Bahkan, berdasarkan pantauannya. Ken menyebut, NII yang awalnya sebagai gerakan lokal, kini sudah mulai menunjukkan afiliasinya dengan gerakan transnasional yang sama-sama ingin menggoyahkan tanah air dan mengganti ideologi Pancasila dengan sistem agama yang mereka yakini.
“Ancaman faktual hari ini menurut saya antara lokal dengan transnasional bergabung menjadi satu. Karena NII yang tadinya gerakan di bawah tanah muncul dengan nama baru, mendekati konsep-konsep hijrah bahkan Khilafah. Kolaborasi antara NII dan Ikhwanul Muslimin contohnya, ini menjadi ancaman,” terang Ken.
Tidak hanya percepatan pembuatan regulasi, Ken juga berharap adanya penguatan daya tangkal masyarakat dari ideologi maupun propaganda kelompok radikal, baik oleh pemerintah maupun tokoh agama, tokoh masyarakat serta stakeholder lainnya.
“Perlu lebih kencang lagi untuk menjelaskan bagaimana konsep harmoni dan kebhinekaan seperti yang didengungkan BNPT (Badan Nasional Penaggulangan Terorisme), lalu perlu sekali sosialisasi sampai ke bawah agar masyarakat mendapatkan informasi-informasi tentang propaganda kelompok radikalisme yang mengatasnamakan agama,” paparnya.
Sebagai mantan anggota NII, Ken berpean agar masyarakat untuk peka dan mewaspadai gerakan radikalisme dan senantiasa membiasakan diri untuk tidak menerima berita hoax yang beredar di dunia maya.
“Kita harus berani anti-radikalisme, maka jangan kasih ruang, jangan kasih kesempatan dan jangan kasih panggung untuk mereka yang membuat propaganda untuk benci kepada pemerintah. Serta jangan sampai kita menjadi korban hoax atau menjadi pelaku,” katanya.
Tidak hanya terhadap masyarakat yang belum terpapar, namun Ken juga menyampaikan pesannya untuk masyarakat yang memiliki kerabat maupun saudara yang terindikasi terpapar dan terbaiat oleh gerakan NII maupun kelompok radikal lainnya untuk bisa mengevaluasi dan berpikir kritis bahwa agama harus menjadi rahmat bagi pemeluknya
“Untuk masyarakat yang sudah terpapar atau terbai’at dengan ideologi radikalisme, Mari kita berdialog. Mari kita evaluasi dan kritis. Jangan sampai kita taqlid atau buta terhadap fenomena pimpinan kita yang harus kita taati sepenuhnya. Karena sejatinya Islam itu rahmatan lil alamin,” pungkas Ken Setiawan.