Penulis cukup kaget — atau mungkin belum sampai membaca ke sana — melihat salah satu pendakwah terkenal membahas sejarah muslim Nusantara di kanal Youtube. Karena ia juga seorang penulis, wawasan sejarahnya juga cukup banyak. Sehingga pendengar tertarik akan sejarah Islam di masa lalu.
Cukup menarik, Salim A. Fillah yang bukan berasal dari kalangan Nahdliyin (sebutan bagi warga Nahdlatul Ulama yang berakidah Aswaja), menjadi narasumber tentang sejarah Islam Nusantara. Bagi penulis, ini merupakan hal yang cukup jarang, karena selama ini sejarah Islam di Nusantara berada di kalangan akademisi NU, kampus dan peneliti/sejarawan.
Bagi penulis, ada dua faktor mengapa wacana kesejarahan Islam Indonesia di masa lalu cukup ramai akhir-akhir ini. Pertama, derasnya teknologi pada zaman ini. Masyarakat sekarang tidak luput dari gadget. Sehingga setiap orang juga memiliki akses di media sosial seperti facebook, instagram, youtube dan lain-lain. Hal ini dapat menjadi faktor masyarakat sering melihat dan mendengar konten-konten sejarah.
Kedua, tumbuhnya kuriositas di kalangan muslim Indonesia akan agama yang diyakininya. Selain Alquran dan as-Sunnah yang menjadi pedoman atau mengandung kesejarahan Islam, kitab-kitab klasik menjadi rujukan konteks masa lalu bagi muslim. Sumber-sumber ini hanya dapat dibaca oleh kalangan santri dan kalangan yang fokus mengenai tema-tema Islam.
Dua faktor tadi cukup mempengaruhi mengapa akhir-akhir ini wacana kesejarahan Islam Indonesia ramai di kalangan masyarakat. Dahulu kita dikenalkan dengan teori-teori awal Islam masuk ke Nusantara, para pendakwah seperti Wali Songo, kerajaan-kesultanan Islam di beberapa wilayah Nusantara. Dan sekarang ada polemik nasab Ba Alawi atau Habaib di Indonesia.
Sejarah Islam Nusantara yang Tidak Ada Habisnya
Tampilnya Salim A. Fillah di media, dengan membicarakan sejarah Islam, sangat menarik bagi kalangan awam. Juga menjadi nilai tersendiri baginya, karena bicara Islam Nusantara selama ini ditampilkan oleh kalangan sejarawan atau akademisi, dan sebagian besar dari kalangan NU, seperti Abdul Mun’im Dz., Ahmad Baso, Ginanjar Sya’ban dan masih banyak yang lain.