Bulan Ramadan bukan hanya tentang menahan diri dari makan dan minum selama beberapa jam saja. Lebih dari itu, Ramadan menjadi sarana bagi umat Islam untuk membumikan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil’alamin dalam kehidupan sehari-hari serta membangun kesadaran akan pentingnya berakhlak mulia dan bersikap santun dalam pergaulan.
Wakil Direktur Eksekutif Internasional Conference of Islamic Scholar (ICIS), KH. Khariri Makmun, Lc, Dpl., MA., menyampaikan bahwa sejatinya dalam berpuasa di bulan Ramadan memunculkan nilai-nilai positif yang ada pada diri tiap individu menjadi umat yang bertaqwa. Termasuk didalam ketaqwaannya adalah menciptakan suasana yang damai dan harmonis.
“Dalam Islam kita mengenal konsep rahmatan lil’alamin. Ada 6 prinsip didalamnya. Yaitu, Al-Insaniyah (berperikemanusiaan), Al-Alamiyah (mendunia atau global), As-Syumul (komprehensif), Al-Waqi’iyah (realistis), As-samhah dan At-taisir (toleransi dan memudahkan), serta yang terakhir Al-Muru itu kontinuitas dan fleksibilitas,” ujar KH. Khariri Makmun, di Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Dirinya melanjutkan, jika keenam prinsip-prinsip ini mampu dikedepankan, maka keinginan dan harapan seluruh umat akan suasana damai yang menyatukan akan terwujud. Selain itu juga memperbaiki hubungan, baik ke internal umat Islam maupun dengan non-muslim bisa diwujudkan, bukan dengan sikap-sikap yang menunjukkan intoleransi.
“Saya kira, kalau kita membangun masyarakat dan memberikan wawasan yang cukup, mereka secara otomatis akan terbiasa dengan perbedaan dan akan menghargai perbedaan,” katanya.
Kyai yang juga Wakil Sekretaris Komisi Dakwah Pengurus Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menilai, masyarakat harus mampu membangun sikap saling menghargai, menghormati dan bijaksana dalam menyikapi perbedaan yang ada sebagai bangsa yang plural.
“Dalam Islam, kita punya prinsip bahwa keyakinan tidak boleh dipaksakan. Keyakinan menjadi sesuatu yang harus dihargai karena itu sebuah pilihan. Seharusnya perbedaan tidak menunjukkan friksi yang sangat tajam atau menimbulkan perpecahan sebagai bangsa. Karena kita sudah tahu bahwa demokrasi memang membuka ruang agar kita berbeda,” terangnya.