Pemilihan Umum (Pemilu) yang kita laksanakan ini merupakan salah satu bentuk dari demokrasi yang diterjemahkan dari sila keempat Pancasila. Tujuannya tentu adanya pemilihan pemimpin, karena kepemimpinan tidak boleh diabadikan kepada satu orang, karena berpotensi korupsi.
Sekalipun Pemilu ini adalah wujud demokrasi bukan berarti tidak ada residu yang ditimbulkannya, mulai dari money politic sampai pada hate speech dan intoleransi. Sejak masa reformasi ini, kualitas berdemokrasi ini masih belum menunjukkan kenaikan kelas.
Di setiap peristiwa politik, hate speech, hoaks, dan intoleransi langsung naik tajam. Hal ini terjadi karena ujaran kebencian dan hoaks itu dijadikan strategi untuk memenangkan pertarungan, pada satu sisi, dan literasi masyarakat Indonesia masih rendah pada sisi yang lain. Setiap kontestan dalam pemilu menghalalkan segala cara untuk memenangkan pertarungan. Tentunya, hasil yang diperoleh bukan kepemimpinan yang berkualitas.
Karena itulah, kita perlu mendudukkan pemilu ini secara proporsional dan tepat. Bahwa berpolitik adalah wujud partisipasi warga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena itu harus didasarkan pada wawasan kebangsaan untuk menjaga keutuhan bangsa.