Media sosial kembali dihebohkan dengan kasus penistaan agama. Kali ini seorang murtad yang kini menjadi pendeta bernama Saifuddin Ibrahim atau Abraham Ben Moses meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas untuk menghapus 300 ayat Alquran. Saifuddin menyebut di ke-300 ayat Alquran itulah yang disebut menjadi biang kerok lahirnya radikalisme.
Penistaan agama seperti ini juga pernah terjadi di India beberapa waktu lalu.Mantan ketua Dewan Wakaf Syiah Uttar Pradesh, India, Wasim Rizvi, membuat petisi menghapus 26 ayat dari Alquran, karena dinilai mengajarkan kekerasan.
Melalui unggahan video viral di media sosial, Abraham mengaku mendukung penuh kebijakan Menag soal pengaturan penggunaan pengeras suara baik di masjid maupun musala.Ia pun memuji Menag sebagai menteri agama yang penuh toleransi tinggi terhadap minoritas.
Dengan suara keras, ia juga meminta Menag untuk tidak mengatakah masalah adzan. Setelah masalah pengeras suara, Saifuddin juga menyaranakan Menag untuk mengevaluasi kurikulum sekolah berbasis Islam hingga Pesantren. Ia menilai kurikulum yang ada di madrasah, hingga perguruan tinggi sumber kekacauan itu dari kurikulum yang tidak benar. Bahkan kurikulum di pesantren lebih banyak melahirkan kaum radikal.
Tidak hanya kurikulum pesantren, Saifuddin meminta Menag menghapus 300 ayat dari Alquran karena dinilai mengajarkan intoleransi dan radikalisme. Video ini langsung mendapat kecaman dari berbagai pihak. Apalagi dari penuturan rekan-rekannya di pesantren, Saifuddin atau Abraham pernah menjadi santri di Pondok Hajjah Nuriyah Shabran-UMS.
Aktivis Pesantren Vokal, NII, dan Murtad
Selama kuliah dan nyantri, Saifuddin dikenal vokal dan frontal. Ia bahkan sempat masuk jaringan Negara Islam Indonesia Komando Wilayah IX (NII KW IX) pimpinan Abu Toto atau Panji Gumilang. Ia juga memiliki hobi aneh yaitu mengebiri kucing.
Saifuddin kemudian mengabdi di Pondok Pesantren Muhammadiyah Darul Arqom Sawangan Bogor milik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta pada 1994. Saat itu, pesantren tersebut kesusupan paham NII KW IX. Saifuddin disebut menjadi salah satu yang terpengaruh dengan pemahaman NII.
Salah seorang rekannya bernama Budi mengaku tak habis piker bagaimana ceritanya Saifuddin yang kader elite Muhammadiyah bisa menyebarkan paham sesat itu (NII) ke pondok pesantren. Berdasar informasi yang diperoleh Budi saat itu, Saifuddin menbat sebagai Ketua Mahkamah Agung di NII KW IX. Tugas utamanya membaiat anggota-anggota baru di NII. Ia pun menarik iuran yang cukup besar kepada anggotanya.
Pada 2014, Budi memperoleh kabar tentang proses murtadnya Saifuddin. Kabar tersebut didapatkan dari seorang guru Bahasa Indonesia di Pondok Pesantren Al-Zaitun Indramayu. Budi mengaku tak kaget dengan murtadnya Saifuddin.
Bikin Resah dan Provokasi Umat