Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Jakarta ini mencontohkan, fenomena Arab Spring yang dimulai awal 2010 juga sebagian di provokasi dari media sosial. Sentimen kelompok lain juga dibakar di media sosial. Ini disebabkan karena ada orang-orang tertentu yang ingin terkenal, viral, namun dia tidak sabar mengikuti track orang-orang yang berhasil mendapatkan pengikut tapi bukan by design/sekadar cari pengikut. Para figur yang berhasil ini betul-betul merintis dari bawah, memberikan manfaat pada orang banyak dan orang merasakan manfaatnya, baru dia menjadi viral dan biasanya yang seperti ini lebih awet terkenalnya karena dia diterima oleh masyarakat.
“Tapi ada pula yang memang diniatkan untuk viral dengan memprovokasi, mencaci maki, menghujat, menyerang kelompok lain dan seterusnya, yang kemudian nilai moderasi beragamanya menjadi rendah. Biasanya figur yang seperti ini hanya sekejap saja, setidaknya dalam kurun waktu atau periode tertentu, misalkan periode pilpres, pilkada, dan lain sebagainya. Dalam kasus konflik horizontal juga banyak yang bertebaran di udara, maksudnya yang beredar di media sosial, ada isu-isu tertentu yang sengaja dinaikkan untuk membuat orang yang mengikutinya menjadi tidak moderat,” jelas Dr. Syarif.
Pembina Yayasan Raudhatul Mustariyah ini menegaskan, perlunya sikap moderat dalam beragama semata-mata untuk menjaga kerukunan dan keutuhan bangsa Indonesia. Para penceramah sudah semestinya memiliki kedalaman ilmu yang ditunjukkan dari caranya menyampaikan perkara agama pada umatnya.
“Kunci memiliki sikap atau pandangan moderat dalam beragama itu adalah menambah wawasan, ilmu, teman diskusi dan mau menerima perbedaan, memahami adab dalam berbeda, serta tidak merasa benar sendiri. Ketika dari ustadz, kiai, ulama, dan para penceramah, terutama yang muda punya semangat itu, insya Allah semangat moderasi beragamanya pasti akan terus menyala. Dia akan selalu mencari hal-hal yang solutif, yang sekiranya nilai manfaatnya lebih besar daripada mudharatnya,” imbuh Dr. Syarif.
Sebagai penutup, beliau berpesan agar para dai selalu menyampaikan kebenaran dengan cara yang benar, menyampaikan kebaikan dengan cara yang baik, melarang kemungkaran dengan tidak melakukan kemungkaran.
Itu hal-hal yang penting untuk dipahami oleh para tokoh agama, penceramah, pemuka agama, khususnya penceramah muda yang ada di Indonesia,” pungkas Dr Syarif.