Sorogan adalah satu metode pengajaran yang digunakan di pesantren. Selain ada bandongan, lalaran dan musyawarah. Yang menarik dari kegiatan ini adalah terdapat proses yang menunjukan cara-cara untuk memusatkan perhatian penuh dan konsentrasi tinggi. Hal tersebut karena saat kiai membacakan kitab, santri dituntut menuliskan apa yang diucapkan oleh kiai. Selain menyimak dan juga memahami isi yang disamapaikan.
Sama halnya pada kegiatan sekolah formal dituntut untuk bisa menerangkan juga menyimak segala yang disampaikan oleh pembimbing. Setelah memberikan penerangan diharapkan mampu mengurangi rasa kurang suka terhadap pondok pesantren. Kegiatan pondok pesantren mendidik seseorang agar disiplin waktu dan mempertanggung jawabkan segala amanah yang dipercayakan kepadanya. Pandangan orang yang sebelah mata pada pondok pesantren merupakan sebuah tugas kita untuk menunjukan kebenaran.
Perlu diketahui, Pondok pesantren merupakan pembelajaran non formal yang mengajarkan berbagai hal mengenai kitab kuning mulai dari cara membaca sampai mengetahui isinya tanpa ada harakat dan maknanya. Pondok merupakan pembelajaran yang sudah lama dapat disebut sebagai pelajaran kuno namun tetap memiliki faidah yang besar manfaatnya.
Sekarang juga banyak sekolah yang berbasis pondok pesantren mulai dari bersistem kuno sampai pada sekolah dengan pondok moderen. Meskipun secara spesifikasi menurut Syamsul Hadi (2017) ada pemetaan antara yang disebut sebagai pesantren salaf dan modern. Ciri khas pesantren modern biasanya mengajarkan berbagai bahasa bukan bahasa Arab saja namun bahasa asing yang terkenal dan banyak dibutuhkan dalam masyarakat.
Namun hal itu dinilai problematis, sebab sekolah menjadi kegiatan formal yang menjadi penyangga untuk menghadapi prkembangan zaman. Sekolah menjadi sumber ilmu untuk mengembangkan bakat dan minat anak, menghadapi perkembangan zaman dengan tantangan pegaruh budaya luar. Sedangkan memeperdalam pengetahuan agama, salah satunya adalah dengan cara masuk ke pondok pesantren. Factor inilah yang biasanya menjadi sebab meluruhnya pemahaman mereka terhadap kitab kuning (Anwar 2019).