Rabu, Agustus 17, 2022
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kolom
3 Cara Menjaga Kesucian Diri Saat Pandemi Covid 19

3 Cara Menjaga Kesucian Diri Saat Pandemi Covid 19

Taqwa Sebagai Output Puasa

Hatim Gazali by Hatim Gazali
28/05/2020
in Kolom
3 0
0
3
SHARES
58
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

RAMADAN telah bersama kita. Puasa sedang kita jalankan. Pilpres dan pileg pun sudah usai. Namun, ujaran kebencian dan hoaks masih saja merajalela. Sepertinya, mereka ini tidak sedang berpuasa. Jika pun berpuasa, tentu hanya menahan haus dan lapar, sebagaimana yang disabdakan Nabi, banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali haus dan lapar.

Sebenarnya, melalui ibadah puasa kita diajarkan menghentikan sejenak rutinitas keduniawian, melepaskan diri dari kemelekatan duniawi. Puasa ini merupakan ajaran purba yang juga berlaku kepada umat-umat sebelum Nabi Muhammad. Siti Maryam pun berpuasa dengan cara tidak berbicara, Nabi Daud dan Nabi Musa pun berpuasa. Karena itulah, ajaran puasa ini dapat dengan mudah dijumpai dalam agama-agama lain.

BacaJuga

Memahami Filantropi Islam

Darurat Literasi Islam yang Ramah

Tradisi Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram

Untuk memperingati hari raya Yom Kippur, umat Yahudi melaksanakan puasa 25 jam. Umat Kristiani pun melaksanakan puasa 40 hari yang umumnya dilakukan Rabu Abu sampai Jumat Agung, dengan cara berpantang terhadap ketergantungan duniawi. Begitu pula dengan agama-agama lain.

Sekalipun berbeda teknis dan waktu puasa, tujuan dari puasa adalah sama, yakni menajamkan rohani, mendekatkan diri kepada Tuhan. Sehingga cita-cita sebagai manusia yang bertakwa dan suci dapat terwujud melalui ibadah puasa ini.

Iman sebagai kontrol diri

Begitu pula dengan puasa umat Islam. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 183,  “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa”.

Jika mencermati ayat ini, jelas puasa hanya diperuntukkan kepada mereka yang beriman. Tentu, yang tak beriman tak akan memercayainya sehingga tidak melaksanakan puasa. Hanya karena kekuatan imanlah, seseorang rela tidak makan-minum dan berhubungan seks di siang hari.

Orang yang beriman yakin walaupun tanpa ada yang mengontrolnya, niscaya dia akan melakukan perintah itu dengan sepenuh hati. Dalam dunia kerja, keberimanan seperti ini tentu sangat penting, karena sekalipun tanpa kontrol, seseorang dapat menjalankan kerjanya dengan sungguh-sungguh. Dalam konteks penyebaran ujaran kebencian, sekalipun tidak diatur dalam UU, seseorang tentu tidak akan menyebarkan kebencian karena iman yang bersemayam di hatinya.

Dengan iman yang dimiliki, untuk mencapai derajat takwa, umat Islam diperintahkan untuk berpuasa. Secara fikih, berpuasa berarti menahan segala hal yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar sampai terbenam matahari. Hal-hal yang membatalkan puasa itu adalah makan, minum dan berhubungan seks, tiga kebutuhan dasar manusia.

Hal itu mengajarkan kita untuk tidak selalu memuaskan nafsu fisik-ragawi. Nafsu, menurut Al-Ghazali dalam buku Ihya Ulumuddin, harus diatur dan dikendalikan agar nafsu itu mengarah kepada kebaikan, melalui jalan riyadhah dan puasa. Jika terhadap kebutuhan dasar manusia saja harus diatur dan dikendalikan, apalagi terhadap hal-hal yang jelas dilarang oleh Allah, seperti menggunjing, menebar hoaks, dan kebencian.

Tingkatan puasa

Karena itulah, bagi kalangan sufi, berpuasa bukan sekadar menahan nafsu biologis, tetapi juga disertai dengan serangkaian ibadah, riyadhah, dan pemusatan pikiran yang hanya tertuju kepada Allah. Bagi sufi, bukanlah orang yang berpuasa jika hanya menahan haus dan lapar.

Dalam konteks ini, Al-Ghazali mengklasifikasikan orang berpuasa ke dalam tiga tingkatan. Pertama, puasa orang pada umumnya (shaum al-‘amm), yaitu menahan diri dari makan, minum dan berhubungan suami istri. Jenis puasa ini hanya menggugurkan kewajiban puasa.

Kedua, puasa orang khash (orang-orang khusus/elite), yakni mengendalikan seluruh anggota tubuh untuk tidak melakukan perbuatan maksiat. Bagi kelompok ini, melakukan dosa kecil apalagi besar akan membatalkan puasa. Prinsipnya, tidak disebut berpuasa bagi mereka yang melakukan dosa, seperti berbohong dan menebar fitnah.

