Kamis, Agustus 21, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kabar

Peneliti: Salam Lintas Agama Bentuk Nyata Untuk Merawat Kemajemukan Indonesia

Bersifat Tahniah Bukan Ubudiyah

Admin Islamina by Admin Islamina
10/06/2024
in Kabar
2 0
0
2
SHARES
33
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwanya yang dikeluarkan pada Ijtima Ulama di Bangka Belitung beberapa hari lalu. Fatwa itu menyatakan bahwa salam lintas agama tidak dibenarkan bagi umat Islam. Pasalnya salam itu bagian dari ubudiyah. Alhasil, fatwa itu menuai polemik pro dan kontra.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Abdul Jamil Wahab, M.Si., menilai, pihak yang melarang penggunaan salam lintas agama berangkat dari pemikiran bahwa salam adalah bentuk ubudiyah atau urusan ibadah, sehingga tidak boleh digabungkan dengan salam dari agama yang lain.

BacaJuga

Generasi Muda Patut Waspadai Penyebaran Intoleransi dan Radikalisme Gaya Baru

Ketua BAZNAS RI Tekankan Kebutuhan Ilmuwan Filantropi

Konflik Global Atasnamakan Islam, Gus Yahya: Kampanye Al-Islam Al-Insaniyah Solusinya

“Tetapi bahwa berbagai ucapan salam, kalau kita memahaminya sebagai kata sapaan pada orang lain atau tahniah, saya kira tidak ada masalah. Selanjutnya, kalau kita maknai bahwa salam lintas agama itu hanya dari sisi pengucapannya saja yang menggunakan bahasa yang berbeda atau beragam, sesuai dengan audiens yang ada dihadapan kita, saya kira tidak masalah,” ujar Dr. Jamil di Jakarta, Jumat (7/6/2024).

Ia menambahkan bahwa salam lintas agama hanya salah satu bentuk upaya dan kesadaran untuk secara berkesinambungan merawat kemajemukan yang dimiliki Indonesia. Andaikata Tuhan berkehendak, tentu bisa menciptakan Indonesia hanya diisi oleh salah satu agama atau suku tertentu saja, namun faktanya tidak demikian.

“Kemajemukan adalah titah Tuhan. Jangan kita justru punya keinginan untuk menghapus majemuknya Indonesia, sehingga kita seolah-olah bertindak melebihi Tuhan itu sendiri. Diperlukan kejujuran, khususnya dari tokoh agama dan masyarakat, untuk menyampaikan bahwa perbedaan agama jangan sampai menjadi penyebab diskriminasi sosial hanya karena memiliki keimanan yang tidak sama dengan mayoritas Indonesia,” terang Dr. Jamil.

Ia berharap agar Pemerintah bisa memberikan perhatian yang lebih masif lagi pada isu kerukunan umat beragama. Pembangunan infrastruktur dinilai memang penting, tapi jangan sampai mengalahkan pentingnya pemberian ruang dialog lintas keimanan, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Apalagi, lanjutnya, bangsa Indonesia baru saja memperlngati Hari Lahir Pancasila. Harusnya masyarakat Indonesia kembali diingatkan bahwa teramat besar karunia Tuhan yang dianugerahkan pada bangsa ini. Tidak hanya keragaman sosial dan budaya yang diberikan tempat secara khusus, perbedaan keyakinan pun diwadahi oleh Pancasila sebagai falsafah bangsa.

“Para pendiri bangsa ini telah merancang Pancasila sedemikian rupa, sehingga Indonesia menjadi negara yang mampu menjembatani konsep ketuhanan dengan aspek kemasyarakatan.” tuturnya.

Membahas esensi Pancasila sebagai tolak ukur dalam hidup bernegara dan bermasyarakat, ia menyatakan bahwa sila pertama dalam Pancasila dapat dianggap sebagai unsur yang mempersatukan perbedaan keyakinan di Indonesia.

“Bahwa pada sila pertama Pancasila, ‘Ketuhanan Yang Maha Esa,’ mampu mengakomodasi keinginan dari berbagai macam kelompok masyarakat, terutama dari kalangan yang mewakili agama-agama yang berbeda. Sebelumnya, terdapat kata ‘menjalankan syariat Islam’ dan seterusnya, yang kemudian dihapus dalam penetapan final pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada akhirnya, Pancasila hanya memuat ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ sebagai sila pertama,” ungkap Dr. Jamil.

