Jumat, Agustus 22, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kajian
Akar Historis Kelompok Radikal Di Dalam Islam (3)

Akar Historis Kelompok Radikal Di Dalam Islam (3)

Akar Historis Kelompok Radikal di dalam Islam (3)

Roland Gunawan by Roland Gunawan
09/10/2021
in Kajian, Tajuk Utama
3 1
0
4
SHARES
74
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Sejarah mencatat perang pemikiran para ulama dan ahli fikih dengan kelompok-kelompok Khawarij untuk menjelaskan agama yang benar, memperbaiki pemahaman-pemahaman yang salah dari kelompok Takfiri itu, khususnya yang terkait dengan hâkimîyyah (kedaulatan hukum di tangan Allah atau penentu hukum adalah Allah), takfîr (pengkafiran), jihad, hijrah, pemberontakan senjata kepada penguasa, penghalalan darah dan harta umat Muslim, tindakan kekerasan atas nama agama, penegakan negara khilafah, kewarganegaraan, dan isu-isu ekstrimisme lainnya.

Di Indonesia, ketika belakangan isu radikalisme menghangat karena maraknya aksi-aksi teror di sejumlah tempat di Tanah Air, beberapa media nasional mulai melakukan wawancara eksklusif dengan narapidana teroris yang disiarkan secara langsung dan disaksikan oleh jutaan orang melalui televisi. Namun demikian, sejumlah pihak menganggap bahwa wawancara tersebut justru membuahkan hasil-hasil negatif yang dapat mempengaruhi masyarakat awam, di mana dalam wawancara itu narapidana teroris tampil bak seorang pahlawan yang seakan membela kepentingan umat Muslim dengan argumen-argumen teologis yang kokoh.

BacaJuga

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

Banyak pakar media berpandangan bahwa media bisa menjadi ‘sahabat utama’ terorisme. Terorisme tidak berdiri sendiri, tetapi publikasi adalah segalanya, terutama jika ‘kepahlawanan palsu’ disematkan kepada para teroris dengan detail operasi terorisme dan disorot oleh kamera. Dengan begitu media seakan memberi mereka publisitas gratis, sehingga mendorong mereka untuk melanjutkan tindakan-tindakan kriminal mereka, dan memotivasi para pemuda untuk bergabung dengan mereka.

Padahal media seharusnya bekerja untuk membangun opini publik dalam melawan terorisme dan kelompok-kelompok teroris, dengan menunjukkan kepalsuan klaim-klaim kelompok tersebut dan pelanggarannya terhadap hukum dan agama, serta mengekspos kekeliruan yang mereka promosikan untuk menyesatkan pikiran-pikiran kaum muda, terutama untuk memprovokasi dan memobilisasi mereka dan memanfaatkan antusiasme mereka untuk membela Islam. Dalam hal ini peran kaum agamawan sangat diperlukan untuk menanggapi klaim-klaim kelompok teroris dengan menunjukkan kepalsuan mereka dari sisi syariat.

Debat Ibn Abbas dengan Kelompok Khawarij

Debat terkenal antara Abdullah ibn Abbas dan kelompok Haruriyah, salah satu nama yang disematkan kepada kelompok Khawarij, bisa menjadi salah satu contoh bagaimana ahli agama berdialog dengan aliran-aliran Takfiri dan kelompok-kelompok ekstremis.

Orang-orang Khawarij telah memberontak kepada Ali ibn Abi Thalib dan mengkafirkannya, juga setiap orang yang berbeda pandangan dengan mereka setelah peristiwa tahkîm (arbitrase) selama perang Shiffin pada tahun 37 H. Mereka mengangkat slogan “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah” dengan sebuah keyakinan bahwa orang yang menerima hasil tahkîm—padahal mereka sendiri yang memaksa Ali untuk menerima permohonan tahkîm dari kubu Muawiyah—sesungguhnya telah melanggar prinsip bahwa “hukum hanya milik Allah”. Peristiwa ini merupakan awal munculnya kelompok-kelompok Takfiri yang kerap menggunakan kekerasan dan senjata untuk memerangi masyarakat dan memberontak kepada penguasa.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, ketika Ibn Abbas mengetahui bahwa sekitar enam ribu orang Khawarij berkumpul di suatu tempat, ia meminta izin kepada Ali ibn Abi Thalib untuk menemui dan berdiskusi dengan mereka. Ia datang kepada mereka dengan memakai jubah terbaik dari Yaman. Ia sampai di tempat mereka pada tengah hari, saat itu mereka sedang makan. Ia berkata, “Sungguh aku mendapati diriku berada di tengah-tengah kaum yang belum pernah kujumpai suatu kaum yang bersemangat dalam ibadah seperti mereka. Dahi-dahi mereka penuh luka bekas sujud, tangan-tangan mereka menebal bak lutut-lutut unta. Wajah-wajah mereka pucat pasi karena tidak tidur menghabiskan malam untuk beribadah.”[1]

