Hari Kamis (5/9/2024), Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar menandatangani perjanjian bersama mengenai persaudaraan dan perdamaian bertajuk “Deklarasi Istiqlal”. Dokumen tersebut menandai komitmen mempererat dialog antarumat beragama, terutama antara Takhta Suci dan umat Islam, seperti nawacita yang dibawa oleh Paus dalam perjalanan apostoliknya ke Asia Tenggara.
Sebelumnya, perjanjian paling terkenal yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus adalah “Abu Dhabi Document” pada Februari 2019 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Bersama Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed al-Tayeb, Paus Fransiskus meneken Perjanjian Persaudaraan untuk Perdamaian Dunia. Pada saat yang sama, kedua pemuka agama itu menjadi penerima Penghargaan Zayed untuk Persaudaraan yang pertama.
“Deklarasi Istiqlal” dianggap sebagai dokumen terpenting hubungan Takhta Suci dengan umat Islam setelah deklarasi Abu Dhabi itu. Di dalam perjanjian itu dijelaskan, iman sejatinya membuat seseorang melihat orang lain sebagai saudara. Membunuh satu orang sama dengan membunuh kemanusiaan.
Dalam pidatonya di Masjid Istiqlal, Paus mengatakan, meneguhkan kerukunan umat beragama untuk kemanusiaan adalah naluri yang harus diikuti. Manusia bertanggung jawab menghadapi krisis serius dan terkadang dramatis yang mengancam masa depan umat manusia, khususnya perang dan konflik. Sayangnya, hal ini juga dipicu oleh eksploitasi agama serta krisis lingkungan yang menjadi hambatan bagi pertumbuhan dan kehidupan bersama masyarakat.
Paus melanjutkan, manusia perlu berkomitmen untuk mencari kebenaran bersama dengan belajar dari tradisi agama pihak lain untuk saling memenuhi kebutuhan manusia dan spiritual. Hal ini adalah ikatan yang memungkinkan kita untuk bekerja sama, untuk maju bersama dalam mengejar suatu tujuan, dalam membela martabat manusia, dalam memerangi kemiskinan, dan dalam mempromosikan perdamaian.
Paus mendorong agar manusia bisa mengembangkan spiritualitasnya dan mengamalkan agamanya masing-masing yang tetap didasarkan atas sikap saling menghargai dan mengasihi satu sama lain. Selain itu, mampu melindungi diri dari fanatisme, fundamentalisme, dan ekstremisme yang berbahaya.
Membaca pernyataan Paus tersebut, menjaga kerukunan berarti menjaga otentisitas ajaran agama dari segala bentuk distorsi. Ketika agama diajarkan dan dipraktikkan dengan benar, ia menjadi sumber kekuatan bagi peradaban. Namun, jika agama dimanipulasi, ia berpotensi menjadi senjata yang merusak.
Umat beragama harus senantiasa waspada terhadap segala bentuk penyalahgunaan agama untuk tujuan-tujuan yang tidak mulia. Kelompok ekstremisme berbasis agama seperti Al-Qaeda, ISIS hanya menjauhkan agama dari esensi dasarnya yaitu kehidupan damai.
Dalam pengertian ini, menjaga kerukunan tidak hanya tentang hubungan antaragama, tetapi juga menjaga integritas internal masing-masing agama. Setiap umat beragama memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa ajaran agamanya tidak digunakan untuk justifikasi kekerasan atau penindasan.