“Kita hanya mengakui adanya kekuatan itu ya, hanya Tuhan Allah itu tiada lainnya. Tauhid itu ajaran yang pertama dan itulah yang pertama kali diajarkan oleh Nabi,” ucap Arief.
Ia mengungkapkan egalitarianism dalam Islamsemua berada di strata yang sama. Allah tidak memandang manusia dari sudut pandang sosial maupun materi, kecuali tingkat iman ketakwaannya. Sehingga, Islam tidak membedakan antara satu suku dengan suku yang lain.
Salah satu implikasi atau salah satu model ajaran yang egaliter dari Islam itu terwujud dalam Ibadah Haji. Dalam menunaikan Ibadah Haji, setiap individu dituntut untuk melepaskan semua atribut yang dimiliki, apakah dia orang Indonesia, apakah dia orang Arab Saudi, atau dia orang Afghanistan. Semua dianggap sama.
“Jadi dia melepaskan itu dengan hanya semata-mata menggunakan identitas yang sama (pakaian ihram),” kata Arief
Yang ketiga, lanjut Arief adalah keadilan sosial. Islam sangat mementingkan keadilan sosial. Oleh karena itu, dalam Islam terdapat anjuran wajib dan sunnah (volunteer) dalam bersedekah. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk pemerataan atau sama rasa sebagai kesatuan umat Islam.
“Kalau yang berbagi sifatnya wajib, itu zakat. Kalau yang volunteer kan infaq. Makanya itu dilakukan karena keadilan sosial itu penting dalam Islam. Dalam bagian dari perayaan haji, contoh yang sederhana, yaitu berbagi hewan daging kurban,” jelas Arief.
Menurut Arief, kesempatan haji, khususnya dalam kewajiban wukuf di Arafah, merupakan momen penting untuk para jamaah haji melakukan tafakur atau intropeksi diri. Oleh karena itu, setelah Ibadah Haji, para jamaah diharapkan menjadi haji yang mabrur, yang berarti lebih baik dari sebelumnya.
“Wukuf itu kan artinya berhenti ya. Berhenti, bertafakur, merenung tentang hidup, tentang diri, tentang apa yang bisa dilakukan dan seterusnya,” pungkas Arief.