Pasca Taliban berhasil menguasai Afghanistan pada Agustus lalu, beberapa keputusan pemerintahan Taliban mengundang perhatian banyak pihak, termasuk Indonesia. Karena Taliban dinilai berpotensi kembali seperti saat mereka berkuasa untuk pertama kalinya di Afghanistan yang justru menyengsarakan rakyat.
Kemenangan Taliban diraih setelah mereka berhasil menduduki istana dan memukul mundur tentara AS yang mendukung Ashraf Ghani. Namun masyarakat khawatir dengan kiprah Taliban yang dianggap akan berulang lagi. Hukum-hukumnya sangat kaku, mengerdilkan peranan wanita, tidak manusiawi, dan lain sebagainya. Sehingga sebagian masyarakat Afghanistan berebut untuk meninggalkan negerinya sendiri.
Rasheed (2000) dalam bukunya mengisahkan semula Taliban merupakan kelompok pelajar sekolah Madrasah yang menjadi penengah saat Afghanistan sedang dilanda konflik antar suku, ras, dan agama. Semula Taliban juga pernah dimanfaatkan oleh Amerika untuk melawan Uni Soviet ketika mereka berseteru. Namun, kenyataan berbalik ketika Amerika telah berhasil mengalahkan Soviet, justru Taliban jadi musuh nomor wahid.
Menurut Sumanto (2017), campur tangan Amerika dan sejumlah negara Barat, maupun Timur Tengah di Afghanistan sebenarnya lebih didominasi faktor ambisi untuk menguasai Afghanistan sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam. Ulah campur tangan ini yang menurut Kuru (2021) jadi penyebab kemunduran negara Islam (mayoritas berpenduduk muslim).
Melihat kenyataan itu, Taliban hadir dengan menawarkan perjuangan untuk mengembalikan Afghanistan sebagai negara berkeadilan, makmur dan sejahtera. Bahkan menurut Rasheed, gagasan Taliban dalam mengembalikan hukum waris saat itu disambut baik oleh suku Pasthun yang merasa dikembalikan tadisi suci mereka.
Namun, kenyataan berbalik ketika Taliban berkuasa pada tahun 1996-2001. Sejumlah aturan dirombak besar-besaran oleh Taliban, alih-alih menerapkan hukum sesuai syariat Islam. Seperti tidak diperbolehkannya membuat film, melarang perempuan keluar tanpa didampingi mahram, perempuan harus menutup aurat dengan niqab, bagi laki-laki tidak diperbolehkan mencukur rambut, dan sejenisnya.
Gantung Mayat
Saat ini di antara hukum yang diterapkan adalah gantung mayat di tempat umum bagi pelaku kejahatan. Pada tanggal 25 Agustus otoritas Taliban di kota Herat menegaskan bahwa empat mayat yang digantung di alun-alun kota merupakan komplotan pelaku tindak kejahatan penculikan terhadap seorang penguasaha dan anaknya.
Taliban juga mengklaim tindakan tersebut untuk menimbulkan efek jera kepada para komplotan lainnya agar tidak melakukan kejahatan. Taliban juga menambahkan bahwa dalam waktu dekat ini akan memutuskan hukum potong tangan bagi pelaku pencurian dan sejenisnya.
Dalam Islam, jenis hukuman tersebut disebut sebagai Kisas. Menurut Khudlari Baik, Kisas sebenarnya sudah ada dari sebelum Islam. Menurutnya, Kisas sudah dikenal dan diterapkan oleh otoritas masing-masing kabilah. Hanya saja, karena penerapannya timpang tindih, dan hanya menyasar kelompok lemah, maka Islam datang untuk membela keadilan.
Lalu bagaimana dengan langkah Taliban yang gantung mayat? Dalam rumusan hukum Fiqih, mayat orang muslim harusnya dimuliakan sebagaimana kedudukannya sebagai manusia. Oleh sebab itulah, ketika seorang muslim wafat, maka harus ada standar dalam merawat mayatnya, seperti dimandikan, dikafani, dishalati sampai diletakkan di liang lahat.
Meskipun wafat dalam keadaan peperangan, Islam juga mewajibkan memperlakukan mayat dengan baik. Rasulullah pernah melaknat orang yang membredel usus dan mencukil mata pamannya, Hamzah bin Abdul Muthallib saat terjadi perang Uhud. Nabi Muhammad sangat murka karena orang yang sudah meninggal justru masih dianiaya.
Ternyata tindakan seperti itu sangatlah kejam, tidak manusiawi. Sedangkan Islam datang dengan membawa penegasan kemuliaan untuk seluruh umat manusia (al-Karamah al-Insaniyyah) termasuk siapa saja yang sudah meninggal.