Menurutnya, sila pertama Pancasila hingga saat ini adalah yang disepakati bersama karena tidak tendensius terhadap salah satu agama saja. Hal ini dilakukan karena draft sila pertama Pancasila yang masih memuat kata ‘syariat Islam’ mendapat penolakan dari beberapa pihak yang merasa tidak terwakili dengan itu. Dengan menggunakan kalimat yang lebih umum, Pancasila kemudian dapat disepakati bersama karena dianggap tidak mengistimewakan agama tertentu.

Kesepakatan pada sila pertama Pancasila ini juga menjadi akhir dari perdebatan panjang kala dirumuskannya dasar negara Indonesia. Adanya konsep ketuhanan dalam butir pertama Pancasila secara langsung memberikan penegasan bahwa negara Indonesia yang digagas para pendiri bangsa bukanlah negara sekuler, yang notabene meniadakan aturan agama dalam konstitusinya.

“Indonesia kemudian didirikan sebagai negara yang menjunjung tinggi konsep ketuhanan. Ini berarti agama menjadi spirit dan landasan dalam pembangunan nasional. Konsekuensinya, tidak boleh ada kebijakan, regulasi, ataupun praktek-praktek pembangunan yang bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan,” jelas Dr. Jamil.

Akademisi yang pernah aktif sebagai peneliti senior di Badan Litbang Kementerian Agama ini pun menambahkan bahwa melalui sila pertamanya, Pancasila juga dapat menjadi platform bersama dalam menyikapi perbedaan agama dan keyakinan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan isi UUD 1945 pasal 28E ayat 1 yang menjamin kebebasan rakyat Indonesia dalam beragama dan beribadah.

“Konstitusi negara Indonesia menjamin para pemeluk agama, tidak hanya yang beragama Islam saja karena mayoritas, tapi semua pemeluk agama sama kedudukannya di mata hukum dan negara. Hal ini juga menunjukkan bahwa Indonesia secara hukum tata negara menjunjung tinggi nilai toleransi, yang juga telah terwakili oleh butir ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ dalam Pancasila,” pungkas Dr. Jamil.

Tags: Dr Ahmad Jamil WahabIjtima UlamaMUIsalam lintas agamatahniahubudiyah
Previous Post

Sebanyak 325 Ribu Calon Jamaah Haji Dikeluarkan Pemerintah Saudi Karena Tak Tidak Punya Visa Haji

Next Post

Seberapa Penting Penerapan Fatwa di Indonesia

Admin Islamina

Admin Islamina

RelatedPosts

Generasi Muda Patut Waspadai Penyebaran Intoleransi dan Radikalisme Gaya Baru
Kabar

Generasi Muda Patut Waspadai Penyebaran Intoleransi dan Radikalisme Gaya Baru

18/11/2024
Ketua Baznas RI
Kabar

Ketua BAZNAS RI Tekankan Kebutuhan Ilmuwan Filantropi

22/10/2024
Gus Yahya PBNU
Kabar

Konflik Global Atasnamakan Islam, Gus Yahya: Kampanye Al-Islam Al-Insaniyah Solusinya

24/09/2024
Hikmah Maulid Nabi Sangat Bagus Untuk Menangkal Penyebaran Radikalisme dan Terorisme
Kabar

Hikmah Maulid Nabi Sangat Bagus Untuk Menangkal Penyebaran Radikalisme dan Terorisme

23/09/2024
Lakpesdam PBNU: Inspirasi Pupuk Kasih Sayang dan Persaudaraan
Kabar

Lakpesdam PBNU: Inspirasi Pupuk Kasih Sayang dan Persaudaraan

12/09/2024
Noor Huda: Cegah Swa-Radikalisasi dengan Penanaman Literasi Digital, Penguatan Narasi Positif, dan Penegakan Hukum
Kabar

Noor Huda: Cegah Swa-Radikalisasi dengan Penanaman Literasi Digital, Penguatan Narasi Positif, dan Penegakan Hukum

13/08/2024
Next Post
Seberapa Penting Penerapan Fatwa di Indonesia

Seberapa Penting Penerapan Fatwa di Indonesia

Walimatussafar Haji dan Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Walimatussafar Haji dan Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    298 shares
    Share 119 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    256 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.