Menurutnya, membuang begitu saja barang yang sudah dimiliki tidak sesuai dengan ajaran Islam, apalagi jika sampai datang ke toko tertentu lalu menjarah barang-barangnya dan membuangnya dengan dalih solidaritas Palestina.
“Itu sudah masuk tindak pidana dan juga tidak sesuai dengan syariat Islam. Silahkan saja kalau kita tidak mau membelinya, namun jangan sampai kita merugikan orang lain,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa sebenarnya permasalahan Palestina-Israel tidak terlepas dari kerumitan kepentingan politik disana. Banyak negara-negara di sekitar Palestina juga pernah mengajukan solusi yang sama seperti Indonesia, yaitu two-state solution atau pendirian dua negara yang sah dan saling berdampingan antara Palestina dan Israel. Dari dulu pun sebenarnya sudah banyak perundingan yang dilakukan untuk mendamaikan kedua negara ini.
“Sebenarnya dulu itu sudah hampir terjadi suatu kesepakatan damai antara Palestina dan Israel. Saat itu israel masih dipimpin Perdana Menteri Yitzhak Rabin yang ikut mengusulkan perdamaian kedua negara melalui Perundingan Oslo (Oslo Accords) pada tahun 1993-1995. Israel sudah dalam posisi menyetujui, Faksi Fattah pun menerima, namun Faksi Hamas dan beberapa grup militan Palestina pada saat itu masih menolak isi dari perjanjian damai tersebut. Hal ini akhirnya menghasilkan peperangan yang berlanjut sampai dengan sekarang,” terang KH. Bukhori.
Untuk itu Kiai Bukhori berharap agar masyarakat bisa menyikapi fatwa dari MUI secara rasional. Tidak ada yang salah dengan fatwanya, namun akan menjadi masalah jika menafsirkannya secara kebablasan bahkan menjurus pada tindakan intoleransi hingga kekerasan.
“Fatwa ulama boleh kita ikuti, boleh juga tidak, karena itu bagian dari hasil ijtihad. Ijtihad ulama derajatnya tidaklah sama dengan nash qath’i, yang mana jika nash qath’i itu harus diikuti dan tidak boleh dilanggar, seperti keharaman memakan daging babi atau perbuatan mencuri. Adapun fatwa ulama harus dilakukan sesuai dengan kemampuan kita masing-masing,” pungkas KH. Bukhori.