Jakarta (14/6) – Lembaga publik termasuk BUMN dan sekolah negeri telah lama dianggap rentan menjadi basis persebaran gagasan keagamaan intoleran dan ekstrem. Upaya penguatan moderasi beragama di Indonesia masuk ke dalam salah satu program prioritas pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Bahkan, Kementerian Agama RI menggelontorkan dana 3,2 triliun rupiah pada 2022 dalam upaya penguatan moderasi beragama.
Setelah 3 tahun berlangsung, terdapat kabar baik sekaligus hasil yang menimbulkan kewaspadaan dalam praktik moderasi beragama di lembaga publik di Indonesia. International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) mengeluarkan hasil riset terbaru mengenai situasi moderasi beragama berjudul “Praktik Moderasi Beragama di Lembaga Publik: Studi Kasus BSI, PLN, SMAN 53 Jakarta, dan MAN Insan Cendekia Sumatera Barat”.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dilakukan pada periode Januari-Maret 2023. Data diambil melalui wawancara terhadap 51 responden (21 perempuan dan 30 laki-laki) dari tingkat pimpinan tertinggi (direksi dan kepala sekolah), pimpinan unit (kepala bidang dan guru), konstituen (pegawai dan siswa), serta ahli. Selain itu data juga diambil melalui observasi terhadap lingkungan di keempat lembaga tersebut, termasuk pusat-pusat kegiatan sosial keagamaan.
Terdapat sejumlah kabar baik atas praktik-praktik moderasi beragama di sejumlah lembaga publik di Indonesia. Secara umum, moderasi beragama dapat diterima tanpa penolakan, baik dari segi pemaknaan maupun praktik kelembagaan.
“Terdapat kesadaran dari para responden untuk tidak mudah mengafirkan, meyakini bahwa mayoritas tidak sepatutnya bersikap mentang-mentang dengan mengucilkan minoritas, kesadaran untuk saling menghormati keyakinan agama, dan tidak membuat sekat berdasarkan agama dalam relasi sosial”, terang Iqbal Ahnaf sebagai ketua tim peneliti pada konferensi pers diseminasi hasil riset pada 14 Juni 2023 di Jakarta.
Penelitian ini juga menemukan adanya keselarasan antara praktik kebijakan dan kebudayaan yang ada di empat lembaga dengan indikator moderasi beragama dari Kementerian Agama RI. Indikator tersebut adalah komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penghargaan terhadap budaya lokal. Di Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Perusahaan Listrik Negara (PLN), praktik moderasi beragama secara substantif ini bisa ditemukan dalam menerapkan nilai kerja perusahaan (corporate core values) dan sejumlah langkah strategis untuk mencegah ekstremisme.
“(Di PLN melakukan) seperti sentralisasi pengelolaan rumah ibadah, kode etik penceramah keagamaan dan pengelolaan bantuan sosial. Di BSI kebijakan dress code yang membatasi pilihan mode berpakaian menjadi salah satu langkah instrumental dalam memperkuat moderasi beragama”, ungkap Rizka Antika, Program Officer Promoting Tolerance & Respect for Diversity INFID.