Ia menambahkan, semua pihak perlu antisipasi jika terjadi tindakan ekstrem yang dilakukan oleh kelompok radikal. Apalagi menjelang tahun politik seperti sekarang ini, bisa saja dimunculkan masalah-masalah yang sangat sensitif di dalam perkara politik.
Dalam hal ini, imbuh Kiai aidi, perlunya pemahaman yang moderat di kalangan para penceramah. Pasalnya, ucapan penceramah atau dai bisa mempengaruhi pemikiran umat.
“Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa dai-dai muda sekarang ini memang ada berbagai kelompok. Apa yang diharapkan dari para dai ini adalah mereka harus memiliki pemahaman yang sesuai dengan ajaran Islam yang wasathiyah atau moderat,” tuturnya.
Moderat, jelasnya, berarti dalam hal pemikiran, tindakan, dan interaksinya terhadap masyarakat. Para dai ini perlu berinteraksi dengan masyarakat, baik yang muslim maupun non-muslim, sehingga tidak hanya tercipta ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim), namun juga ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama anak bangsa) dan ukhuwah bashariyah (persaudaraan sesama manusia).
Sebagai penutup, ia berpesan bahwa tidak peduli berapa banyak ilmu atau harta yang dimiliki, akhlak adalah yang utama. Sebab Rasulullah pernah bersabda, “engkau tidak bisa berwibawa atau menjadikan orang itu hormat kepada dirimu. Itu bukan dari harta, bukan dari jabatan. Tetapi wibawa itu datang dari akhlak, kesantunan, kepribadian yang baik.”
“Karena baik ilmu ataupun harta itu tidak bisa memberikan sebuah kewibawaan. Andaikata bisa, itu kewibawaan yang sementara, tetapi kewibawaan yang utuh adalah kesantunan di dalam berinteraksi dalam kehidupan masyarakat,” tandas KH Abdullah Jaidi.