Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kota Semarang ini juga mengajak untuk menyadari dan mengeksplorasi nilai-nilai kultur yang ada di tengah masyarakat. Contohnya ngono ya ngono tapi yo ojo ngono, sebuah ungkapan bijak dari para leluhur agar masyarakat lebih mengedepankan rasionalitas, rasa dan hati, sehingga semua persoalan bisa diselesaikan dengan cara yang santai dan musyawarah.
“Kalau memang persoalannya meruncing, perlu bertemu untuk memecahkan masalah dengan cara mufakat. Jadi kalau ada istilah ulama itu harus bermusyawarah, wa syawirhum fil amr. Bermusyawarahlah dalam segala aspek kehidupan ini, karena memang kehidupan itu harus dicarikan pemecahannya. Jangan berputus asa dan takut terhadap realitas apapun di dunia ini, yang penting kita itu bisa rukun. Kita dapat mengatasi berbagai macam problematika kehidupan ini dengan cara bersatu padu. Bersatu kita kuat, tapi kalau bercerai kita akan runtuh,” paparnya.
Lebin lanjut dikatakan bahwa generasi muda harus sadar bahwasannya Indonesia itu memiliki sumber daya yang sangat luar biasa dan budaya yang unik. Kekayaan alami inilah yang harus segera ditransmisikan dan disosialisasikan agar masyarakat bisa menyatu dan kuat dalam menghadapi berbagai kepentingan yang sifatnya pragmatis.
Menurutnya banyak kelompok yang memiliki rekayasanya sendiri untuk memperjuangkan kepentingannya secara tidak bertanggung jawab. Ini yang harus diantisipasi agar kesatuan dan persatuan Indonesia tetap terjaga.
Prof Syamsul berpesan agar para generasi muda bisa merawat kemajemukan karena perbedaan itu fitrah.
“Dengan beraneka ragam perbedaan justru saya yakin para anak muda dapat menyikapinya dengan bijaksana sesuai dengan keilmuan yang dimiliki. Prinsipnya adalah perbedaan yang kita miliki adalah desain secara natural yang justru memiliki keistimewaan tersendiri,” tutupnya.