Yā ikhwāniy fillāh, sungguh beruntung orang-orang yang di dalam hatinya masih terdapat iman meskipun kesalahannya bertumpuk dan dosanya segunung, mereka akan mendapat tempat di dalam surga walau disiksa terlebih dahulu.
Hate Speech
Dalam Oxford Dictionary, hate speech berarti perkataan yang mengekspresikan kebencian dan intoleransi terhadap kelompok sosial, umumnya berbasis ras dan seksualitas.
Mengutip pandangan Newton Lee, antonim hate speech adalah free speech (kebebasan berpendapat), efek dari hate speech adalah memicu adanya kekerasan sedangkan free speech menimbulkan perdebatan.
Lantas, apakah mengatakan “kafir” kepada orang yang berbeda keyakinan termasuk hate speech?. Jika dalam konteks ini keyakinan yang dimaksud adalah keyakinan dalam berislam, maka tolak ukurnya adalah Alquran dan Hadits serta ijma’ ulama’ dan qiyas. Selama pemahaman agamanya bersesuaian dengan keempat sumber hukum tersebut, maka tidak sepantasnya mengatakan “kafir” terhadap umat Islam yang memiliki pemahaman berbeda. Apabila penggunaannya kepada sesama orang Islam, hal ini termasuk kategori hate speech. Nah, bagaimana jika kepada yang berbeda keyakinan secara teologis?.
Di sinilah terjadi pro dan kontra, yang sejatinya merupakan hal wajar. Namun jika kita mengembalikannya kepada Alquran dan Hadits, tentu kita semua mengetahui bahwa penyebutannya memang begitu adanya dan itulah bahasa Alquran. Penggunaan kata kafir adalah istilah yang digunakan oleh Alquran ketika menyebut orang-orang yang menafikan keesaan Allah SWT dan kenabian Muhammad SAW.
Yā ikhwāniy fillāh, sebagai warga Negara Indonesia, kita harus mencontoh akhlak Nabi SAW. Beliau tidak menyebut kafir kepada sesama Muslim sebagai senjata mendiskreditkan kelompok. Realitas sekarang, Indonesia dihuni oleh berbagai warga Non-Muslim. Dan sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk berakhlak baik kepada sesama umat manusia.
*Artikel ini juga dimuat di islamkaffah.id