Kamis, Agustus 21, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Gagasan
hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

Abd Malik by Abd Malik
21/08/2025
in Gagasan
0 0
0
0
SHARES
4
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Salah satu pertanyaan klasik yang sering muncul dalam ruang perdebatan antara sains, agama, dan filsafat adalah: apakah hukum alam bertentangan dengan agama, terutama ketika kita berbicara tentang mukjizat?

Dalam pandangan Islam, hukum alam (sunnatullah) adalah bagian dari ketetapan Tuhan. Al-Qur’an berulang kali menyebut istilah sunnatullah (QS. Al-Fath [48]: 23) yang menegaskan bahwa hukum yang berlaku di alam semesta tidak akan berubah. Dunia digerakkan dengan sunnatullah yang oleh para ilmuwan disebut sebagai hukum alam.

BacaJuga

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

Sebab-akibat, gravitasi, rotasi bumi, hukum termodinamika, dan segala keteraturan kosmos merupakan “bahasa” Tuhan yang terwujud dalam jagat raya. Dengan demikian, ketika ilmuwan menemukan pola hukum alam, sejatinya mereka sedang membaca tanda-tanda kebesaran Tuhan. Tidak ada pertentangan antara hukum alam dengan hukum Tuhan. Hukum alam adalah hukum Tuhan yang diletakkan pada jagad semesta.

Teologi Hukum Alam : Memahami Adatullah yang Berulang

Teologi Islam klasik melihat keteraturan ini sebagai qadha’ dan qadar. Al-Ghazali dalam Tahafut al-Falasifah menyatakan bahwa hubungan sebab-akibat tidak memiliki kekuatan mandiri, melainkan bekerja karena kehendak Tuhan yang terus-menerus memperbarui eksistensi segala sesuatu.

keteraturan sebab-akibat yang kita amati sejatinya adalah adatullah (kebiasaan Allah) yang dikehendaki-Nya berulang-ulang.

Artinya, api tidak “pada dirinya” membakar kapas, melainkan Tuhan yang membuat api membakar kapas setiap saat. Barang dilempar ke atas dan terjun ke bumi bukan karena ada gaya tersendiri, melainkan Tuhan memberi daya terhadap terciptanya gaya gravitasi. Karena itu, keteraturan sebab-akibat yang kita amati sejatinya adalah adatullah (kebiasaan Allah) yang dikehendaki-Nya berulang-ulang.

Namun di sisi lain, Ibnu Rusyd dalam Tahafut al-Tahafut menegaskan bahwa hukum sebab-akibat adalah bentuk keteraturan yang pasti dan rasional. Tanpa keyakinan akan keteraturan ini, ilmu pengetahuan mustahil berkembang. Menurut Ibnu Rusyd, Tuhan menetapkan hukum alam agar manusia dapat memahami, memanfaatkan, dan membangun peradaban. Dengan demikian, hukum alam adalah instrumen ilahi untuk menyingkap hikmah Tuhan.

Mukjizat: Menembus Keteraturan, Melampau Batas Nalar Manusia

Pertanyaan kritis muncul: bagaimana dengan mukjizat, yang tampak bertentangan dengan hukum alam? Misalnya tongkat Nabi Musa berubah menjadi ular, laut terbelah, atau api yang menjadi dingin bagi Nabi Ibrahim. Secara empiris, semua itu tidak sesuai dengan hukum sebab-akibat yang kita pahami.

Dari perspektif teologi, mukjizat bukanlah pelanggaran hukum alam, melainkan pengecualian yang Tuhan kehendaki untuk tujuan tertentu. Seorang filsuf Muslim kontemporer, Seyyed Hossein Nasr, menekankan bahwa mukjizat adalah “tanda transendensi” yang membuktikan bahwa Tuhan tidak terikat pada hukum ciptaan-Nya sendiri. Jika hukum alam adalah jalan normal keteraturan, maka mukjizat adalah intervensi langsung Sang Pencipta untuk menegaskan otoritas-Nya.

Dalam teologi Islam klasik misalnya dibedakan antara khalik dan makhluk. Semesta adalah makhluk yang artinya segala sesuatu yang bukan Khalik. Segala sesuatu yang bukan Khalik mempunyai sifat berubah dan tidak kekal. Sementara Khalik adalah kekal dan konsisten.

Perubahan hukum alam dalam kasus mikjizat adalah bukti kebesaran Tuhan sekaligus bukti bahwa makhluk sangat mungkin berubah dengan kehendak Khalik. Yang tidak bisa berubah dan tiada hanyalah Sang Khalik.

Mukjizat adalah cara Tuhan membuktikan bahwa hukum alam ciptaan Tuhan bisa dengan kehendak Tuhan dirubah dalam beberapa kasus. Dalam pandangan filosofis, mukjizat tidak meniadakan hukum alam, melainkan membukakan kemungkinan bahwa hukum alam itu bukanlah mutlak, melainkan relatif terhadap kehendak Sang Mutlak.

Continue Reading
Page 1 of 2
12Next
Tags: hukum alam dalam islamhukum tuhanteologi islam
Previous Post

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

Abd Malik

Abd Malik

Penulis dan penikmat kopi, bisa dihubungi melalui : abdmalik82@icloud.com

RelatedPosts

teologi kemerdekaan
Gagasan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam
Gagasan

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel
Biografi

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025
agama cinta
Gagasan

Masa Depan Agama adalah Agama Cinta

17/07/2025
sound horeg
Gagasan

Sound Horeg: Pergulatan Subkultur dan Diskursus Agama

15/07/2025
Pelajaran Agama Islam, Untuk Apa?
Gagasan

Bid’ah Maulid dan Sederetan Bid’ah yang Menyiarkan Kebesaran Islam

08/10/2024

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    298 shares
    Share 119 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    255 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.