Ketika melihat Ibn Abbas datang, orang-orang Khawarij menyambutnya sembari berkata, “Selamat datang, wahai Ibn Abbas. Kenapa kau berpakaian seperti itu?” Ibn Abbas berkata, “Kenapa kalian mencelaku karena aku berpakaian seperti ini? Aku pernah melihat Rasulullah memakai pakaian yang lebih bagus dari ini.” Kemudian Ibn Abbas membacakan sebuah ayat yang berbunyi, “Katakan [Muhammad], siapakah yang berani mengharamkan perhiasan dari Allah dan rizki yang baik yang Allah keluarkan untuk hamba-hamba-Nya?” [QS. al-A’raf: 32].[2]

Mereka lalu bertanya, “Apa yang membuatmu datang ke sini?” Ibn Abbas berkata, “Aku datang mewakili Amirul Mukminin (Ali ibn Abi Thalib), juga para sahabat Nabi dari kaum Muhajirin dan Anshar. Aku tidak melihat seorang pun dari kalian yang termasuk sahabat Nabi. Al-Qur`an diturunkan di tengah-tengah mereka, dan mereka lebih memahami makna al-Qur`an daripada kalian. Aku tidak melihat seorang pun dari kalian yang termasuk dari mereka. Aku akan menyampaikan pesan mereka kepada kalian dan menyampaikan perkataan kalian kepada mereka. Sampaikan kepadaku alasan kalian memerangi putra dari paman Nabi (Ali ibn Abi Thalib).”[3]

Mereka menjawab, “Karena tiga perkara. Pertama, ia telah menjadikan manusia sebagai hakim (pemutus perkara) dalam urusan Allah, padahal Allah berfirman, ‘Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah,’ [QS. al-An’am: 57]. Hukum manusia tidak ada artinya di hadapan hukum Allah. Kedua, ia memimpin perang [melawan Aisyah dan pasukannya] tetapi tidak menawan tawanan dan tidak mengambil ghanîmah (harta rampasan perang). Kalau mereka (Aisyah dan pasukannya) itu mukmin, tentu tidak halal bagi kita memerangi dan membunuh mereka, dan tidak halal pula tawanan-tawanannya. Ketiga, ia telah menghapus sebutan Amirul Mukminin (pemimpin orang-orang mukmin) dari dirinya. Kalau ia bukan Amirul Mukminin (karena menghapus sebutan itu), berarti ia adalah Amirul Musyrikin (pemimpin orang-orang musyrik).”[4]

Page 1 of 2
12Next
Tags: Akar Radikalisme IslamekstremismekhawarijNeo Khawarijradikalisme
Previous Post

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 005

Next Post

Maulid Nabi: Mengenal Rasulullah lebih Dekat

Roland Gunawan

Roland Gunawan

Wakil Ketua LBM PWNU DKI Jakarta

RelatedPosts

dekonstruksi di era digital
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

26/07/2025
Peran Media Sosial Dalam Mewujudkan Siswa Toleran
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

22/07/2025
edisi desember 2024
Bulletin

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

25/12/2024
Yang Penting Bukan Pengangguran
Kolom

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

04/12/2024
Islamina Edisi November 2024
Bulletin

Menghidupkan Kesyahidan Pahlawan

18/11/2024
Bulletin edisi oktober
Bulletin Islamina

Jihad Santri di Abad Digital

11/10/2024
Next Post
Kenapa Kita Dianjurkan Memperbanyak Shalawat Pada Hari Jum’at?

Maulid Nabi: Mengenal Rasulullah lebih Dekat

Akar Historis Kelompok Radikal Di Dalam Islam (4)

Akar Historis Kelompok Radikal di dalam Islam (4)

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    298 shares
    Share 119 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    256 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.