Myanmar’s Spring Revolution (2021) meletus setelah kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan sipil terpilih. Generation Z Myanmar memimpin gerakan perlawanan kreatif yang berkembang menjadi revolusi, menggunakan media sosial untuk memobilisasi massa dan bergabung dengan Milk Tea Alliance, koalisi informal gerakan pro-demokrasi Asia Tenggara yang berkembang secara online.
Ketika Generasi Z Menggulingkan Diktator: Revolusi Bangladesh, Sri Langka dan Nepal
Sri Lanka’s Aragalaya Movement (2022) menunjukkan bagaimana krisis ekonomi dapat menjadi katalis gerakan pemuda. Ketika negara mengalami default utang dan krisis mata uang, generasi muda Sri Lanka memimpin protes yang berujung pada mundurnya Presiden Gotabaya Rajapaksa. Gerakan Aragalaya (perjuangan) menggunakan media sosial untuk memobilisasi massa dan menciptakan ruang protes yang ikonik di Galle Face Green.
Protes mahasiswa Bangladesh dimulai secara damai pada Juni 2024 setelah Mahkamah Tinggi memperkenalkan kembali sistem kuota yang tidak populer untuk pekerjaan negeri bagi keluarga veteran perang kemerdekaan 1971. Yang tampak sebagai isu teknis tentang kebijakan kepegawaian, sebenarnya mencerminkan frustrasi yang lebih dalam terhadap nepotisme dan ketidakadilan sistemik di bawah kepemimpinan Sheikh Hasina.
Pada awal Agustus, gerakan ini berkembang menjadi gerakan non-kooperasi yang akhirnya menyebabkan penggulingan Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang melarikan diri ke India pada 5 Agustus 2024. Hasina memperburuk situasi dengan menyebut para demonstran “Razakar”, istilah yang sangat menyinggung untuk mereka yang dituduh berkolaborasi dengan tentara Pakistan selama perang pembebasan 1971.
Gerakan pemuda, yang bertanggung jawab mengorganisir protes awal, menolak tawaran dialog dengan Hasina dengan pernyataan tegas: “Dia harus mengundurkan diri dan dia harus menghadapi pengadilan”. Setelah tindakan keras kekerasan oleh pasukan keamanan, protes meningkat menjadi gerakan nasional dengan dukungan publik yang luas, memaksa Hasina melarikan diri dan mengakibatkan pembentukan pemerintahan interim yang dipimpin oleh penerima Nobel Perdamaian Muhammad Yunus.
Terbaru, gerakan Gen Z Nepal’s Gen (2025) menunjukkan eskalasi yang lebih dramatis dan berdarah yang menjadikannya sebagai salah satu revolusi Gen Z paling destruktif di Asia. Protes massal dipicu oleh larangan media sosial oleh pemerintah Perdana Menteri Khadga Prasad (KP) Sharma Oli. Namun ini tidak bisa dilihat sebagai gejala awal.
Frustasi sosial ini telah berakar sejak lama dari akumulasi kemarahan bertahun-tahun terhadap korupsi sistemik, pamer kekayaan pejabat pemerintah dan keluarga mereka (“nepo kids”), serta pengelolaan dana publik yang buruk. Karenanya, gerakan “Gen Z Protests” ini dengan cepat berkembang menjadi protes paling luas dengan nuansa kekerasan, penjarahan dan kerusuhan dalam sejarah modern Nepal. Data resmi mencatat setidaknya 19 orang tewas dan lebih dari 100 orang terluka dalam bentrokan dengan pasukan keamanan, meskipun beberapa perkiraan independen menyebutkan hingga 400 orang terluka, termasuk petugas polisi yang diserang demonstran.
Eskalasi kekerasan mencapai puncaknya ketika demonstran secara sistematis membakar institusi-institusi kunci negara: gedung Mahkamah Agung, kompleks parlemen, dan gedung-gedung pemerintah lainnya di Kathmandu. Video yang viral di media sosial menunjukkan demonstran tidak hanya membobol gedung parlemen tetapi juga membakarnya secara total, bahkan menggerebek kediaman pribadi Perdana Menteri KP Sharma Oli.
Efek domino politik segera terasa. Beberapa menteri di tingkat federal dan provinsi, serta anggota parlemen, juga mengundurkan diri sebagai protes terhadap penanganan brutal situasi oleh pemerintah. Footage media sosial yang mengejutkan menunjukkan mantan Perdana Menteri Sher Bahadur Deuba dan istrinya, bersama Menteri Luar Negeri Arzu Rana dan Menteri Keuangan Bishnu Paudel, diserang oleh massa demonstran sebelum tentara akhirnya turun tangan.
Yang membedakan Nepal dari Bangladesh adalah tingkat destruksi institusional yang sistematis. Kemarahan yang telah menumpuk selama bertahun-tahun terhadap elit politik Nepal yang dipandang korup dan terputus dari rakyat meledak dengan keganasan yang luar biasa. Seperti Bangladesh 2024, demonstran muda Nepal frustrasi dengan korupsi, pengangguran massal, dan sistem politik yang didominasi oleh dinasti politik dan “nepo kids”.
Filipina dan Indonesia juga mengalami gelombang aktivisme pemuda, meskipun dengan intensitas yang berbeda. Di Filipina, gerakan anti-Marcos menunjukkan bagaimana generasi muda menolak politik dinasti, sementara di Indonesia, berbagai gerakan mahasiswa menentang kebijakan-kebijakan kontroversial pemerintah.
Bersambung…