Ketiga, puasa orang khawash al-khawash (orang-orang superkhusus/elite), yaitu menjaga hati dari keinginan duniawi, mengarahkan hati untuk selalu berzikir (ingat) kepada Allah secara totalitas. Setiap saat hatinya selalu ingat kepada Allah, sekalipun ia mengerjakan hal-hal duniawi semuanya diperuntukkan semata untuk Allah.

Ouput takwa

Untuk meyakinkan umat Islam betapa puasa ialah media mendekatkan diri kepada Allah, melatih spiritualitas, melepas kemelekatan duniawi, Allah pun dalam ayat itu menyinggung, puasa ini sudah menjadi tradisi orang-orang (baca: Nabi) terdahulu. Sehingga, melalui ibadah puasa, umat Nabi Muhammad terhubungan dengan tradisi-tradisi umat sebelumnya, karena puasa ini dalam ilmu Ushul fiqh dikategorikan sebagai syar’u man qablana (syariat sebelum era Nabi Muhammad).

Dengan melaksanakan puasa tingkat yang ketiga, khawash al-khawash, output yang bisa diraih umat Islam adalah takwa. Ketakwaan di sini tentu derajat kualitatif manusia di hadapan Tuhan yang terefleksi kehidupan sehari-hari. Al-Quran memberikan indikator kebertakwaan seseorang, sebagaimana yang termaktub dalam surah Ali Imron surat 124-135, yaitu, kepeduliaan sosial baik baik dalam keadaan lapang maupun sempit, mampu menahan amarah dan memaafkan orang lain, dan selalu bertobat atas segala kesalahan yang telah diperbuat.

Kiranya, melalui puasa ini kita diharapkan menjadi hamba yang disebutkan dalam Alquran alladzina yadzkuruunallah qiyaman wa qu’udan wa ‘ala junubihim wa yatafakkaruuna fi khalqi al-samawati wa al-ardl, mereka yang selalu mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, tidur dan memikirkan tentang kejadian langit dan bumi. (QS.3: 191). Semoga!

Media Indonesia, 15 Mei 2019

https://mediaindonesia.com/read/detail/235590-takwa-sebagai-output-puasa

Previous Post

Pandangan Islam Tentang (Umat) Agama Lain – Perspektif Normatif

Next Post

Jihad Melawan Kuffar

Hatim Gazali

Hatim Gazali

Pemimpin Redaksi Islamina.id | Dosen Universitas Sampoerna | Ketua PERSADA NUSANTARA | Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah PBNU

RelatedPosts

memahami filantropi islam
Kolom

Memahami Filantropi Islam

14/08/2022
Darurat Literasi Islam yang Ramah Islamic Book Fair
Kolom

Darurat Literasi Islam yang Ramah

12/08/2022
muharram
Kolom

Tradisi Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram

01/08/2022
hijrah
Kolom

Hijrah Kolektif dari Narasi Kebencian dan Pemecah Belah

28/07/2022
kekerasan seksual
Kolom

Kenapa Masih Ada Kekerasan Seksual di Pesantren?

26/07/2022
ukhuwah wathaniyah
Kolom

Pentingnya Ukhuwah Wathaniyah di Bumi Indonesia

18/07/2022
Next Post
Jihad Melawan Kuffar

Jihad Melawan Kuffar

Memaknai Kembali “islam Kita”

Memaknai Kembali “Islam Kita”

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

Sejarah Kemerdekaan yang Tercecer

Sejarah Kemerdekaan yang Tercecer

16/08/2022
memahami filantropi islam

Memahami Filantropi Islam

14/08/2022
Darurat Literasi Islam yang Ramah Islamic Book Fair

Darurat Literasi Islam yang Ramah

12/08/2022
Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar dan Ketua Umum Mathlaul Anwar KH Embay Mulya Syarief

Ormas Keagamaan Harus Ikut Masifkan Media Sosial Dengan Konten Perdamaian

12/08/2022
thumbnail bulletin jum'at al-wasathy

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 037

12/08/2022

Trending Artikel

  • Pribadi Nabi Muhammad Saw Yang Introvert

    Pribadi Nabi Muhammad SAW yang Introvert

    81 shares
    Share 32 Tweet 20
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    62 shares
    Share 25 Tweet 16
  • Cara Islam Mengatasi Rasa Insecure

    53 shares
    Share 21 Tweet 13
  • Disebut Jokowi di Pengukuhan PBNU, Ini Profil Ainun Najib

    49 shares
    Share 20 Tweet 12
  • Definisi Dai, Ustadz, Mufti, Murobbi dan Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi

    40 shares
    Share 16 Tweet 10
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.