Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang terus memberikan kesehatan dan kemampuan kepada kami redaksi Islamina untuk tetap istiqamah menerbitkan bulletin Islamina hingga edisi No. 61 ini. MUI berdasarkan hasil ijtima’ ulama telah mengeluarkan salah satu poin penting yang juga menyita perhatian. Salah satunya adalah keharaman salam lintas agama yang kerap sudah biasa dipraktekkan dalam acara kenegaraan.
Tentu saja, fatwa ini memberikan respon yang beragam dari berbagai pihak. Ada yang menerima, ada pula yang menganggapnya sebagai pertimbangan saja. Ada pula yang menganggap fatwa tersebut tidak akan berpengaruh sama sekali dalam kehidupan masyarakat.
Lebih jauh dari perdebatan subtansi fatwa tersebut, bulletin pada edisi kali ini lebih menyoroti tentang posisi fatwa ulama dalam konteks negara bangsa. Artinya, dalam internal muslim, sejauhmana fatwa ulama ini memberikan daya ikat terhadap masyarakat. Dalam konteks eksternal, apakah fatwa dapat mendorong hubungan bai kantar agama atau sebaliknya.
Fatwa Ulama tidak hanya harus berdasarkan pada kajian teks, tetapi juga kebutuhan konteks. Jika gagal dalam memahami konteks, kemungkinan besar fatwa hanya lah kertas yang tiada arti. Ia tidak memiliki daya ikat dan daya pikat. Masyarakat tidak merasa terikat dan tertarik dengan fatwa.
Konteks memiliki peran penting dalam sebuah penetapan hukum. Konteks bisa menjadi alasan perubahan hukum. Mengabaikan konteks dalam perumusan fatwa hanya akan menyisakan fatwa yang gimmick, bukan subtantif.