“Di Al Quran dalam surah Al Hujurat ayat 6, dalam Islam anjuran untuk tabayyun sendiri sudah sangat jelas sekali. Karena itu juga, para ulama kita menyarankan untuk berhati-hati ketika menyebarkan informasi dengan kroscek dulu sumbernya benar atau tidak, untuk menjaga dari hal yang tidak kita inginkan, termasuk perpecahan,” jelasnya.
Surat Al-Hujurat, ayat 6 berbunyi ‘Yaaa ayyuhal laziina aamanuu in jaaa’akum faasqum binaba in fatabaiyanuuu an tusiibuu qawmam bijahalatin fatusbihuu ‘alaa maa fa’altum naadimiin’ yang artinya ‘Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.’
Arifah mengingatkan betapa pentingnya membangun kesadaran bersama, membudayakan tabayyun agar menjadi norma, etika dan bahkan gaya hidup.
“Ini butuh proses, untuk membangkitkan kesadaran bahwa kita ini dalam menyebarkan informasi harus hati hati, harus belajar dari diri sendiri dan menyadari serta mengingatkan untuk berhati-hati. Kita harus berperan (untuk mengingatkan lingkungan sekitar) sesuai kapasitas kita di masyarakat,” ujar istri budayawan, Dr. H. Ngatawi Al Zastrouw ini.
Ia mengungkapkan, sebagaimana Muslimat NU, sebagai organisasi perempuan di bawah naungan NU, memiliki peran untuk memperkuat NU dalam menegakkan nilai-nilai dan ajaran agama Islam. Muslimat NU diketahui juga memiliki program khusus terkait membangun kesadaran tabayyun di era digital yang ditujukan khususnya kepada kelompok ibu-ibu.
“Kami bergerak memberi sosialisasi melalui majelis taklim agar lebih waspada dalam menerima informasi, mendorong para ibu-ibu ini untuk lebih dahulu memahami informasinya, atau menanyakan kebenarannya kepada guru atau ulamanya. Kita berperan diporsi kita masing” saya pikir bukan hanya muslimat tapi ormas lain juga melakukan hal yang sama,” tuturnya.
Arifah juga berharap agar tokoh agama maupun tokoh masyarakat, untuk meningkatkan perannya sebagai tokoh yang memiliki massa dan sebagai panutan bagi pengikutnya, untuk dapat menularkan dan mengajari pentingnya budaya tabayyun kepada masyarakat.
“Pastinya ketika seorang ulama menyampaikan sesuatu maka sudah jelas rujukannya, dari surat, ayat maupun hadits serta kitab yang dibaca. Saya pikir ini secara tidak langsung, bahwa apa yang disampaikan oleh para tokoh ulama ini jelas rujukannya, bukan informasi yang tidak jelas asal usulnya,” pungkasnya.