/2023
Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan Hari

Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan (1)

16/01/2023
Fenomena Mualaf Menjadi Ustadz

Fenomena Mualaf Menjadi Ustadz

12/01/2023

Trending Artikel

  • Pribadi Nabi Muhammad Saw Yang Introvert

    Pribadi Nabi Muhammad SAW yang Introvert

    110 shares
    Share 44 Tweet 28
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    106 shares
    Share 42 Tweet 27
  • Cara Islam Mengatasi Rasa Insecure

    72 shares
    Share 29 Tweet 18
  • Definisi Dai, Ustadz, Mufti, Murobbi dan Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi

    60 shares
    Share 24 Tweet 15
  • Disebut Jokowi di Pengukuhan PBNU, Ini Profil Ainun Najib

    54 shares
    Share 22 Tweet 14
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.