Bulletin Islamina Vol. 3 No. 22 Maret 2022 ini mengangkat isu actual tentang pengeras suara: TOA. Ini menjadi isu kontroversi sejak Menteri Agama menerbitkan regulasi yang diiringi dengan pernyataan. Selain itu, pada bulan ini, tepatnya tanggal 15 Maret merupakan hari penting karena diperingati Hari Internasional Memberantas Islamo-Fobia (“The International Day to Combat Islamophobia”). Untuk itu, ada dua kajian
yang diturunkan pada edisi ini; yang pertama tentang “Toa Masjid Sebagai Syiar Agama, Perlukah diatur?” yang ditulis oleh Khoirul
Anwar, dan yang kedua berjudul “Memberantas Fobia Islam” yang ditulis oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE.
Belajar dan menambah wawasan tentang dua isu itu sangat penting sebagai bekal bagi kita untuk menyikapi pelbagai peristiwa yang terjadi. Jika pun dibaca pada bulan Ramadhan, tentu bukan hal buruk, tentunya selain memperbanyak ibadah mahdhah dan ghair mahdhah.
Editorial
Pertama-tama kita perlu menempatkan bahwa “toa” atau pengeras suara yang lazim digunakan di masjid bukan bagian dari syariat Islam. Ia hanya alat bantu untuk mengeraskan suara yang ada di dalam masjid, baik berupa adzan ataupun yang lain. Sebagai alat bantu dan bukan syariat, masjid yang tidak menggunakan toa tentu tidak melanggar syariat. Karena itu, tidak semua masjid menggunakan pengeras suara.
Masjid al-Azhar Jakarta yang dibangun pada tahun 1958, misalnya, baru menggunakan pengeras suara pada tahun 1970an. Catatan Kees Van Djik menemukan bahwa masjid Agung Surakarta yang mula-mula menggunakan pengeras suara untuk adzan pada tahun 1930an. Ada yang suka, ada juga yang tak suka dengan pengeras suara. Di tahun 1970an juga sempat muncul debat yang salah satunya dipicu oleh pertanyaan seorang warga di Majalah Ekspres 22 Agustus 1970, “Bagaimana kalau ada orang yang sakit di sekitar masjid dan meninggal karena suara adzan yang terlalu keras”
Orang dulu, suara adzan di masjid menjadi penanda tentang waktu shalat dan juga penanda waktu-waktu lain. Ketika terdengar
adzan dhuhur, berarti pertanda waktunya istirahat. Saat ini, di mana sebagian orang memiliki penanda waktu sendiri: jam (baik jam tangan maupun tertanam di handphone masing-masing), relevansi suara adzan di masjid sebagai penanda waktu menjadi kurang relevan.
Selengkapnya baca dan unduh di sini!
[sdm_download id=”5224″ fancy=”0″]